Wahai bangsaku......
Wahai negeriku......
Ndugama...
Indah sekali rupamu bila dilihat.
"gunung menjulang tinggi.
"ubi, keladi, sayur yang tertanam terbentang luas.
"Pohon-pohon menari dengan datangnya hembusan angin yang segar.
"Tari-tarian permai ciptaan moyang
"Syair-syair Indah terasa nikmat kudengar.
"pakaian-pakaian adat menampakan keberagaman.
"Bangunan-bangunan tradisional turut menjadi tanda kekayaan.
"Dulu segalanya elok kian dipandang.
Duluhnya senyum dan tertawa melewati hari-hariku.
tapi sekarang tangisan, rasa sakit yang kudengar dan kurasakan.
Saya baru sadar, ternyata sudah lama saya berteman baik dengan serigala berbulu domba sebagai manusia.
Lama-lama ia pun berhianat padaku,
Lupa akan tugas dan martabatnya.
Oh sungguh.....
Aku menyesal....
Ketika kau datang.....
Kami menerimamu dengan baik....
Ketika kau butuh lahan dan segala yang kau mau....
Kami berikan semuanya....
Tetapi dibalik semua itu....
Inikah balasannya...?
Oh...... penjajah....
Aku benci....
Aku takut....
Aku bingung....
Dengan apa yang terjadi...
Tindakanmu Sungguh Kejam dan biadab...
Kau mencerai-beraikan kami...
Sehingga kami harus memilih mengungsi ke hutan...
Tanpa membawa bekal apapun...
Oh Tuhan...........
Kini ku merenung kembali...
Ternyata saya ada dibawah kaki gunung...
Meratapi kapan terang itu menghampiriku...
Hanya tersisah harapan....
Kapankah terang itu menerangi Ndugama....
Suatu saat nanti Tuhan akan mengubah duka cita ini menjadi suka cita...
"KARYA ALBERTINA & RINAT"
Puisi ini kami persembahkan untuk orang tua yang hidup pengungsian di Ndugama.
Salatiga 31 Desember 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H