Alaska memasuki lorong menuju kelas dengan langkah gontai, pikirannya kini sedang kalut. Marah, kesal, sedih, takut semua bercampur aduk mengacaukan pikirannya. Alaska bingung bagaimana ia harus bersikap jika berpapasan dengannya.
"Zyva -nya .."
Sapaan itu menggantung di udara. Tanpa saut ia berlalu begitu saja dihadapannya bak dua orang asing yang tak pernah saling kenal.
Tunggu, apa Alaska baru saja diabaikan oleh kekasihnya? Bukankah Zyvanya yang ia kenal adalah wanita yang naif dan lugu. Tapi apa ini? Zyvanya baru saja mengabaikannya? Apa karena kejadian tersebut?
Zyvanya menghela nafas, selalu saja seperti ini. Ia jadi merasa paling buruk dengan mengabaikannya, tetapi ia juga masih sakit hati dan tidak terima.
Haruskah ia mendengarkan penjelasan Alaska? Tapi apa pedulinya, Alaska dengan mudah melukai perasannya, walau bukan sepenuhnya salah Alaska tetapi tetap saja.
.
.
"Ohoo apa kalian tidak tahu malu? Saling berpeluk erat di pinggir jalan? Sungguh memalukan"
Â
"Zyvaa i-inii tidak seperti yang kau lihat" saut Alaska panik
Â
"Oh benarkah Alaska? Apa berarti aku melewatkan sesuatu?"
Â
"Bu-bukan begitu maksudkuu .."
Â
"Sudahlah Alaska, setidaknya jika kau ingin berpelukan bersama Adeeva bilang saja padaku .. mungkin aku akan membantumu .. benar begitu kan Adeeva?" tanya Zyva sinis pada Adeeva yang menatapnya remeh.
Â
"Kalian memang benar-benar menyedihkan" lanjut Zyva seraya jalan menjauh dari keduanya
.
.