"Kapan?"
"Tadi malam."
"Baru tadi malam putus terus sekarang kamu udah mulai peluk-peluk aku? Aku kirain kamu sangat cinta sama Pipit." Aku terdiam, sulit untuk mengungkapkan perasaanku.
"Pipit yang mutusin aku."
"Kenapa?"
"Aku nggak bisa memberikan kepastian masa depan untuk dia. Orang tuanya sudah mendesak dia supaya segera menikah. Dia anak perempuan satu-satunya."
"Lalu, kenapa kamu nggak menikah saja sama dia?"
"Aku nggak bisa."
"Kenapa Ran? Aku pikir kamu tuh pasangan yang paling oke yang pernah aku kenal. Sayang kan Ran, udah lama sekali."
Mungkin karena itu juga aku kehilangan gairahku kepada Pipit, semua sudah serba rutin, padahal kami belum lagi hidup satu atap.
"Terus kamu gimana sekarang?" dia melanjutkan pertanyaannya.