Mohon tunggu...
Nela Dusan
Nela Dusan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi KFLS dan Founder/Owner Katering Keto

mantan lawyer, pengarang, penerjemah tersumpah; penyuka fotografi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

(Ber)Nafsi-nafsi

15 Mei 2020   08:39 Diperbarui: 17 Mei 2020   05:32 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Foundation for Economic Education/Pinterest

Semua akar masalah kesehatan ada pada metabolisme. Metabolisme disebabkan gaya hidup. Di dunia ini diperkirakan ada 400 juta orang penderita diabetes. Diabetes baru satu dari sederet penyakit metabolik lainnya seperti jantung, hipertensi, gagal ginjal, kanker, auto imun, dsb. Jika dihitung dengan kelompok penyakit lainnya entah berapa ratus juta lagi.

Anak-anak sudah dijejali makanan full karbo dan gula setiap harinya. Remaja digoda beragam makanan dan minuman kekinian yang full karbo dan gula. Orang dewasa pun sama saja.

Belum lagi gaya hidup ala orang kaya, extra money untuk hang out mulai jumat malam sampai minggu atas nama work hard play hard (apakabarnya mereka selama PSBB ini).

Uang bisa membayar makanan, minuman, atas nama hedonism tapi uang tidak bisa membayar waktu tidur dan istirahat yang hilang. Bahkan uang tidak bisa membeli kesehatan.

Jika uang identik dengan kesehatan, maka harusnya orang kaya nggak ada yang berpenyakit berat. Nyatanya tidak demikian.  

Tiba-tiba kita disadarkan dengan merebaknya wabah covid19, pandemi. Dengan semua gaya hidup dan pola makan kita seperti itu, metabolic syndrome adalah keniscayaan, konsekuensi logis dari kebiasaan kita. Tubuh nggak bisa dibohongi atau direkayasa, tidak seperti data.

Untuk memahami situasi sekarang secara sederhana, mari kita renungkan masing-masing. Jika kita terus bicara problem kesehatan yang mengancam nyawa tapi belum mau menyentuh ke akar masalah, akankah kita temui solusinya? Apakah PSBB sebuah solusi?

PSBB bukan solusi. Tanpa usaha perbaikan metabolisme, maka PSBB hanya penundaan dari ledakan pandemi covid19 yang berikutnya, dan begitu seterusnya. Seperti tsunami yang datang bergelombang-gelombang, kecenderungannya gelombang kedua lebih kuat daripada yang pertama.

Kalau kita mau merenungkan, harusnya kita mengerti tidak mungkin PSBB dipertahankan terus dalam jangka waktu panjang yang tidak ada kepastiannya.

Semua hanya demi mencegah terjadinya spike wabah yang ditakutkan. Ini sama dengan satu tiang diganduli oleh jutaan orang. Sekuat apa pondasi tiang sebelum akhirnya tumbang juga.

Tidak ada penyangkalan akan bahaya dari virus itu atas mereka yang memiliki komorbiditas yang umumnya metabolic syndrome. Tapi bukannya tidak bisa dikendalikan.

Jika masyarakat, baik yang sehat maupun yang mengidap metabolic syndrome, semua maunya mengganduli tiang tanpa mau usaha memperbaiki diri, cepat atau lambat tiangnya rubuh. Akhirnya tetap saja kita akan berhadapan sendiri-sendiri dengan covid19.

Jika itu terjadi kita mau menyalahkan siapa lagi?

Industri makanan tidak sehat yang sudah ikut membentuk pola makan yang salah ini diam saja, berlagak tidak urun salah.

Sikap sebagian kalangan medis yang sepenuhnya bergantung pada imunisasi dengan vaksin melebihi usaha menghidupkan kembali sistem imun secara manual juga memperparah keadaan. Ya sudah, akhirnya nafsi-nafsi. Bukankah soal mati nafsi-nafsi. Tapi sebelum sampai sana mungkin kita sudah babak belur, ketahanan ekonomi dan pangan sudah berantakan.

Kita mungkin lolos dari pandemi covid19, tapi terancam gugur di pandemi resesi ekonomi. Tetap kita masih sibuk teriak satu sama lain: Stay at home! Mau mudik titik!! Bisa gak stay at home!!! Gue mau mudik titik!!!!

Stay at home tanpa merubah pola makan dan gaya hidup tidak lebih aman daripada mereka yang sekarang ini sedang umpel-umpelan di bandara. Bukan stay at home-nya yang bikin kita kuat, tapi singkirkan metabolic syndrome-lah yang bikin kuat. Atau, setidaknya, sisakan tiang itu untuk bergantungnya mereka yang memiliki risiko imun yang tinggi.

Siapa mereka? Penderita metabolic syndrome, lansia dan obesitas yang masih panjang perjalanannya dalam rangka perbaikan metabolisme.

Lalu kita-kita ke mana?

Ya balik kerjalah, sekolah, kuliah, kembali jadi manusia dengan kegiatan normal. Singkirkan mindset yang maunya hanya bergantung pada tiang. Kita sehat dan kita mampu melewati pandemi ini. Kalau pun terjangkit, bisa pulih lagi. Orang bisa fobia ketinggian, fobia tempat gelap tapi mana ada orang fobia sakit. Sakit sehat sakit lagi begitu selamanya sampai mati.

Sekali lagi ini juga sekedar anjuran saja, nafsi-nafsi. Toh mati juga sendiri-sendiri.

-nd

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun