Mohon tunggu...
Desi Kurnia
Desi Kurnia Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Penerapan Kajian Intertekstual Novel "Ayat-ayat Cinta" dan "Surga yang Tak Dirindukan"

13 Januari 2018   20:53 Diperbarui: 13 Januari 2018   20:57 5546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

PENERAPAN KAJIAN INTERTEKSTUAL DALAM NOVEL AYAT-AYAT CINTA

KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY DENGAN NOVEL  SURGA YANG TAK DIRINDUKAN  KARYA ASMA NADIA SEBAGAI BAHAN AJAR

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Menulis Karya Tulis Ilmiah

Dosen Pengampu : Aji Septiaji, S.Pd.,M.Pd

Disusun oleh :

Desi Kurnia

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MAJALENGKA

2018

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Sebuah karya sastra yang tercipta pada dasarnya selain harus memperhatikan  unsur-unsur intrinsik maupun ekstrinsik yang membangun sebuah karya sastra itu, seorang pengarang juga harus memperhatikan pemahaman sastra melalui konteks kesejarahan antara karya sastra yang satu dengan yang lain. Pradopo (2008:168)   mengemukakan bahwa sebuah karya sastra mempunyai hubungan kesejarahan antara karya sezaman yang mendahuluinya, atau yang  kemudian. Hubungan kesejarahan yang dimaksud itu dapat berupa persamaan atau pertentangan. Untuk memahami sastra melalui konteks kesejarahannya, antara karya sastra yang satu dengan karya sastra yang lain dilakukan kajian terhadap sejumlah teks sastra yang diduga mempunyai hubungan tertentu, misalnya menentukan hubungan unsur-unsur intrisiknya seperti: tema, alur, tokoh dan penokohan, sudut pandang, latar, dan amanat  diantara teks yang dikaji. Pengkajian sastra yang bermaksud menemukan hubungan persamaan dan pertentangan antara karya sastra yang satu dengan karya sastra yang lain disebut Kajian Intertekstual.

Novel "Ayat-Ayat" Cinta karya Habiburrahman El Shirazy dengan novel "Surga Yang Tak Dirindukan " karya Asma Nadia merupakan novel yang menampilkan latar yang berbeda namun keduanya sama-sama menceritakan kehidupan di lingkungan para santri beserta konflik percintaan yang mengharu biru bagi siapa saja yang membacanya. Novel "Ayat-Ayat Cinta" karya Habiburrahman El Shirazy merupakan salah satu novel yang pernah diadaptasi ke layar lebar. Cerita yang disajikan mampu mengalahkan cerita yang begitu populer pada masa itu. Berbeda dengan "Ayat-Ayat Cinta" yang begitu khas menceritakan tradisi religius Timur Tengah. Namun, "Surga Yang Tak Dirindukan" lebih khas menceritakan khasanah kebudayaan bangsa kita sendiri dengan segala kekayaan budaya religius yang sunguh indah dan penuh warna.

Bertolak dari pendapat di atas, penulis bermaksud mengkaji hubungan intertekstual novel "Ayat-Ayat Cinta" karya Habiburrahman El Shirazy dengan novel "Surga Yang Tak Dirindukan" karya Asma Nadia. Hal yang mendasari kajian ini pada hubungan intertekstual novel "Ayat-Ayat Cinta" karya Habiburrahman El Shirazy dengan novel "Surga Yang Tak Dirindukan" karya Asma Nadia dilihat dari unsur instrinsiknya( tema, alur, tokoh dan penokohan, sudut pandang, latar, dan amanat) kedua novel tersebut. Selain itu juga, alasan penulis memilih kedua novel ini sebagai objek kajian karena pada kedua novel ini memiliki persamaan, terutama mengenai isi cerita yang banyak digemari oleh masyarakat banyak. Cerita yang disajikan begitu menyatu dengan kehidupan masyarakat, karena konflik percintaan yang mampu mensugesti pembacanya.

Tidak hanya itu, nilai-nilai keagamaan yang diajarkan lewat ceritanya pun mampu memberikan inspiratif penggugah religuitas bagi siapa saja yang membacanya. Selain itu juga penggambaran kebiasaan para santri yang hidup dalam lingkungan keagamaan atau yang sering disebut dengan pondok pesantren pun dapat dijadikan sebagai contoh betapa indahnya kehidupan yang dipenuhi dengan kebiasaan diri untuk beribadah.

Kedua novel baik novel ayat-ayat cinta karya Habiburahman El-shirazy dan surga yang tak dirindukan karya Asma Nadia menyuguhkan cerita-cerita bernuansa islam yang amat kental mengukuhkan novel ini sebagai media atau bahan ajar yang menarik dan menyenangkan bagi para siswa dalam mengenal dan belajar serta memahami sastra terutama sastra Indonesia. Banyak hikmah yang dapat dipetik melalui susunan bahasa yang indah dan halus. Tiap kejadian tersusun secara kompak, satu kejadian akan berhubungan dengan kejadian selanjutnya. Nyaris tidak ada kejadian yang sia-sia. Tiap babnya menghadirkan kejutan-kejutan tersendiri, hingga pembaca(termasuk para siswa) dibuat penasaran untuk terus mengikuti kisahnya dari akhir hingga akhir cerita.

Rumusan Masalah

Apa persamaan dan perbedaan unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburahman El-Shirazy dan novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia?

Bagaimana pngaruh novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburahman El-Shirazy dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia?

Apakah novel Ayat-ayat cinta karya Habiburhman El-Shirazy dan Surga Yang Tak Dirindukan dapat dijadikan bahan ajar Apresiasi Sastra ditinjau dari unsur intrinsik ?

Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburahman El-Shirazy dan novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia.

Untuk mengetahui pengaruh novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburahman El-Shirazy dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia.

Untuk mengetahui novel Ayat-ayat cinta karya Habiburhman El-Shirazy dan Surga Yang Tak Dirindukan dapat dijadikan bahan ajar Apresiasi Sastra ditinjau dari unsur intrinsik.

BAB II

KAJIAN TEORI

Kajian Intertekstual

Pada bagian ini akan diuraikan sejumlah  teori. Teori-teori tersebut meliputi (1) Pengertian Kajian Intertekstual (2) Tujuan Kajian Intertekstual (3) Konsep Penting Kajian Intertekstual.  

Pengertian Intertekstual

Menurut Burhan Nurgiyantoro (2012:50) mengemukakan bahwa kajian intertekstual dimaksudkan sebagai kajian terhadap sejumlah teks (lengkapnya: teks kesastraan), yang diduga mempunyai bentuk-bentuk hubungan tertentu, misalnya untuk menemukan adanya hubungan unsur-unsur intrinsik seperti ide, gagasan, peristiwa, plot, penokohan,(gaya) bahasa, dan lain-lain, diantara teks-teks yang dikaji. Secara lebih khusus dapat diartikan bahwa kajian interteks berusaha menemukan aspek-aspek tertentu yang telah ada pada karya-karya sebelumnya pada karya yang muncul lebih kemudian. Dalam kaitan ini, Luxemburg dkk (dalam Burhan Nurdiyantoro, 2012:50), mengartikan intertekstualitas sebagai : kita menulis dan membaca dalam suatu interteks suatu tradisi budaya, sosial, dan sastra, yang tertuang dalam teks-teks. Setiap teks sebagian bertumpu pada konvensi sastra dan bahasa dan di pengaruhi oleh teks-teks sebelumnya.

Kajian intertekstual berangkat dari asumsi bahwa kapan pun karya ditulis, ia tidak mungkin lahir dari situasi kekosongan budaya. Unsur budaya, termasuk semua konvensi dan tradisi di masyarakat, dalam wujudnya yang khusus berupa teks-teks kesastraan yang ditulis sebelumnya. Dalam hal ini kita dapat mengambil contoh, misalnya sebelum para pengarang Balai Pustaka menulis novel, di masyarakat telah ada hikayat dan berbagai cerita lisan lainya seperti pelipur lara. Terlihat adanya kaitan mata rantai antara penulisan karya sastra (novel) dengan unsur kesejarahannya. Penulisan suatu karya tidak mungkin terlepas dari unsur kesejarahannya, dan pemahaman terhadapnya pun haruslah mempertimbangkan unsur kesejarahannya itu. Makna keseluruhan sebuah karya, biasanya secara penuh baru dapat di gali dan diungkap secara tuntas dalam kaitanya dengan unsur kesejarahan tersebut.

Selain itu, karya sastra (novel) yang ditulis lebih kemudian, biasanya mendasarkan diri pada karya-karya lain yang telah ada sebelumnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik dengan cara meneruskan maupun menyimpang (menolak, memutarkan balikan esensi) konvensi. Karya sastra selalu merupakan tantangan, yang terkandung dalam perkembangan sastra sebelumnya, yang secara konkret mungkin berupa sebuah atau sejumlah karya. Hal itu, menunjukan keterikatan suatu karya dari karya-karya lain yang melatar belakanginya.

Menurut Rachmat Djoko Pradopo (2008:167) mengemukakan bahwa intertekstual adalah analisis karya sastra (termasuk novel)  untuk   memberi makna sepenuhnya kepada unsur -unsur karya sastra dan keseluruhan karya sastra. Untuk mendapatkan makna sepenuhnya itu dalam menganalisis tidak boleh dilepaskan karya sastra dari konteks sejarah dan konteks sosial-budayanya.

Teeuw (dalam Rachmat Djoko Pradopo, 2008:167), mengemukakan bahwa karya sastra ini tidak lahir dalam situasi kosong kebudayaanya termasuk dalamnya situasi sastranya. Dalam hal ini, karya sastra dicipta berdasarkan konvensi sastra yang ada, yaitu meneruskan konvensi sastra yang ada, di samping juga sebagai sifat hakiki sastra, yaitu sifat kreatif sastra, karya sastra yang timbul kemudian itu dicipta menyimpangi ciri-ciri dan konsep estetik sastra yang ada. Selalu ada ketegangan antara konvensi dengan pembaharuan.

Sebuah karya sastra, baik puisi maupun prosa, mempunyai hubungan sejarah antara karya sezaman, yang mendahuluinya atau yang kemudian. Hubungan sejarah ini baik berupa persamaan ataupun pertentangan. Dengan hal demikian ini, sebaiknya membicarakan karya sastra itu dalam hubunganya dengan karya sezaman, sebelum, atau sesudahnya.

Dalam hal hubungan sejarah antarteks itu, perlu diperhatikan prinsip intertekstualitas. Hubungan ini dapat berupa persamaan atau pertentangan. Teks sastra yang menjadi latar penciptaan karya sastra sesudahnya itu disebut hipogram. Karena tak ada karya yang lahir itu mencontoh atau meniru karya sebelumnya yang diserap dan ditransformasikan dalam karya itu. Karena hal yang demikian ini, dikatakan oleh Julia Kristeva (dalam Rachmat Djoko Pradopo, 2008 :167) bahwa setiap teks sastra itu merupakan mosaik kutipan-kutipan, penyerapan dan transformasi teks-teks lain.

Menurut Nyoman Kutha Ratna (2007:172) mengemukakan pngertian interteks sebagai jaringan hubungan antara satu teks dengan teks yang lain. Lebih dari itu, teks itu sendiri secara etimologis (textus, bahasa Latin) berarti tenunan, anyaman, penggabungan, susunan, dan jalinan. Interteks dapat dilakukan antara novel dengan novel, novel dengan puisi, novel dengan mitos. Hubungan yang dimaksudkan tidak semata-mata sebagai persamaan, melainkan juga sebaliknya sebagai pertentangan, baik sebagai parody maupun negasi. Pada dasarnya tidak ada teks tanpa interteks. Interteks memungkinkan terjadinya teks plural, dan dengan demikian merupakan indicator utama pluralisme budaya. Dalam teori-teori sastra tradisional, khususnya penelitian secara fisiologis, hubungan yang ditujukkan melalui persamaan-persamaan disebut penurunan, jiplakan, bahkan sebagai plagiat. Tetapi sekarang, dalam teori sastra kontemporer, selama dalam batas-batas orisinalitas, penurunan semacam ini termasuk kreativitas.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa kajian  intertekstual adalah kajian dan analisis terhadap sejumlah teks kesusastraan, yang diduga mempunyai bentuk-bentuk hubungan tertentu, untuk menemukan aspek-aspek tertentu yang telah ada pada karya-karya sebelumnya pada karya yang muncul lebih kemudian. Hubungan yang dimaksudkan tidak semata-mata sebagai persamaan, melainkan juga sebaliknya sebagai pertentangan.

Tujuan Kajian Intertekstual

A Teeuw (dalam Burhan Nurdiyantoro, 2012:50) mengemukakan bahwa  tujuan kajian interteks itu sendiri adalah untuk memberikan makna secara lebih penuh terhadap karya tersebut. Penulisan dan pemunculan sebuah karya sering ada kaitanya dengan unsur kesejarahanya sehingga pemberian makna itu akan lebih lengkap jika dikaitkan dengan unsur kesejarahan itu.

Menurut Kristeva (dalam Nyoman Kutha Ratna, 2007:173), setiap teks harus dibaca atas dasar latar belakang teks-teks lain.  Produksi makna terjadi dalam interteks, yaitu melalui proses oposisi, permutasi, dan transformasi. Penelitian dilakukan dengan cara menemukan hubungan-hubungan bermakna di antara dua teks atau lebih. Teks-teks yang dikerangkakan sebagai interteks tidak terbatas sebagai persamaan genre, interteks memberikan kemungkinan yang seluas-luasnya bagi peneliti untuk menemukan hypogram.  

Konsep Penting Intertekstual

Nyoman Kutha Ratna (2007:172) mengemukakan konsep penting dalam teori interteks adalah hypogram. Karya sastra yang dijadikan dasar penulisan bagi karya yang kemudian disebut  sebagai hipogram 'hypogram'. Istilah hipogram barangkali, dapat di indonesiakan menjadi latar, yaitu dasar, walaupun mungkin tak tampak secara eksplisit, bagi penulisan karya yang lain. Wujud hipogram mungkin berupa penerusan konvensi, sesuatu yang telah bereksistensi, penyimpangan dan pemberontakan konvensi, memutar balikan esensi dan amanat teks (-teks) sebelumnya. Fungsi hypogram dengan demikian merupakan petunjuk hubungan antarteks yang dimanfaatkan oleh pembaca, bukan penulis, sehingga memungkinkan terjadinya perkembangan makna.

Prinsip intertekstualitas yang utama adalah prinsip memahami dan memberikan makna karya yang bersangkutan. Karya itu diprediksikan dengan reaksi, penyerapan, atau transformasi dari karya(-karya) yang lain. Masalah intertekstual lebih dari sekedar pengaruh, ambilan, atau jiplakan, melainkan bagaimana kita memperoleh makna sebuah karya secara penuh dalam kontrasnya dengan karya lain yang menjadi hipogramnya, baik berupa teks fiksi maupun puisi. Adanya karya (-karya) yang ditransformasikan dalam penulisan karya sesudahnya ini menjadi perhatian utama kajian intertekstual, misalnya lewat pengontrasan antara sebuah karya dengan karya(-karya) lain yang diduga menjadi hipogramnya. Adanya unsur hipogram dalam suatu karya, hal itu mungkin disadari mungkin juga tidak disadari oleh pengarang. Kesadaran pengarang terhadap karya yang menjadi hipogramnya, mungkin berwujud dalam sikapnya yang meneruskan, atau sebaliknya menolak, konvensi yang berlaku sebelumnya. Kita lihat misalnya, Chairil Anwar menolak wawasan estetika sajak-sajak angkatan sebelumnya yang ada dalam hal ini ia memilih sajak-sajak Amir Hamzah yang dianggap mewakili zamannya dan menawarkan wawasan estetika baru yang ternyata mendapat sambutan secara luas. Hal itu terlihat, misalnya, dengan banyaknya penyair sesudahnya yang "berguru" pada puisi-puisinya sehingga hal itu pun akhirnya menjadi konvensi pula.

Kemudian, pada tahun 70-an, muncul Sutardji Calzoum Bahri yang "menanggapi" atau mereaksi puisi-puisi Chairil (beserta "pengikutnya"), juga dengan cara menolak wawasan estetikanya yang telah mentradisi, yaitu dengan kredonya yang ingin membebaskan kata dari belenggu makna dan tata bahasa. Penolakan Sutardji terhadap Chairil tersebut, pada hakikatnya, juga dikarenakan ia menawarkan wawasan estetikanya sendiri.

Unsur-unsur Intrinsik Novel

Pada bagian ini akan diuraikan sejumlah  teori. Teori-teori tersebut meliputi (1) Tema (2)  Alur atau Plot  (3) Tokoh dan Penokohan (4) Sudut Pandang (5) Latar atau Setting (6) Amanat.

