Nama          :    Sherina Rachmadani  (2216041046) Reguler B
                    Nefringga Amalia    (2216041078) Reguler B
Mata Kuliah    : Etika Administrasi Publik (Ujian Tengah Semester )
                  Analisis Pelanggaran Etika Administrasi Publik
Dosen Pengampu     : Dr. Susana Indriyati Caturiani, S.IP., M.Si.
PELANGGARAN ETIKA INDIVIDUALIS DALAM ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK TERHADAP DESKRIMINASI PEREMPUAN BERDASARKAN JENIS KELAMIN
Deskriminasi terhadap perempuan masih menjadi salah satu isu yang harus terus didiskusikan. Pola pikir patriarki yang telah manjadi budaya turun temunun sangat sulit dihilangkan dalam kehidupan bermasyarakat. Deskriminasi terhadap perempuan merupakan peanggaran etika individualis, etika individualis merupakan etika administrasi public yang mengakui pentingnya menghormati individu dan keberagaman dalam organisasi administrasi negara. Deskriminasi secara fisik maupun non fisik yang banyak diterima oleh perempuan, menjadi masalah yang berdampak negatif bagi korban. Deskriminasi yang dilakukan seringkali dianggap wajar seperti standar kecantikan yang ada di Indonesia, dan tindakan seperti itu sering kali dilakukan disosial media bahkan secara langsung. Setiap individu memiliki hak yang sama atas kenyamanan dan ketenanangan untuk bernegara.
Etika dalam administrasi publik adalah moral yang harus dipatuhi oleh administrator dalam menjalankan tugas dan wewenang. Etika administrasi public berisi tentang prinsip-prinsip, nilai-nilai yang harus dipatuhi agar mencegah terjadinya mal-administrasi. Maladministrasi adalah faktor yang menunjukan bahwa birokrasi harus memerlukan etika dengan tujuan untuk mempertrahankan nilai-nilai publik. Etika merupakan bagian dari filsafat, nilai dan moral bersifat abstrak yang mengandung nilai baik atau buruk. Nilai individualis adalah nilai-nilai yang dipengang seseorang berupa nilai agama, lingkungan, budaya. Seorang perempuan masih sering dianggap sebagai mahluk kedua, sehingga sering mendapatkan perlakuan-perlakuan perempuan masih dibawah laki-laki. Pandangan ini telah menjadi budaya yang ada dimasyarakat,budaya tersebut sering disebut dengan budaya patriarki. Hal ini mengakibatkan ketidaksetaraan dan sulitnya kemajuan untuk perempuan dalam bidang-bidang tertentu. Kebudayaan patriarki menganggap bahwa laki-laki memiliki peran yang sangat besar dalam kehidupan, laki-laki memiliki kesempatan untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai, dan perempuan ditakdirkan untuk menjadi pendamping laki-laki.
BUDAYA PATRIARKI DI INDONESIA
Budaya patriarki yang terus menerus terjadi terutama di Indonesia melahirkan perilaku-perilaku yang bersifat diskriminasi dari individu ataupun kelompok perempuan. Kebudayaan ini menjadikan perempuan dipandang  hanya sebagai objek penghasil keturunan. Di Indonesia sendiri budaya patriarki tercermin dari beberapa kebudayaan di daerah- daerah seperti kebudayaan bali laki-laki memiliki peran sebagai kepala keluarga dan memiliki kuasa lebih dibandingkan perempuan, sehingga perempuan rentan terhadap penempatan posisi dibawah laki-laki. Menganut kebudayaan Jawa terdapat istilah bahwa perempuan harus biasa manak, macak, masak yang berarti perempuan harus bisa melahirkan atau memberikan keturunan, perempuan harus bisa bersolek diri, dan perempuan harus bisa memasak, bahkan segala urusan urusan rumah tangga mencuci, membersihkan rumah, bahkan menjaga anak dibebankan kepada perempuan.
DISKRIMINASI YANG SERING TERJADI DI INDONESIA
Menetapkan standar kecantikan di Indonesia seperti tinggi, putih, langsing, berambut panjang merupakan salah satu bentuk diskriminasi yang diberikan kepada perempuan. Dilihat dari pengertiangnya deskriminasi adalah perilaku yang melanggar hak asasi manusia, perilaku atau sikap yang melanggar itu meliputi tindak pelecehan, tindak pembatasan, pengecualian individu. Diskriminasi di Indonesia mencakup beragam aspek, mulai dari diskriminasi terhadap minoritas etnis, agama, dan ras, hingga ketidaksetaraan gender dalam kesempatan kerja serta stigmatisasi terhadap komunitas LGBTQ+. Selain itu, orang dengan disabilitas juga akan sering mengalami diskriminasi dalam hal aksesibilitas dan peluang pekerjaan. Pengucilan terhadap kelompok sosial ekonomi rendah juga masih menjadi masalah serius, yang sering kali tercermin dalam ketidak adilan dalam akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan. Selain itu, Penggunaan bahasa daerah atau logat tertentu juga dapat menjadi sumber diskriminasi terhadap individu yang berasal dari daerah tersebut, mengakibatkan ketidaksetaraan dalam berbagai konteks kehidupan sehari-hari.