Mohon tunggu...
Nela Dusan
Nela Dusan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi KFLS dan Founder/Owner Katering Keto

mantan lawyer, pengarang, penerjemah tersumpah; penyuka fotografi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

PPKB dan Kompetisi Hidup

24 Maret 2019   07:34 Diperbarui: 24 Maret 2019   08:08 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tugas kita membuatnya melihat bahwa kesuksesan adalah membuat diri kita hari ini lebih baik daripada diri kita yang kemarin.
Usah fokus pada keberhasilan orang lain karena hal itu akan membuat dirinya merasa gagal dan mempengaruhi semangatnya.
Setiap orang berpacu dilintasan mereka masing-masing.

Saya contohkan atlit lari, renang dan golf. Mereka bukan memenangkan kompetisi dengan tujuan utama mengalahkan orang lain, tapi mereka  berkompetisi melawan diri mereka sendiri dari versi yang kemarin. Golf adalah olahraga yang mencerminkan bagaimana hasil terbaik seseorang akan dibandingkan hasil terbaik orang lain, bukan diperoleh melalui pencurian point orang lain melalui teknik-teknik sebagaimana lazimnya dalam olah raga kompetisi permainan seperti tenis, bulutangkis, dan lain sebagainya.

Mari kita pahami bahwa merupakan bagian dari peran kita sebagai orang tua untuk menjadi pelatih dari atlit yang bernama anak. Anak adalah atlit yang berkompetisi sepanjang masa hidupnya. Akan banyak kesuksesan atau kegagalan yang bakal ditemuinya. Maka ajarilah anak kita dengan nilai esensial yang akan dia perlukan dalam menghadapi setiap babak final di tiap fase kompetisi dalam hidupnya. Sebagaimana kita juga.

Jika kita ingin ajarkan nilai hidup yang baik kepada anak kita maka kita harus memulainya dari diri sendiri. Belajar menempatkan kesedihan kita di bawah kesedihan anak kita, kebahagiaan kita setelah kebahagiaan anak kita.

Ingatlah jika kita sedih, bagaimana dengan dia. Bukan malah sebaliknya, memaki atau menambah tekanan baginya.

Kita sedih akan kegagalan dia, maka kita yang menghiburnya, bukan malah menuntut dihibur oleh anak kita.

Saya kira itu peran sejati kita sebagai orang tua.
-nd

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun