Mohon tunggu...
Nela Dusan
Nela Dusan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi KFLS dan Founder/Owner Katering Keto

mantan lawyer, pengarang, penerjemah tersumpah; penyuka fotografi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Antara Karbo, Lemak, dan Lambung

13 Januari 2019   06:50 Diperbarui: 15 Januari 2019   09:04 1681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mau kita makan nasi putih, merah, kuning, hitam atau biru sekalipun, tetap saja tubuh kita akan mengenalinya sebagai karbo. Demikian juga dengan karbohidrat dari jenis makanan lainnya (kentang, gandum, jagung, dll), semua dianggap karbo dan diperlakukan sebagai makronutrisi karbohidrat.

Kita mungkin tidak sadar bahwa untuk mengolah makanan diperlukan enzim pengolah. Enzim tersebut terdiri atas enzim pengolah lemak, pengolah karbo dan pengolah protein. Yang bikin saya pribadi shocked adalah faktanya enzim pengolah karbo (amilase) hanya tersedia di dua tempat tapi sama sekali bukan di lambung.

Enzim amilase hanya ada di mulut dan usus halus, bukan lambung dan enzim pengolah protein lah yang ada di mulut, lambung dan usus halus. Mencengangkan bukan. Sungguh ironis, selama ini kita didoktrin makan nasi supaya lambung tidak kosong, padahal enzim pengolah karbo tidak ada di lambung. Pertanyaan yang penting: kita paham bahwa lambung adalah pencernaan utama manusia, tapi kenapa justru nggak ada enzim karbo di sana?

Pertanyaan itu harusnya membawa pihak yang kompeten kepada penelitian lebih lanjut mengenai pola makan manusia di jaman modern ini dan kaitannya dengan kesehatan manusia.

Bagi saya fakta itu cukup membuktikan secara alamiah (dan ilmiah) bahwa karbo bukan makronutrisi utama atau esensial manusia, tapi justru lemak dan protein lah makronutrisi esensial manusia yang sejati. Itu jelas tergambar dari struktur sistem pencernaan manusia.

Nggak mungkin Allah salah mendisain tubuh mahlukNya. Yang ada pola makan kita selama ini yang menyimpang dari fitrah tubuh kita. Ingat Allah tidak pernah menzalimi hambaNya, tapi hambaNya, yaitu kita-kita sendiri, yang menzalimi diri dengan pola makan yang salah kaprah.

Mau sampai kapan kita mempertahankan pola makan yang tidak in line dengan sistem pencernaan manusia yang sebenarnya? Mempertahankan pola makan pro karbo dan menuntut rendah lemak, protein dan kolesterol? Tidak bisa dipungkiri manusia modern dikepung oleh berbagai kepentingan bisnis. Karbo dan gula adalah ladang emas bagi industri makanan baik lokal maupun internasional. Ladang emas yang juga membawa berkah bagi dunia medis modern yang pro industri obat kimia farmasi.

Jadi boleh dibilang masyarakat menanggung musibahnya, mereka-mereka yang menikmati berkahnya. Ini nggak benar kan.

Kembali ke konsep makronutrisi karbo yang tidak esensial dan tidak diolah di lambung tapi di usus halus, saya jadi ingat anjuran untuk mengunyah makan sampai 33x sebelum ditelan.

Jika kita lakukan mungkin akan memudahkan usus halus untuk memroses lebih lanjut. Mengingat tidak adanya enzim amilase di lambung maka karbo yang kita makan hanya akan numpang lewat di lambung, tidak seperti yang selama ini kita atau tepatnya saya sangka. Pertanyaannya, adakah manusia saat ini yang mengunyah 33x? Saya pun mengunyah 3-5 kali saja langsung telan, aduh...abusive sekali.

Kebayang bagaimana yang hobi makan nasi, roti, kentang, mi, dll dalam jumlah tak terbatas. Semua dijejalkan ke usus halus dalam ukuran yang tidak layak dimuat ke usus halus. Bagaimana tidak terjadi masalah di kesehatan manusia kebanyakan sekarang ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun