Mohon tunggu...
Nela Dusan
Nela Dusan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi KFLS dan Founder/Owner Katering Keto

mantan lawyer, pengarang, penerjemah tersumpah; penyuka fotografi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Antara Karbo, Lemak, dan Lambung

13 Januari 2019   06:50 Diperbarui: 15 Januari 2019   09:04 1681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bismillah. Asam urat, kolesterol hampir selalu dijadikan marker untuk beberapa penyakit seperti ginjal darah tinggi, penyempitan pembuluh darah, dan lain sebagainya. Umumnya lemak dijadikan tertuduh sebagai penyebab kondisi sakit tersebut. Sayangnya kedokteran tidak melakukan penelitian lebih jauh mengenai penyebab yang sebenarnya atau akar masalah dari terjadinya penyempitan pembuluh darah misalnya.

Sebaliknya, jika ditemukan adanya gula darah puasa (GDP) yang tinggi malah dianggap given, bahkan terdapat opini umum di kalangan medis bahwa gula darah puasa di bawah 80 justru berbahaya bagi seseorang.

Pendapat itu tidak salah terutama jika menganggap karbo sebagai makronutrisi esensial. Namun kenyataannya tidak ada yang namanya karbohidrat yang esensial bagi manusia jika dilihat dari sisi scientificnya.

Tampaknya mereka tidak bisa membayangkan bagaimana menurunkan GDP tanpa terancam kekurangan karbo sebagai salah satu makronutrisi untuk tubuh. Padahal secara fisiologis, kebutuhan glukosa yang esensial didalam tubuh, dapat dipenuhi dalam jumlah cukup oleh liver melalui proses yang disebut Gluconeogenesis.

Jadilah yang berkembang pola makan rendah lemak, rendah kolesterol tapi tinggi karbo.

Jika saja dunia kedokteran melakukan penelitian lebih jauh mengenai biokimia tubuh, mereka akan menemukan apa makronutrisi esensial sebenarnya yang diperlukan tubuh dan bagaimana cara memenuhinya.

Jika diteliti, pada kelompok orang yang mengkonsumsi karbo sebagai makro nutrisi utama mereka hasil tes darah mereka menunjukkan kecenderungan triglyceride tinggi, HDL tinggi dan GDP tinggi. Umumnya mereka dalam kondisi sakit atau mengidap penyakit degeneratif atau penyakit-penyakit berat lainnya.

Sebaliknya, pada orang yang ketosis, umumnya hasil tes darahnya menunjukkan triglyceride rendah, HDL tinggi dan GDP rendah (di bawah 80 bahkan ada yang 60) dan mereka berada dalam kondisi sehat dan bugar.

Kenapa bisa begitu? Karena kolesterol dan asam urat pada hakikatnya tidak jahat, sebaliknya keduanya sangat bermanfaat.

facebook.com/Kepoketo-Katering
facebook.com/Kepoketo-Katering
Asam urat adalah antioksidan alami tubuh kita. Jika tubuh kita sedang melawan suatu penyakit atau infeksi, otomatis tubuh akan memproduksi asam urat untuk pertahanan tubuh.

Sedangkan kolesterol adalah bahan baku pembuatan hormon steroid dan lapisan membran sel-sel tubuh.

Keduanya secara alamiah diproduksi tubuh dan tidak terkait dengan asupan makanan eksternal. Hal ini telah terbukti ketika orang melakukan water fasting selama tiga atau lima hari, kolesterol dan asam uratnya tinggi padahal orang tersebut dalam kondisi tidak makan hanya minum air putih, air kaldu, immunator honey dan VCO saja.

Yang selama ini luput atau diabaikan dunia kedokteran masa kini adalah fakta kehadiran gula darah yang tidak normal di dalam darah manusia modern pada umumnya.

Jika kita analogikan, tubuh manusia itu ibaratnya motor yang didisain sejak awal bahan bakarnya tenaga gas yang bersih dari polusi dan berdaya, tapi kemudian dipaksakan menggunakan diesel yang sarat limbah dan menghasilkan tenaga yang tidak seberapa.

Bayangkan mesin itu adalah liver kita. Fitrahnya liver bertugas menghasilkan energi. Bahan bakar liver bisa lemak atau karbo. Dia akan beralih menjadi mesin berbahan bakar gas (baca : lemak) jika gula dan insulin didalam darah rendah

Gaya hidup ketofastosis menerapkan intermittent fasting yang memungkinkan liver melakukan pembangkitan energi dengan membakar lemak.

Puasa sejak jam 20.00 sd jam 12.00 mendorong liver untuk mengosongkan Glycogen (cadangan glukosa sementara) lalu beralih menggunakan lemak dari hasil peluruhan jaringan lemak di tubuh sebagai bahan bakar utama liver dan juga sebagai bahan baku pembuatan ketone yang merupakan sumber energi efisien untuk bahan bakar di tubuh terutama bagi sel-sel otak manusia.

Jika liver diumpamakan mesin diesel, maka karbo menjadi solarnya. Diperlukan asupan karbo dalam jumlah besar untuk menghasilkan energi glukosa yang tidak efisien. Umumnya terdapat "kelebihan" glukosa (dalam bentuk glycogen) yang tidak terbakar oleh liver.

Pola makan manusia modern yang selalu mengandung karbohidrat dan gula secara berlebihan akan selalu menyebabkan ekses gula darah yang harus disimpan dalam bentuk selain glycogen, dimana kapasitas untuk menyimpan glukosa dalam bentuk glycogen sangat terbatas di tubuh.

Karena itu ekses gula darah ini harus dikonversikan dalam bentuk lemak (Triglyceride) yang dapat disimpan di jaringan lemak di tubuh atau ditimbun di berbagai tempat di tubuh kita termasuk di organ-organ utama kita.

Sungguh ironis, pola makan yang 'dibenarkan' oleh kalangan medis dan konsultan diet pada umumnya itu justru menyalahi fitrah manusia. Kenapa begitu? karena tubuh manusia sejak awal dirancang untuk tidak menempatkan karbo sebagai makronutrisi esensial dan utama manusia. Jika tidak percaya yuk kita buka lagi ilmu biologi tubuh manusia khususnya sistem pencernaan manusia.

Saya bukan seorang dokter atau ahli dalam bidang biologi. Saya hanya ingin menguraikan secara sederhana sistem pencernaan kita untuk memudahkan kita memahami situasi. Sistem pencernaan kita terdiri dari mulut, kerongkongan, lambung, usus halus dan usus besar. Bersamaan dengan itu, sistem pencernaan hanya mengenal tiga kategori makronutrisi yaitu karbohidrat, lemak dan protein.

Mau kita makan nasi putih, merah, kuning, hitam atau biru sekalipun, tetap saja tubuh kita akan mengenalinya sebagai karbo. Demikian juga dengan karbohidrat dari jenis makanan lainnya (kentang, gandum, jagung, dll), semua dianggap karbo dan diperlakukan sebagai makronutrisi karbohidrat.

Kita mungkin tidak sadar bahwa untuk mengolah makanan diperlukan enzim pengolah. Enzim tersebut terdiri atas enzim pengolah lemak, pengolah karbo dan pengolah protein. Yang bikin saya pribadi shocked adalah faktanya enzim pengolah karbo (amilase) hanya tersedia di dua tempat tapi sama sekali bukan di lambung.

Enzim amilase hanya ada di mulut dan usus halus, bukan lambung dan enzim pengolah protein lah yang ada di mulut, lambung dan usus halus. Mencengangkan bukan. Sungguh ironis, selama ini kita didoktrin makan nasi supaya lambung tidak kosong, padahal enzim pengolah karbo tidak ada di lambung. Pertanyaan yang penting: kita paham bahwa lambung adalah pencernaan utama manusia, tapi kenapa justru nggak ada enzim karbo di sana?

Pertanyaan itu harusnya membawa pihak yang kompeten kepada penelitian lebih lanjut mengenai pola makan manusia di jaman modern ini dan kaitannya dengan kesehatan manusia.

Bagi saya fakta itu cukup membuktikan secara alamiah (dan ilmiah) bahwa karbo bukan makronutrisi utama atau esensial manusia, tapi justru lemak dan protein lah makronutrisi esensial manusia yang sejati. Itu jelas tergambar dari struktur sistem pencernaan manusia.

Nggak mungkin Allah salah mendisain tubuh mahlukNya. Yang ada pola makan kita selama ini yang menyimpang dari fitrah tubuh kita. Ingat Allah tidak pernah menzalimi hambaNya, tapi hambaNya, yaitu kita-kita sendiri, yang menzalimi diri dengan pola makan yang salah kaprah.

Mau sampai kapan kita mempertahankan pola makan yang tidak in line dengan sistem pencernaan manusia yang sebenarnya? Mempertahankan pola makan pro karbo dan menuntut rendah lemak, protein dan kolesterol? Tidak bisa dipungkiri manusia modern dikepung oleh berbagai kepentingan bisnis. Karbo dan gula adalah ladang emas bagi industri makanan baik lokal maupun internasional. Ladang emas yang juga membawa berkah bagi dunia medis modern yang pro industri obat kimia farmasi.

Jadi boleh dibilang masyarakat menanggung musibahnya, mereka-mereka yang menikmati berkahnya. Ini nggak benar kan.

Kembali ke konsep makronutrisi karbo yang tidak esensial dan tidak diolah di lambung tapi di usus halus, saya jadi ingat anjuran untuk mengunyah makan sampai 33x sebelum ditelan.

Jika kita lakukan mungkin akan memudahkan usus halus untuk memroses lebih lanjut. Mengingat tidak adanya enzim amilase di lambung maka karbo yang kita makan hanya akan numpang lewat di lambung, tidak seperti yang selama ini kita atau tepatnya saya sangka. Pertanyaannya, adakah manusia saat ini yang mengunyah 33x? Saya pun mengunyah 3-5 kali saja langsung telan, aduh...abusive sekali.

Kebayang bagaimana yang hobi makan nasi, roti, kentang, mi, dll dalam jumlah tak terbatas. Semua dijejalkan ke usus halus dalam ukuran yang tidak layak dimuat ke usus halus. Bagaimana tidak terjadi masalah di kesehatan manusia kebanyakan sekarang ini.

Bagaimana dengan sel tubuh yang memang membutuhkan glukosa sebagai energi?

Ketofastosis mengakui adanya sel tubuh manusia yang memang membutuhkan glukosa sebagai energi, salah satunya sumsum darah merah, tapi liver kita sudah dirancang oleh Sang Pencipta untuk mampu melakukan gluconeogenesis sesuai jumlah glukosa yang diperlukan tubuh, sehingga tidak perlu kita secara khusus makan karbo untuk keperluan itu.

Mari kita simak pendapat dari R. Lundquist M.D, "We have essential amino acids, we have to eat protein or we're gonna die. We have fatty acids that are essential, we have to eat fats or we're gonna die. But there's no such thing as an essential carbohydrate."

Kesimpulannya protein dan lemak adalah makronutrisi utama alamiah manusia, karbo hanya makronutrisi pelengkap.

Maka sangatlah rasional ketika ketofastosis menetapkan komposisi makanan 70-80% kalori dari lemak dan 20-25% kalori dari protein. Komposisi itu sangat membantu tubuh manusia untuk sepenuhnya berfungsi menurut fitrahnya. Barangkali inilah yg dimaksud oleh mas Tyo, founder KF, dengan kalimat "kebenaran itu harus dicari sampai ke level sel". Dan sel itu bernama mitochondria. 

Itulah fitrah, lain dari itu hanya rekayasa.

-nd
#Road_to_Low_Carb_Indonesia_2019
#There_is_No_Such_Thing_as_an_Essential_Carbohydrate
*) Catatan: Tulisan ini sudah dibahas melalui diskusi via wa dengan mas Tyo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun