Mohon tunggu...
Neli Herawati
Neli Herawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

📚

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsep Konsitusi Hukum dalam Pandangan Sri Soemantri

25 Mei 2022   21:15 Diperbarui: 25 Mei 2022   23:00 2092
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


KONSEP KONSTITUSI NEGARA HUKUM DALAM PERSPEKTIF SRI SOEMANTRI

Konstitusi secara keseluruhan adalah standar dan hukum dasar suatu negara, negara bagian atau perkumpulan. Yang memutuskan kekuasaan, kewajiban otoritas publik dan menjamin kebebasan khusus bagi penduduknya. 

Bagi suatu negara, konstitusi adalah kumpulan ajaran dan praktik yang menyusun standar-standar yang sangat penting untuk disortir

Menurut Sri Soemantri, tentu tidak ada satu negara pun di negara ini yang tidak memiliki konstitusi atau Undang Undang dasar.
Secara garis besar, konstitusi memuat tiga hal, yaitu: pengakuan HAM,struktur ketatanegaraan yang mendasar dan pemisahan atau pembatasan kekuasaan. Selain itu dalam konstitusi juga harus ada pasal tentang perubahan konstitusi.

Sri Soemantri sendiri mengungkapkan bahwa ada tiga hal mendasar dalam sebuah konstitusi, antara lain yang menyertainya:

Pertama: jaminan kebebasan umum dan penduduk;
Kedua: fondasi sebuah bangunan yang dilindungi pusat suatu bangsa; dan
Ketiga ; pembagian dan batasan tugas-tugas penting yang dilindungi.

Perkembangan dan pemajuan konstitusi tidak hanya pada substansinya. Perkembangan dan perbaikan juga terjadi dalam siklus dan metodologi perubahan konstitusi sesuai tuntutan perkembangan zaman. 

Dalam setiap konstitusi atau konstitusi yang disusun, betapapun hebatnya, tidak akan terlepas dari kekurangan, hal ini dibawa oleh masyarakat umum yang terus menerus berkreasi, dimana secara konsisten terjadi perubahan-perubahan serta unsur-unsur dan konstruksi dari masyarakat. 

Itulah sebabnya dalam sehari-hari suatu peraturan dasar, dalam suatu suru atau beberapa pasal memuat cara-cara mengubah konstitusi untuk memenuhi tujuan unsur-unsur di mata masyarakat karena perkembangan zaman. 

Dalam hal ini seperti yang dikemukakan oleh Sri Soemantri bahwa arti perubahan dalam konstitusi adalah
1.Menambah pasal pasal dalam undang undang yang lama
2.Mengurangi dan merubah istilah istilah
3.Membuat ketentuan menjadi lain dari semula malalui penafsiran

Membahas isu-isu yang akan dijadikan bahan untuk butir-butir UUD tentang kebebasan bersama merupakan salah satu isu yang menjadi bahan pembahasan. 

Untuk situasi ini, muncul pertanyaan untuk alasan apa harus ada kebebasan dasar dalam konstitusi? Seperti yang ditunjukkan oleh pernyataan Sri Soemantri yang memuat 3 isi prinsip, pertama secara spesifik, adanya jaminan kebebasan bersama dan penduduk, kedua, dasar dari desain etnisitas yang penting dari suatu bangsa, dan ketiga, adanya perpecahan dan batas tugas peraturan penting. 

Berkaitan dengan jaminan kebebasan bersama, konstitusi memberikan arti penting tersendiri bagi produksi pandangan dunia hukum dan ketertiban sebagai proses berbasis suara yang telah berjalan cukup lama di seluruh keberadaan pembangunan manusia.

Adanya jaminan akan hak-hak istimewa yang hakiki dari setiap penduduk menyiratkan bahwa setiap penguasa di negara tersebut benar-benar tidak boleh dan tidak boleh bertindak tanpa tujuan akhir yang jelas dalam pikiran terhadap penduduknya. Memang, bahkan kehadiran hak-hak istimewa yang esensial juga menyiratkan keseimbangan dalam negara, khususnya keselarasan antara kekuasaan di negara bagian dan kebebasan dasar penduduk.

Pak Sri adalah salah satu pakar yang menggarisbawahi gagasan konstitusi dan butir-butirnya. Orang paling muda sebelumnya dari Konstituante ini menyamakan konstitusi dengan Undang-Undang Dasar (UUD). Ditegaskannya, hampir semua negara memiliki konstitusi dan umumnya diberi sanksi setelah negara terbentuk. Untuk menjaga agar kekuasaan tidak disalahgunakan, sebuah konstitusi dibentuk dan dilembagakan. 

Jadi konstitusi itu sendiri berarti membatasi kekuasaan. Hambatan kekuatan harus terlihat sejauh "waktu" kekuasaan terus menerus dan "isi" kekuasaan yang diberikan kepada organisasi negara. Untuk membatasi kekuatan ini, umumnya ada tiga hal dalam konstitusi di seluruh dunia ini.

Sementara itu, butir-butir Ketetapan MPR demi dan demi kepentingan telah melahirkan berbagai persoalan yang dilindungi. Sejak awal sekitar tahun 1960, MPR memberikan Ketetapan MPRS Nomor I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-garis Besar (bukan) Haluan Negara. 

Ada yang mengatakan pasal ini telah melengkapi peraturan penting saat ini dengan konstitusi kita pada dasarnya yang memuat hal-hal sentral. 

Namun demikian, tidak sedikit pula yang mengatakan bahwa Ketetapan MPR hanya digunakan untuk melenceng dari isi dan jiwa UUD 1945 dengan bersembunyi di balik Ketetapan MPR tanpa melalui metodologi yang dianut UUD 1945 dalam Pasal 37. diatur dalam Ketetapan MPR. Karena MPR selain memberikan UUD, Ketetapan MPR juga dipersepsikan legitimasinya dengan Ketetapan MPR juga. Apa perbedaan antara dua bahan muatan?

Sri melihat kiprah penyelenggaraan negara hingga Oktober 1984, MPR(S) telah memberikan lebih dari 74 pengumuman. Ia mengungkapkan, "Padahal tidak diatur dan diberikan oleh MPR. Mulai dari sini, jelas substansi kedua peraturan dan pedoman itu unik dan harus diakui,". 

Dengan ditetapkannya ketiga hal tersebut di atas, menurutnya, Ketetapan MPR tidak boleh mengarahkan hal itu dan dia berusaha memberikan pedoman tentang apa yang selama ini tidak ada dalam Ketetapan MPR. Misalnya, jaminan kebebasan dasar, karena pentingnya situasi ini dalam keberadaan masyarakat dan negara.

Tindakan penyelenggaraan negara selama ini telah menunjukkan perubahan materi UUD 1945 secara "terselubung" tanpa melalui sistem konvensional (Pasal 37 UUD 1945) sebagai Ketetapan MPR (Tap MPR). Pentingnya "revisi" menurut Sri adalah bahwa mengubah atau mengubah konstitusi tidak hanya berarti "mengubah substansi dan bunyi pengaturan dalam peraturan dasar, tetapi juga mengandung sesuatu meskipun pengaturan dalam peraturan penting yang tidak baru-baru ini terkandung di dalamnya". Artinya, yang diarahkan dalam Ketetapan MPR adalah perluasan dari materi yang telah ditetapkan.

Penyesuaian kepentingan ini harus terlihat dalam penelitiannya terhadap Ketetapan MPR dari tahun 1960 sampai dengan penyusunan bukunya bahwa ada dua macam Ketetapan MPR dilihat dari substansinya, khususnya yang mengandung kepastian (beschikking) dan Ketetapan MPR yang bersifat mengarahkan (regeling). Karena tingkat UUD dan Ketetapan MPR bersifat unik, maka substansi isi yang dikelola mungkin tidak terlalu mirip. 

Konstitusi mengarahkan topik esensial, sedangkan substansi Ketetapan MPR adalah pelaksanaan UUD 1945. Karena Ketetapan MPR berada di bawah UUD 1945, maka UUD 1945 tidak dapat diubah melalui Ketetapan MPR.26 Selanjutnya, eksplorasi Bagir Manan juga menunjukkan hal yang persis sama. , bahwa materi Ketetapan MPR mengarahkan substansi konstitusi.

Perspektif Pak Sri tergolong radikal, dengan alasan bahwa sebagai aturan, spesialis dan visibilitas umum MPR sebagai agen kekuasaan individu, sehingga mereka memiliki pilihan untuk melakukan semua yang tak terbatas seperti prinsip inkomparatif Parlemen Inggris. 

Menghitung MPR, yang menyelenggarakan hukum dan ketertiban, memutuskan penjabaran item dalam konstitusi, apa pun substansinya. Harun Alrasid dengan tegas mengatakan bahwa hasil Ketetapan MPR yang mengarahkan butir-butir konstitusi adalah "pelanggaran konstitusi",28 dan dalam beberapa peristiwa disebut barang haram. Baik ketika perubahan suci, jika Anda memahami kembali UUD 1945, pada dasarnya di atas kualitas MPR yang tiada tara itu masih ada hukum dan ketertiban (undang-undang dasar) yang sampai sekarang sedang dibuktikan. 

Banyak penelitian umumnya menyatakan bahwa Indonesia adalah negara peraturan, namun diakhiri dengan kesimpulan bahwa MPR sebagai agen kekuasaan individu menyiratkan bahwa segala sesuatu harus mungkin dilakukan oleh MPR. Sedangkan dalam kondisi regulasi, tanda-tandanya adalah hukum tidak bertentangan dengan individu atau lembaga negara yang ada, karena bangsa ini tidak dikendalikan oleh individu atau organisasi yang tangguh, namun semuanya bergantung pada hukum, terutama konstitusi. sebagai peraturan yang paling tinggi.

Sri Soemantri sendiri mengungkapkan ada tiga hal pokok dalam konstitusi, antara lain yang menyertainya: Pertama: menjamin kebebasan dasar dan penduduk; Kedua: dasar dari desain mapan yang penting dari suatu bangsa; dan Ketiga; pembagian dan batasan tugas-tugas utama yang dilindungi.

Dalam setiap konstitusi atau konstitusi yang disusun, betapapun hebatnya, tidak akan terlepas dari kekurangan, hal ini dibawa oleh masyarakat umum yang terus menerus berkreasi, dimana selalu ada perubahan yang dapat diandalkan serta unsur-unsur dan desainnya. masyarakat. 

Menurut kutipan oleh Sri Soemantri yang  berisi 3 pokok materi muatan, yakni pertama adanya jaminan atas hak asasi manusia dan warga negara, kedua ditetapkannya susunan kewarganegaraan suat negara yang bersifat fundamental dan ketiga adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang bersifat fundamental.

Namun tidak sedikit pula yang mengatakan Tap MPR hanya digunakan untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan isi dan jiwa UUD 1945 dengan berlindung dibalik Tap MPR tanpa melalui prosedur yang dibenarkan oleh UUD 1945 dalam Pasal 37.Yang menjadi problem adalah apa yang seharusnya diatur di dalam Tap MPR.

Dengan ditetapkannya ketiga hal tersebut di atas, sebagaimana dikemukakan olehnya, Ketetapan MPR tidak boleh mengatur hal ini dan dia berusaha memberikan pedoman tentang apa yang boleh dan tidak boleh ditahan dalam Ketetapan MPR.

Arti penting "perubahan" sebagaimana dimaksud Sri adalah bahwa mengubah atau mengubah konstitusi tidak hanya berarti "mengubah substansi dan bunyi pengaturan dalam peraturan dasar, tetapi juga mengandung sesuatu meskipun pengaturan dalam peraturan penting yang tidak baru-baru ini terkandung di dalamnya. . ".

Penyesuaian signifikansi ini harus terlihat dalam penelitiannya terhadap Ketetapan MPR sejak tahun 1960 sampai dengan penyusunan bukunya bahwa ada dua macam Ketetapan MPR dilihat dari substansinya, khususnya yang mengandung jaminan (beschikking) dan Ketetapan MPR yang bersifat mengendalikan (regeling).

Karena Ketetapan MPR berada di bawah UUD 1945, maka UUD 1945 tidak dapat diubah melalui Ketetapan MPR.26 Terlebih lagi, pemeriksaan Bagir Manan juga menunjukkan hal yang persis sama, bahwa Ketetapan MPR mengatur hal-hal yang ada dalam konstitusi.

Harun Alrasid dengan tegas mengatakan bahwa hasil Ketetapan MPR yang mengatur pasal-pasal dalam konstitusi merupakan "pelanggaran konstitusi",28 dan dalam beberapa peristiwa disebut barang haram.

Padahal dalam kondisi regulasi, tanda-tandanya adalah hukum tidak berubah-ubah oleh individu atau yayasan negara yang ada, karena bangsa ini tidak dikelola oleh individu atau organisasi yang tangguh, namun semuanya bergantung pada hukum, terutama konstitusi. sebagai peraturan yang paling tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Liputan6.com, Rabu (13/10) "Pengertian Konstitusi dan Fungsinya, Dasar Hukum Negara yang Sangat Penting"
https://m.merdeka.com/trending/pengertian-konstitusi-dan-fungsinya-dasar-hukum-negara-yang-sangat-penting-kln.html?page=2  ( Di akses pada 23 April 2020)
ANNA KIM, 16/05/2021 "Apa isi muatan konstitusi menurut Sri Soemantri"
https://www.theburningofrome.com/trending/apa-isi-muatan-konstitusi-menurut-sri-soemantri/ ( Diakses pada 23 April 2022)
ANDI SADDAM ALFIH , 28 Juli 2012
https://twitter.com/AndySaddam/status/228932814458990593?t=CSjHyaesAcIJ0mHK6ActKw&s=19  ( Diakses pada 23 April 2022)
Sri Soemantri era hukum No 2/ Th. 5/ Oktober 1998   " Peningkatan perlindungan hukum dalam pjpt II melalui Hak Asasi Manusia
https://journal.untar.ac.id/index.php/hukum/article/download/5384/3432 (Di akses pada 24 April 2022) n"
Sri Soemantri. 1996 " Fungsi Konstitusi dalam pembatasan kekuasaan" Jurnal Hukum No. 6 Vol. 3 a 1996
https://journal.uii.ac.id/IUSTUM/article/view/4919 (Diakses pada 24 April 2022)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun