Mohon tunggu...
Nela Dusan
Nela Dusan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi KFLS dan Founder/Owner Katering Keto

mantan lawyer, pengarang, penerjemah tersumpah; penyuka fotografi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Antara Dua Rahang dan Dua Kaki

10 Desember 2012   16:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:52 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

QS. 76:2

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.

QS. 76.3

Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.

Jika saat ini di antara kita ada yang sedang terbuai dengan kemaksiatan, segeralah bertobat karena bisa jadi tidak lama lagi Allah akan menurunkan azabnya dan membinasakan kalian di saat kalian terlena.

Menyinggung persoalan zina, saya ingin menyampaikan perenungan saya mengenai kenapa Allah sangat keras memperingatkan masalah ini.

Di dalam Islam, asal usul seseorang sangat diperhatikan. Asal usul di sini berarti asal usul yang hakiki, bukan yang ternyata di dalam secarik kertas yang berjudul akta kelahiran. Saat ini, dengan perzinahan yang semakin marak di mana-mana, baik yang dilakukan oleh seorang yang masih bujangan maupun yang sudah menikah, semakin banyak lahir anak-anak di luar kawin atau anak haram. Mengingat perzinahan itu kebanyakan dilakukan secara sembunyi-sembunyi, maka tentunya anak-anak tersebut juga menjadi tersembunyi asal usulnya atau yang dikenal dengan istilah confucio sanguinis.

Demi menutupi malu kepada manusia lain, seorang perempuan yang tidak bersuami bisa jadi menyerahkan anaknya ke panti asuhan, selanjutnya panti asuhan menyerahkan anak itu untuk diadopsi oleh sepasang suami istri. Kelak anak itu besar dan mulai berumah tangga, dengan identitas yang kerap sudah dipalsukan, dia pun menikah. Bukan tidak mungkin anak itu menikah dengan orang yang memiliki pertalian darah dengannya. Ternyata laki-laki atau perempuan yang dinikahinya itu adalah saudara tirinya. Dalam keadaan normal dan nyata, tentu kita akan mencegahnya karena incest.

Contoh lain lagi, seorang suami meninggalkan pasangan zinahnya yang sudah sampai menghasilkan anak haram. Demi menjaga keutuhan rumah tangganya, seorang suami tidak bersedia mengakui anak haramnya sebagai anaknya. Setelah berpisah bertahun-tahun dan anak-anak sah dan haramnya tumbuh dewasa, mereka berkenalan lalu menikah, kembali scenario di atas terulang. Masih syukur jika pernikahan semacam itu bisa dicegah, tapi jika tidak lagi bisa dicegah dengan beragam alasan, malu kepada orang lain karena sudah terlanjur hamil, terlanjur tidak bisa dipisahkan, terlanjur lain-lainnya.

Belum lagi jika perzinahan dilakukan oleh seorang wanita yang masih menjadi istri seseorang sampai menghasilkan anak. Tentu saja si suami tidak mengetahui kalau janin yang dikandung istrinya hasil benih orang lain, bisa jadi kelak si suami tetap memperlakukan anak itu sebagai anak kandungnya sendiri. Ketika anak itu dewasa, jika dia anak perempuan, tentunya dia bukan muhrim bagi ‘bapak’nya. Demikian pula ketika dia akan menikah, tidak sah jika suami ibunya yang menikahkan karena memang dia bukan anak dari orang yang disangkanya bapaknya itu.

Kita bisa menilai betapa kompleksnya persoalan perzinahan ini. Pernikahan seperti apa yang bisa diharapkan jika sejak awal pun sudah tidak sah. Untuk kasus perkawinan incest, kalaupun tidak ketahuan oleh manusia lain, akibatnya tetap tidak bisa dihindarkan. Penyakit yang mungkin diderita oleh keturunan yang dihasilkan dari perkawinan incestsemacam itu menjadi suatu hal yang sering ditemui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun