Mohon tunggu...
Hendra Sakaroben
Hendra Sakaroben Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa Program Studi Pascasarjana Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana

Accountant

Selanjutnya

Tutup

Money

Tugas Matakuliah Prof Dr Apollo (Daito): Sejarah Perpajakan Dunia dan Indonesia Serta Perubahan Sistem Pemungutan

20 Mei 2020   10:53 Diperbarui: 20 Mei 2020   11:06 2386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pajak memiliki sejarah panjang dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya pajak adalah beban yang sesungguhnya secara esensi ingin dihindari oleh semua orang yang dikenakan pajak. Namun hal yang dihindari ini tidak dapat dihindari manusia sejak zaman dahulu.

Dalam sejarah, pajak telah hadir sejak adanya kehidupan manusia dalam bentuk yang telah maju. Maju dalam hal ini bukanlah seperti zaman modern sekarang, namun dalam bentuk manusia sudah mengenal alat tukar, mengenal komunitas, dan mengenal tulisan. Sejarah terawal terkait perpajakan terdapat di daratan Mesopotamia, wilayah yang saat ini dikenal dengan negara Irak. Daerah ini adalah awal lahirnya peradaban manusia.

Dokumen tertulis pun sudah dapat ditemukan di sana, dokumen berkaitan pungutan pajak di Mesopotamia telah terekam 3300 tahun sebelum masehi. Pungutan pajak pada masa tersebut berupa logam mulia, hewan ternak bahkan manusia dalam status budak. Hal ini menandakan bahwa perpajakan sudah menjadi objek yang tidak terlepas dari kehidupan manusia bagaimanapun tidak disukai oleh manusia itu sendiri.

Mesir juga menjadi awal mula perkembangan pajak. Dengan kondisi yang sama dengan Mesopotamia yang masih belum mengenal nilai tukar uang, pembayaran pajak disebutkan dalam bentuk upeti kepada firaun dalam bentuk barang hasil tani, pelayanan dan tenaga kerja. Pemerintahan Mesir Kuno melihat pajak sebagai potensi utama dalam mengembangkan kondisi perekonomian wilayahnya, jadi Mesir Kuno mulai membentuk sistem dalam pemungutan perpajakan. Sistem pengawasan dan penilaian pajak mulai dikenal di Mesir Kuno. Mesir Kuno juga yang memulai dasar penilaian pengenaan pajak dalam bentuk objek. Objek yang pada saat itu yang umum dikenakan pajak adalah hasil pertanian, hasil ternak, gandum, bahkan penggunaan jalur sungai Nil sebagai prasarana mobilisasi barang.

Yunani Kuno dan bangsa Romawi membentuk sistem perpajakan yang lebih maju. Bangsa Yunani Kuno dan Romawi sudah mengenal alat tukar berupa uang, pada masa inilah, bangsa Yunani Kuno dan Romawi menerapkan pemungutan pajak dalam dua bentuk, yaitu uang tunai dan barang seperti penerapan terdahulunya. Pada masa Kekaisaran Romawi bernama Agustus, terjadi revolusi perpajakan yang besar dalam sistem perpajakan yang berlaku dalam wilayah kekaisaran. Sistem pemungutan sederhana dalam bentuk uang tunai dan barang, dengan pemungutan yang bersifat pasti terhadap harta kekayaan dan mulai dikenalnya pajak yang dikenakan atas perorangan.

Dari masa inilah manusia mulai mengenal pajak atas harta dan pajak perorangan. Untuk mendukung program dari kekaisaran Agustus, dibutuhkan langkah besar, yakni pendataan ulang harta kekayaan seluruh lapisan masyarakat di kekaisaran Agustus. Langkah besar ini disebut sebagai sensus ekonomi dan sensus kekayaan rakyat. Kebijakan yang tegas dan revolusioner dalam bidang perpajakan inilah, menjadi dasar keberhasilan bangsa Romawi untuk memiliki pertumbuhan dan perekonomian yang baik pada masa itu dibandingkan negara atau wilayah atau kekaisaran lainnya di dunia.

Pajak pada masa tertentu digunakan sebagai alat pembiayaan untuk mendukung peperangan dan kepentingan kerajaan. Maka penerapan pajak sebagai alat pembiayaan untuk mendukung peperangan tersebut menjadi bersifat memaksa. Perkembangan perpajakan setelah zaman Romawi Kuno terjadi pada masa Eropa mencapai kemakmuran. Pemungutan pajak yang bersifat stabil dan kontinu mulai marak diterapkan, hal ini terjadi pada objek pajak dalam bentuk arus transaksi perekonomian dan harta kekayaan. Sifat yang memaksa dan kondisi perang yang tidak kunjung usai memberikan tekanan bagi warga di Eropa untuk mengakhiri sistem perpajakan. 

Tekanan yang dirasakan dalam pemungutan perpajakan tidak akan berakhir begitu saja, tekanan dalam pemungutan pajak dapat memicu terjadinya pemberontakan. Hal ini dapat dilihat dalam peristiwa bersejarah Revolusi Perancis pada tahun 1789. Revolusi Perancis terjadi disebabkan adanya ketidakadilan dalam pemungutan dan pengenaan pajak terhadap rakyat biasa.

Hal ini dipicu dari ketidakadilan tarif perpajakan yang dikenakan atas bangsawan dan rakyat biasa. Dan penggunaan dari pemungutan perpajakan itu sendiri, yakni untuk memenuhi keinginan atas kemewahan permaisuri dari Raja Louis XVI. Pemberontakan yang berkaitan dengan perpajakan didasarkan atas penyebab berupa ketidakadilan dan kesewenang-wenangan dalam pemungutan perpajakan, pihak yang memungut pajak dan tarif yang dikenakan atas objek pajak.

Memahami sejarah perpajakan dalam kehidupan sejarah manusia, tidak dapat terlepas dari bentuk protes ataupun maksud dari pajak itu dikenakan. Namun tidak dapat disangkal bahwa pajak adalah instrumen terbaik yang dapat dipakai untuk membentuk suatu pemerintahan.

Di Indonesia sendiri, pemungutan perpajakan memiliki sejarah tersendiri, yakni dimulai dari awal masa kerajaan-kerajaan di Indonesia yang dahulu dikenal sebagai Nusantara. Bentuk pajak yang umum digunakan pada masa ini di Nusantara adalah bentuk upeti. Upeti dapat berupa logam mulia, hasil tani, tenaga, dll dengan tujuan untuk membangun kerajaan, melaksanakan aktivitas operasional kerajaan, membangun sarana dan prasarana, dll. Imbal hasil dari upeti ini adalah rasa aman dan ketertiban dalam wilayah kerajaan guna mendukung situasi politik kerjaan.

Ketika bangsa Eropa mulai datang ke wilayah Nusantara, bangsa Eropa memulainya dengan transaksi berdagang, lalu bekerja sama dengan otoritas daerah tersebut, memonopoli perdagangan, menguasai pasar, pelabuhan, dan menguasai wilayah. Setelah menguasai wilayah, bangsa Eropa mulai menerbitkan aturan-aturan perpajakan guna mendukung operasionalnya dalam memperluas pemerintahannya. Sistem kerja paksa juga mendorong terbitnya berbagai aturan perpajakan guna mendapat potensi keuangan dari transaksi hasil tanam paksa. Pajak yang dikenal ini dapat berupa pajak pintu gerbang untuk arus barang dan orang, pajak penjualan barang di pasar, dan pajak terhadap rumah.

Perpindahan pemerintahan dari Belanda ke tangan Inggris dalam masa Gubernur Jenderal Raffles juga menghasilkan cikal bakal pajak yang saat ini kita juga kenal, yakni Pajak Bumi dan Bangunan, pajak ini dikenal sebagai pemungutan sewa tanah pada masa itu. Hal ini berlanjut sampai pada pemerintahan kembali ke penguasaan Belanda dan Jepang. 

Setelah era kemerdekaan pemerintahan era Presiden Soekarno, keadaan Indonesia masih dalam kondisi yang tidak terlalu stabil, hal ini mengakibatkan tidak terlalu banyaknya perubahan dalam sistem perpajakan yang dianut, hal ini menjadikan penerapan perpajakan pada masa kolonial masih digunakan pada masa ini. Perlahan pemerintah mulai membenahi peraturan perpajakan, semisal pada tahun 1957 pemerintah merevisi Pajak Peralihan menjadi Pajak Pendapatan.

Selama masa itu, sistem pemungutan perpajakan di Indonesia menganut sistem perpajakan Official Assessment, yang berarti wewenang penetapan besaran pajak terdapat pada pemerintah. Sistem Official Assessment ini berlangsung sampai tahun 1983 sampai diganti menjadi sistem Self Assessment. Reformasi perpajakan dilakukan melalui PSPN (Pembaharuan Sistem Perpajakan Nasional) dengan menerbitkan lima paket UU Perpajakan, yaitu KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan), PPh (Pajak Penghasilan), PPN dan PPnBM, PBB serta Bea Materai. Sejak saat itu Indonesia masuk ke era pajak yang berbeda dalam sistem pemungutannya. Sistem pemungutan yang berbeda menjadi self-assessment ini yang menyerahkan secara penuh tanggungjawab perhitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak kepada Wajib Pajak mendorong terjadinya satu pilar dalam perpajakan saat ini, yakni pemeriksaan pajak. Pemeriksaan pajak adalah pilar utama dalam sistem self-assessment yang berfungsi sebagai instrumen untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak atas pemenuhan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dalam hal PPN, di mana transaksi perpajakan atas arus barang dan jasa yang menjadikan dasarnya adalah Faktur Pajak. Faktur Pajak adalah dokumen bagi penjual sebagai bukti otentik yang menerangkan bahwa pihak penjual telah memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari pihak pembeli dan bagi pihak pembeli adanya faktur pajak maka PKP dapat mengkreditkan/mengurangi PPN yang harus dibayar. Faktur Pajak berperan besar dalam hal penentuan dasar pengenaan pajak atas transaksi penyerahan Barang dan Jasa Kena Pajak. Namun Faktur Pajak manual yang sebelumnya dapat dibuat oleh PKP Penerbit Faktur Pajak memiliki beberapa kendala, yakni adanya transaksi bodong dalam bentuk Faktur Pajak Fiktif, hal ini mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 1.5 triliun. Besarnya kerugian yang ditanggung negara mengakibatkan DJP menerbitkan reformasi besar-besaran pada pemungutan perpajakan berupa e-faktur. 

E-faktur juga memiliki beberapa manfaat, yakni:

  • pengurangan tanda tangan basah yang digantikan dengan tanda tangan elektronik

  • e-faktur tidak harus selalu dicetak, sehingga mereduksi biaya cetak dan biaya penyimpanan

  • e-faktur yang diterbitkan dalam aplikasi e-faktur dapat sekaligus membuat pelaporan SPT Masa PPN

  • permintaan nomor seri faktur pajak dapat dilakukan pada situs pajak

  • terlindung dari adanya penyalahgunaan faktur pajak yang tidak benar, karena pihak pembeli dapat mengecek keabsahan faktur pajak yang memiliki QR Code

  • kemudahan pengawasan bagi pemerintah dalam hal validasi data pajak

  • mempercepat proses pemeriksaan

Daftar Pustaka

https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/15/190000669/pajak-arti-sejarah-dan-fungsinya?page=all 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun