Sungguh menyedihkan jika banyak manusia menunjukkan syukurnya atas rahmat dan karunia Tuhan yang berlimpah justru dengan melakukan segala macam hal yang dilarangNya.
Mungkin banyak di antara kita yang berpikir, sepanjang Tuhan masih memberikan rejeki yang berlimpah, kemudahan di segala urusan kita, berarti Tuhan tidak keberatan dengan segala perbuatan maksiat kita dalam hal ini berzinah, baik sekali maupun berkali-kali, baik dengan satu orang maupun dengan belasan atau puluhan orang. Di dalam buku Al Hikam karangan Syekh Ibn ‘Athaillah el Sakandari saya memperoleh mutiara hikmah yang sangat berkesan yang saya kutip sbb:
“Takutlah bila kebaikan Allah selalu engkau peroleh pada saat engkau terus berbuat maksiat kepadaNya, itu bisa jadi lambat laun akan menghancurkanmu.”
Nasihat tersebut sungguh benar adanya karena Allah telah memperingatkan kita dalam Al Quran Surat Al ‘Araaf, sbb:
QS. 7:182
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui.
Ada atau tidaknya tegoran dari Allah atas perbuatan maksiat kita, jangan dijadikan barometer benar tidaknya perilaku kita. Kita sudah dibekali akal dan perasaan untuk menilai, kita sudah dibekali ilmu berupa perintah dan laranganNya dalam Kitabullah.
Contoh kekonyolan sikap manusia yang menjadikan ada tidaknya tegoran langsung dari Allah menjadi pedoman benar atau tidak perbuatannya saat itu misalnya membawa-bawa Tuhan untuk membenarkan hubungan gelap seseorang. Sepasang manusia yang berselingkuh bisa berkata mungkin memang mereka sudah ditakdirkan oleh Tuhan untuk berjumpa dan jatuh cinta. Jika segala sesuatu tidak mungkin terjadi tanpa ijinNya, tentunya hubungan itu tidak bisa berlanjut. Kenyataan hubungan gelap itu berlanjut maka mestinya Tuhan sudah merestui mereka.
Sungguh naïf manusia yang berpikir seperti itu. Kenyataan bahwa Allah tidak mengintervensi hubungan terlarang semacam itu bukan berarti Allah menyetujui. Mari kita coba untuk memahami hukum Allah. Sekali Allah menetapkan larangan dan perintah, maka hal itu sudah berlaku atas tiap-tiap manusia tanpa kecuali. Allah sudah menyerahkan penerapannya kepada akal yang sudah diberikan kepada setiap insan. Faktanya ada praktek menyimpang, itu semata-mata pelanggaran. Setiap pelanggaran pasti ada sanksi.
Ada satu kisah yang sangat tepat menggambarkan ketetapan Allah atas mahluknya. Di dalam buku yang berjudul Perjumpaan dengan Iblis karangan Muhammad Syahir yang diterbikan oleh Lentera, dikisahkan bagaimana Iblis terus berusaha menggoda Adam dan Hawa ketika di Surga.
QS 2:35