WHO akhirnya menaikkan status virus corona menjadi pandemi. Artinya virus corona telah mewabah secara serentak di mana-mana, menyebar luas hampir ke seluruh dunia. Bagaimana tidak, wabah COVID-19 telah mencapai lebih dari 118.000 kasus di 110 negara di dunia. Hal itu disampaikan oleh Direktur-Jenderal WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus pada 11 Maret 2020.
Sumber : Liputan 6 [Apa yang Berubah Setelah WHO Naikkan Status Virus Corona Jadi Pandemi?]
Dr. Tedros pernah mewanti-wanti agar jangan ada negara manapun yang sesumbar mereka kebal dari virus corona apalagi secara blak-blakan. Pernyataan ini kemungkinan menyindir ucapan Wapres Maruf Amin sebelumnya. Ulama NU itu mengatakan bahwa tidak adanya kasus virus corona di Indonesia berkat Doa Qunut para ulama termasuk dirinya.
Ternyata yang terjadi justru sebaliknya. Kini di Indonesia, pasien virus corona per 11 Maret 2020 mencapai 34 orang. Kasus virus ini sendiri telah masuk ke Indonesia sejak 2 Februari silam tak lama berselang sejak Maruf Amin mengatakan Indonesia kebal dari corona berkat Doa Qunut. Â
Peningkatan kasus corona di Indonesia tentunya sangat mengkhawatirkan dan kemungkinan besar angkanya akan terus bertambah. Ketika melihat situasi seperti ini, agaknya pihak NU yang berada di luar negeri mulai gerah dengan penanganan virus corona di Indonesia dan mengkritik pemerintah.
Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama United Kingdom (PCINU UK) meminta pemerintah RI tidak menganggap remeh COVID-19. Pengurus PCI Muslimat Inggris yang juga pakar clinical epidemiology Nur Hafida Hikmayani, menilai pemerintah harus serius menangani virus corona. Sebab ketika wabah corona telah memasuki suatu negara dan menyebar, maka kerugiannya akan sangat besar.
Senada, Rais Syuriah PCINU UK Didiek S Wiyono menilai pentingnya Indonesia belajar dari kasus COVID-19 di negara lain, seperti Iran dan Italia. Sebab kasus di kedua negara mengalami peningkatan yang signifikan, berbanding terbalik dengan China yang kini terlihat stagnan dan cenderung mengalami penurunan.
Sumber : NU [NU Inggris Minta Pemerintah Indonesia Jangan Remehkan Corona]
Kemungkinan PCINU UK tengah mengingatkan pemerintah dalam mengambil contoh kasus corona di Italia dan Iran agar tidak mengutamakan narasi antisipasi ala reliji dalam menghadapi COVID-19. Kedua negara masih tetap mebuka tempat ibadah walaupun virus corona telah masuk dan menyebar.
Seperti yang terjadi di Iran. Meski telah ada 66 kasus kematian akibat corona, pemerintah Iran menolak menutup tempat ibadah di sana. Bahkan salah satu warga Iran menganggap remeh virus corona dengan menjilat pintu dan kuburan dari Kuil Fatima Masumeh di Qom.
Sedangkan di Italia, disinyalir penyebaran virus corona meningkat drastis karena pemerintah Italia tak melarang atau menganjurkan warganya berkunjung ke tempat ibadah. Padahal tempat-tempat seperti itu sangat riskan terpapar corona dengan ramainya pengunjung yang ada.
Dengan kata lain, penyebaran yang drastis di Iran dan Italia adalah berkat narasi relijius, keyakinan, dan menganggap remeh virus corona.
Sumber : NY Post [Iranians licking religious shrines in defiance of coronavirus spread]
Sumber : ABC News [Coronavirus fears impact religious gatherings and practices across the world]
Oleh karena itu anjuran agar tidak meremehkan corona oleh PCINU UK ditujukan pada narasi relijius yang masih saja dikeluarkan beberapa pihak di Indonesia, salah satunya oleh Wapres Maruf Amin.
Lantas, apa langkah yang dilakukan oleh NU di Indonesia? Hal yang dilakukan PBNU ternyata serupa dengan yang dilakukan Wapres Maruf Amin. Mereka meminta para pengurus di daerah dan pimpinan ponpes membaca doa qunut nazilah dan doa tolak bala demi mencegah penyebaran virus corona.
Tidak ada hal konkret yang dilakukan PBNU. Bukankah ini sama saja dengan meminta Nahdliyin untuk pasrah dan berdoa saja. Lantas ada di mana ikhtiar yang seharusnya dilakukan berbarengan dengan doa?
Sumber : CNN Indonesia [PBNU Minta Kader Baca Doa Tolak Bala dan Qunut Tangkal Corona]
Kita pun jadi bertanya-tanya, apakah hanya sebatas itu upaya yang dapat dilakukan oleh ormas Islam terbesar di Indonesia demi menjaga kemaslahatan umat? Lalu, apakah ormas Islam lainnya juga seperti itu? Pasrah menerima nasib, cukup dengan berdoa?
Ternyata tidak. Beda NU, beda pula Muhammadiyah. Di saat NU hanya meminta umat untuk berdoa dalam menangkal virus corona, Muhammadiyah justru melakukan tindakan yang nyata.
Muhammadiyah telah memiliki sejumlah rumah sakit yang dianggap layak menangani pasien virus corona. Setidaknya 20 RS Muhammadiyah dan 'Aisyiyah telah dipersiapkan untuk tata laksana awal jika ditemukan pasien suspect virus corona.
Selain itu, Muhammadiyah juga telah membentuk tim bernama Muhammadiyah COVID-19 Command Center (MCCC) yang diketuai dr. Corona Rintawan. MCCC diharapkan dapat membantu pemerintah mengatasi wabah corona dengan penanggulangan yang terstruktur dan rapi. Konsep dari MCCC adalah pencegahan, pendeteksian dini, dan penanganan awal.
Muhammadiyah juga telah menyiagakan sekitar 30.000 AUM (Amal Usaha Muhammadiyah) demi melakukan penyuluhan dan sosialisasi terkait COVID-19 beserta upaya pencegahannya.
Sumber : Pikiran Rakyat [Siapkan 20 Rumah Sakit Siaga Virus Corona, Muhammadiyah Tunjuk dr. Corona Jadi Ketua Tim]
Dari sini saja sudah terlihat jelas perbedaan antara NU dengan Muhammadiyah dalam hal kemaslahatan umat. NU fokus menangkal corona dengan doa sedangkan Muhammadiyah menangkal corona dengan ilmu medis dan sains. Bahkan Muhammadiyah telah memiliki dokter yang bernama dr. Corona Rintawan yang menjadi pimpinan MCCC. Dari sekian banyak dokter, ia menjadi simbol bagi Muhammadiyah untuk menahan penyebaran corona. Bukankah itu berarti Muhammadiyah memiliki banyak dokter sehingga dapat dipilih namanya yang sama dengan virus corona?
Beda penanganan antara Muhammadiyah dengan NU tentang corona sebenarnya telah tercermin dari budaya masing-masing kedua organisasi.
Muhammadiyah memang cenderung sering bentrok antar internalnya sendiri seperti yang terjadi antara Ketum PP Muhammdiyah Haedar Nashir dengan tokoh Muhammadiyah Amien Rais di Pilpres terdahulu. Akan tetapi kemungkinan itu disebabkan karena mereka berisikan orang-orang pintar dan kritis. Oleh karena itu acap kali kita lihat fokus Muhammadiyah lebih pada Pendidikan dan tindakan yang nyata demi kemaslahatan umat, terlihat dari banyaknya rumah sakit dan dokter, hingga Universitas Muhammadiyah yang berada di mana-mana.
Sedangkan NU diisikan oleh orang-orang polos dan loyal. Hal ini baik dalam menjaga persatuan NU, akan tetapi sangat disayangkan, segelintir orang pintar di NU telah membodohi kadernya sendiri untuk mengangkat posisi diri sendiri ketimbang mendorong kecerdasan secara merata di kalangan NU. Bahkan Gus Yahya yang merupakan Khatib Aam PBNU sempat menyindir PBNU agar generasi santri muda NU dapat bermakna bagi Indonesia dan kemanusiaan dunia, tak hanya bagi internal NU.
Sumber : Antara News [Gus Yahya: NU harus bisa jadikan energi generasi muda NU bermakna]
Oleh karena itu, maka tak aneh ketika cendekiawan NU lebih memilih melanjutkan sekolah atau berdomisili di luar negeri. Merekalah kalangan NU yang kritis, terbukti dari kritikan PCINU UK terhadap penanganan virus corona di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H