Mohon tunggu...
Nelis Nursidah
Nelis Nursidah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri Lebak Kujang

1 Mei 2017   06:38 Diperbarui: 1 Mei 2017   15:40 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sambil berjalan pelan, Si Udin yang membawa mayat Neneknya itu diikuti puluhan orang- orang yang mengantarkannya ke rumahnya.

            Sepanjang jalan suara- suara orang yang mengiringi mayat itu mengumandangkan tahlih bergema. “ Laillahaillaah..laillahaillaah ...........”

            Tibalah di rumah. Dibaringkannya tubuh mayat Neneknya itu di lantai yang beralaskan tikar. Tiba- tiba tubuh si Udin roboh dan tidak sadarkan diri .Pecahlah tangisan orang- orang yang berada di rumah Nenek itu, bagaimana tidak duka menyelimuti kampung itu karena Nenek  itu terkenal dengan baik hati  dan penyayang. Si Udin kini sebatang kara hidupnya sudah tidak mempunyai siapa- siapa lagi.

Dua hari setelah kematian Neneknya itu . Si Udin duduk di beranda rumahnya sendiri sambil memandang ke halaman rumahnya yang dipenuhi oleh tanaman yang disebut warung hidup seperti : tanaman katuk, bayam, rawit, tomat dan lainya. Waktu Neneknya masih hidup setiap hari Si Udin dan Neneknya itu rajin  memelihara halaman rumahnya itu dengan menanam tanaman sejenis warung hidup.

Di luar hujan rintik- rintik kembali datang, seolah- olah menemani seorang anak yang berumur sebelas tahun yang berduka yang masih terus mengingat Neneknya . Tiba tiba si Udin kembali ingat pada barang yang diberikan ular yang bermahkota itu sebuah kujang .

 Si Udin beranjak menuju kamarnya yang sempit dan sumpek itu untuk melihat kujang yang ia simpan di saku bajunya  yang masih tergantung di dnding kamarnya. Diambilnya kujang itu dan ia kembali ke beranda rumahnya karena di di kamar sedikit gelap .

Kujang  ditatapnya dan dibolak balikannya seakan mencai sesuatu yang masih belum ia mengerti untuk apa senjata itu hingga berada di tangannya saat ini.

“ Nenek seandainya kau masih hidup mungkin saat ini Udin bisa memperlihatkan kujang ini ke Nenek. Hari ini Udin akan menyebut Lebak itu dengan sebutan

Lebak Kujang.” Kata si Udin dalam hatinya.

Air matanya terus mengalir. Kerinduan pada Si Neneknya tidak bisa ia bendung. Menangislah ia sekeras kerasnya. Tangannya ia telungkupkan ke wajahnya. Keheningan di sore itu menyelimuti rumah si Udin, yang ada hanya suara isak tangis seorang anak yang sebatang kara.

Udara semakin dingin Si Udin meninggalkan rumah dengan maksud untuk kembali ke Lebak itu. Dalam hatinya ia bertekad untuk mengembalikan senjata kujang itu . Langkahnya terhenti saat ia telah menuruni tebing  Lebak Kujang itu . Dilihatnya sekeliling tempat itu .Tampak bekas banjir melanda tempat itu. Gubuk yang berada di lebak itu kini sudah hilang terbawa arus banjir. Sawah sawah yang mulai menguning padinya pun hancur diterjang banjir. Yang ia lihat masih berdiri tegak adalah batu kursi yang diam membisu setia menemani aliran sungai yang masih keruh. Dilemparkannya senjata kujang itu ke sungai yang mengalir deras dan airnya yang keruh itu. Tanpa menunggu lama dia balik kanan dan berlari meninggalkan Lebak Kujang yang penuh misteri itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun