Tugas kita membuatnya melihat bahwa kesuksesan adalah membuat diri kita hari ini lebih baik daripada diri kita yang kemarin.
Usah fokus pada keberhasilan orang lain karena hal itu akan membuat dirinya merasa gagal dan mempengaruhi semangatnya.
Setiap orang berpacu dilintasan mereka masing-masing.
Saya contohkan atlit lari, renang dan golf. Mereka bukan memenangkan kompetisi dengan tujuan utama mengalahkan orang lain, tapi mereka  berkompetisi melawan diri mereka sendiri dari versi yang kemarin. Golf adalah olahraga yang mencerminkan bagaimana hasil terbaik seseorang akan dibandingkan hasil terbaik orang lain, bukan diperoleh melalui pencurian point orang lain melalui teknik-teknik sebagaimana lazimnya dalam olah raga kompetisi permainan seperti tenis, bulutangkis, dan lain sebagainya.
Mari kita pahami bahwa merupakan bagian dari peran kita sebagai orang tua untuk menjadi pelatih dari atlit yang bernama anak. Anak adalah atlit yang berkompetisi sepanjang masa hidupnya. Akan banyak kesuksesan atau kegagalan yang bakal ditemuinya. Maka ajarilah anak kita dengan nilai esensial yang akan dia perlukan dalam menghadapi setiap babak final di tiap fase kompetisi dalam hidupnya. Sebagaimana kita juga.
Jika kita ingin ajarkan nilai hidup yang baik kepada anak kita maka kita harus memulainya dari diri sendiri. Belajar menempatkan kesedihan kita di bawah kesedihan anak kita, kebahagiaan kita setelah kebahagiaan anak kita.
Ingatlah jika kita sedih, bagaimana dengan dia. Bukan malah sebaliknya, memaki atau menambah tekanan baginya.
Kita sedih akan kegagalan dia, maka kita yang menghiburnya, bukan malah menuntut dihibur oleh anak kita.
Saya kira itu peran sejati kita sebagai orang tua.
-nd
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H