Dalam tulisan sebelumnya berjudul "Dogma Agama Para Kyai Sumber Keributan Corona", penulis telah memaparkan sumber kegegeran masyarakat tentang virus corona. Kepanikan melanda karena informasi dari pemerintah tentang virus corona kurang jelas. Alhasil informasi asimetris beredar di masyarakat.
Informasi asimetris tak akan terjadi andaikan pemerintah tidak memfasilitasi argumentasi sains dan agama dalam satu wadah.
Informasi asimetris menyebabkan ketakutan di masyarakat hingga mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 5 Maret 2020, ketakutan ini terjadi karena ancaman virus corona berkaitan langsung dengan hidup masyarakat. Ada ancaman akan keselamatan dan kesehatan, hingga kemungkinan meninggal dunia.
Orang-orang tentunya lebih memilih untuk tidak berpergian. Akibatnya berdampak pada sektor riil perekonomian. Misalnya pada perusahaan-perusahaan di bidang transportasi dan pariwisata. Mereka tidak akan mendapatkan aktivitas perekonomian yang cukup.
Cepat atau lambat terjadilah unemployment (PHK) di beberapa bidang usaha. Mulai dari airlines, hotel, atau pun jenis usaha lainnya seperti industri manufaktur yang mendapatkan pasokan bahan baku dari China.
Sumber : Detik [Ngeri! Ada Ancaman PHK di Balik Geger Virus Corona]
Terjadinya PHK akan makin memperkeruh kondisi buruh. Apalagi saat ini mereka tengah menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang akan mencapai puncaknya pada 23-24 Maret 2020 nanti.
Pada 5 Maret 2020 Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan akan terjadi demo besar-besaran di Jakarta pada tanggal 23-24 Maret 2020. Demo ini akan diikuti 50.000 buruh dalam rangka meminta pemerintah dan DPR menghentikan pembahasan omnibus law klaster ketenagakerjaan dan hal-hal yang berhubungan dengan ketenagakerjaan.
Sumber : Kompas [23 Maret, Buruh Gelar Aksi Demo Besar-besaran Tolak Omnibus Law]
Maka kabar terjadinya PHK akibat virus corona akan berdampak besar pada protes buruh terkait Omnibus Law Cipta Kerja. Bagaikan menyiramkan minyak ke dalam api.
Oleh karena itu, kita patut mencurigai apakah ada unsur kesengajaan dari para kyai ataupun MUI melemparkan pernyataan agamis tentang corona untuk memperkeruh suasana jelang demo buruh 23 Maret? Apabila benar maka demo tak akan hanya diikuti para buruh, tetapi juga kelompok Islam.
Pertanyaannya, mengapa para kyai dan MUI tak inginkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja disahkan? Bukankah tidak ada hubungannya antara MUI dengan kepentingan para buruh?
Ternyata dalam draft RUU Cipta Kerja terdapat kemudahan untuk mengurus kehalalan suatu produk. Lewat RUU Cipta Kerja yang baru, MUI tak lagi memonopoli penetapan status halal. Ormas Islam berbadan hukum pun bisa mengajukan status halal suatu produk ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Artinya pemasukan uang ke MUI dalam pengajuan sertifikasi halal akan semakin berkurang.
Sumber : Liputan 6 [RUU Omnibus Law: Ormas Bisa Terbitkan Sertifikasi Halal]
Hal ini yang harus diwaspadai oleh pemerintah. Apabila hal ini terus dibiarkan, maka demo 23-24 Maret akan menjadi hal yang besar. Tak tertutup pula kemungkinan Presiden Jokowi dimakzulkan.
Ketika itu terjadi, maka doa dan harapan dari Wapres Maruf Amin akan terkabulkan. Yakni Ketua MUI tak hanya menjadi Wapres, tapi juga Presiden RI di masa mendatang.
"Ke depan mudah-mudahan Ketua Umum MUI bukan hanya jadi wakil presiden, (tapi) jadi presiden RI," ujar Ma'ruf 29 Februari 2020 lalu.
Sumber : Kompas [Ma'ruf Amin: Mudah-mudahan Ketua MUI Bukan Hanya Jadi Wapres, tetapi Presiden]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H