“Itu ... yang pernah kita lihat dulu di warungnya Mpok Mumun,” Ken mengingatkan Vei. Mereka pernah melihat tulisan Arab yang ditempelkan di dinding warung Mpok Mumun. Menurut guru ngaji Vei, orang-orang sering menggunakan tulisan arab tertentu menjadi jimat. Ketika Vei bertanaya pada Mpok Mumun tentang tulisan itu, dia mengatakan bahwa tulisan itu didapatnya dari orang tuanya dulu. Katanya biar warung mereka laris.
Tapi Vei dan Ken sudah mengingatkan Mpok Mumun bahwa itu sama saja dengan syirik dan hukumnya adalah dosa bagi umat islam yang menjadikan itu sebagai jimat. Setelah itu Mpok Mumun tidak memajangnya lagi.
“Gak mungkin tulisan ini jimat Ken. Lihat aja, tulisan ini tidak menggunakan huruf Arab,” bantah Vei. Dia memperhatikan lagi tulisan yang menurutnya aneh itu. Di awalnya ada huruf E, selanjutnya seperti huruf Y terbalik dan seperti angka 3 terbalik. Ada juga seperti huruf A kecil untuk tegak bersambung. Semua huruf itu tidak bisa dibaca Vei secara utuh. Meskipun ia sudah beberapa kali membolak-baliknya. Kalaupun dibacanya dengan menggunakan Bahasa Indonesia, bunyinya akan terdengar aneh.
“Bisa saja yang punya jimat ini membuatnya bukan dengan tulisan Arab.” Ken bersikeras dengan pendapatnya.
“Tapi, kalau ini jimat, kenapa orang itu membuangnya?” Vei masih ragu dengan pendapat Ken.
“Barangkali orang itu nggak sengaja menjatuhkan kertas ini.”
“Gak mungkin ah, mending kita tanya aja yuk, barangkali ada yang tahu ini tulisan apa?” ajak Vei. Sifat detektifnya muncul. Selau saja begitu jika ada seseuatu yang mengganjal hainya, dia akan mencari tahu samapi dia mendapatkan jawabannya.
Ken menggangguk,”Tapi mau tanya ke siapa?”
“Iya, ya.” Vei menggaruk kepalanya.”Ah sudahlah, besok aja kita tanya bu guru,” putus Vei.
“Tapi jangan dibuang ya Vei. Kalau ini bener jimat, ntar kamu bisa kualat loh,” goda Ken.
“Aku gak takut kualat. Kan ada Allah yang menjagaku. Aku hanya ingin tahu ini tulisan apa? Dan artinya apa?” sahut Vei yakin. Vei meletakkan kertas itu di meja belajarnya.