Tema

 Scharbach  (dalam Aminuddin, 2014:91) istilah tema berasal dari bahasa Latin berarti 'tempat meletakkan suatu perangkat'. Disebut demikian karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Sebab itulah penyikapan terhadap tema yang diberikan pengarangnya dengan pembaca umumnya terbalik. Seorang pengarang harus memahami tema cerita yang akan di paparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur signifikan yang menjadi media pemapar tema tersebut.

Dalam upaya pemahaman tema, pembaca perlu memperhatikan beberapa langkah berikut secara cermat.

Memahami setting dalam prosa fiksi yang dibaca.

Memahami penokohan dan perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca.

Memahami satuan peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam prosa fiksi yang dibaca.

Memahami plot atau alur cerita dalam prosa fiksi yang dibaca.

Menghubungkan pokok-pokok pikiran yang satu dengan lainya yang disimpulkan dari satuan-satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita.

Menentukan sikap penyair terhadap pokok-pokok pikiran yang ditampilkannya.

Mengidentifikasi tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan bertolak dari satuan pokok pikiran serta sikap penyair terhadap pokok pikiran yang di tampilkannya.

Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkannya dalam satu dua kalimat yang diharapkan merupakan ide dasar cerita yang dipaparkan pengarangnya.

Alur atau Plot

Menurut Aminuddin (2014:83),  pengertian  alur dalam cerpen atau dalam karya fiksi pada umumnya adalah cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Istilah alur dalam hal ini sama dengan istilah plot maupun struktur cerita. Tahapan peristiwa yang menjalin suatu cerita bisa terbentuk dalam rangkaian peristiwa yang berbagai macam.

Loban (dalam Aminudin, 2014:84-85),  menggambarkan gerak tahapan alur cerita seperti halnya gelombang. Gelombang itu berawal dari 1. Eksposisi, 2. Komplikasi atau intrik-intrik awal yang akan berkembang menjadi konflik hingga menjadi konflik, 3. Klimaks, 4. Relevasi atau penyingkatan tabir suatu problema, dan 5. Denouement atau penyelesaian yang membahagiakan, yang dibedakan dengan catastrophe, yakni penyelesaian yang menyedihkan dan solution, yakni penyelesaian yang masih bersifat terbuka karena pembaca sendirilah yang dipersilahkan menyelesaikan lewat daya imajinasi nya.

Tokoh dan Penokohan

Peristiwa dalam karya fiksi seperti halnya peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, selalu diemban oleh tokoh atau pelaku-pelaku tertentu. Pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita disebut dengan tokoh. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut dengan penokohan.

Para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang berbeda-beda. Seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita disebut dengan tokoh inti atau tokoh utama. Sedangkan tokoh yang memiliki peranan tidak penting karena pemunculannya hanya melengkapi, melayani, mendukung pelaku utama disebut tokoh tambahan atau tokoh pembantu.

Dalam upaya memahami watak pelaku, pembaca dapat menelusurinya lewat, diantaranya :

Tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya.

Gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupanya maupun caranya berpakaian.

Menunjukkan bagaimana perilakunya.

Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri.

Memahami bagaimana jalan pikiranya.

Melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya.

Melihat bagaimana tokoh lain berbincang dengannya.

Melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memberikan reaksi terhadapnya.

Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya.

Sudut Pandang  

Aminuddin (2014:90), mengemukakan bahwa sudut pandang merupakan cara yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.

Latar atau Setting

Setiap peristiwa dalam kehidupan pada dasarnya juga selalu berlangsung di tempat-tempat tertentu yang berhubungan dengan daerah, misalnya kota atau desa, lokal, misalnya rumah atau pasar, sampai ke tempat-tempat spesifik ataupun benda-benda tertentu seperti papan tulis, tembok, meja makan, bunga-bungaan, dan lain-lainnya. Pada sisi lain, kegiatan tersebut juga selalu berada dalam waktu tertentu serta dilatarbelakangi peristiwa tertentu pula, mungkin kegiatan kerja di kantor, ingarnya orang berbelanja di pasar, dan lain-lainnya.

Apa yang dipaparkan di atas juga berlaku dalam cerita fiksi karena peristiwa-peristiwa dalam cerita fiksi juga selalu dilatarbelakangi oleh tempat, waktu, maupun situasi tertentu. Leo Hamalian dan Frederick R. Karel (dalam Aminuddin, 2014:68 ) menjelaskan bahwa setting dalam karya fiksi bukan hanya berupa tempat, waktu, peristiwa, suasana serta benda-benda dalam lingkungan tertentu, melainkan juga dapat beruapa suasana yang berhubungan dengan sikap, jalan pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam menanggapi suatu problema tertentu.

Amanat

Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Dalam penyampaiannya, amanat disampaikan secara tersurat dan tersirat melalui individu ciptaan pengarang dalam cerita.

Bahan Ajar

Pada bagian ini akan diuraikan sejumlah  teori. Teori-teori tersebut meliputi (1) Pengertian Bahan Ajar (2)  Jenis-jenis Bahan Ajar (3)Pengembangan Bahan Ajar.

Pengertian Bahan Ajar

Menurut National Centre for Competency Based Training (2007), pengertian bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bahan yang dimaksudkan dapat berupa bahan tertulis maupun tidak tertulis. Pandangan dari ahli lainnya mengatakan bahwa bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis, baik tertulis maupun tidak tertulis, sehingga tercipta suatu lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa belajar.

Menurut Panen (2001) mengungkapkan bahwa bahan ajar merupakan bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis,yang digunakan guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran (Andi, 2011:16)

Menurut Direktorat Sekolah Atas (2008: 6), bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.

Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat diambil  kesimpulan bahwa bahan ajar merupakan kompenen pembelajaran yang digunakan oleh guru sebagai bahan belajar bagi siswa dan membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas.

Jenis-jenis Bahan Ajar

Jenis bahan ajar dibedakan atas beberapa kriteria pengelompokan. Menurut Koesnandar (2008), jeni bahan ajar berdasarkan subjeknya terdiri dari dua jenis antara lain:

Bahan ajar yang sengaja dirancang untuk belajar, seperti buku, handouts, LKs dan modul.

Bahan ajar yang tidak dirancang namun dapat dimanfaatkan untuk belaja, mislanya kliping, Koran, film, iklan atau berita.

Koesnandar juga mengatakan bahwa jika ditinjau dari fungsinya, bahan ajar dirancang terdiri atas tiga kelompok yaitu bahan presentasi, bahan referensi, dan bahan belajar mandiri.

Berdasarkan teknologi yang digunakan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas (2008: 11) mengelompokkan bahan ajar menjadi empat kategori, yaitu bahan ajar cetak (printed) antara lain handout, buku, modul, lembar kegiatan siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, dan model/maket. Bahan ajar dengar (audio) antara lain kaset, radio, piringan hitam, dan compactdisk audio. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compactdisk, dan film.

Pengembangan Bahan Ajar

Pengembangan suatu bahan ajar harus didasarkan pada analisis kebutuhan siswa. Terdapat sejumlah alasan mengapa perlu dilakukan pengembangan bahan ajar, seperti yang disebutkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas (2008: 8-9) sebagai berikut.

Ketersediaan bahan sesuai tuntutan kurikulum, artinya bahan belajar yang dikembangkan harus sesuai dengan kurikulum

Karakteristik sasaran, artinya bahan ajar yang dikembangkan dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa sebagai sasaran, karakteristik tersebut meliputi lingkungan sosial, budaya, geografis maupun tahapan perkembangan siswa

Pengembangan bahan ajar harus dapat menjawab atau memecahkan masalah atau kesulitan dalam belajar.

Dengan demikian, pengembangan bahan ajar di sekolah perlu memperhatikan karakteristik siswa dan kebutuhan siswa sesuai kurikulum, yaitu menuntut adanya partisipasi dan aktivasi siswa lebih banyak dalam pembelajaran. Pengembangan lembar kegiatan siswa menjadi salah satu alternatif bahan ajar yang akan bermanfaat bagi siswa menguasai kompetensi tertentu, karena lembar kegiatan siswa dapat membantu siswa menambah informasi tentang materi yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis

BAB III

PEMBAHASAAN

Persamaan dan Perbedaan Unsur Intrinsik yang terdapat dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburahman El-Shirazy dan novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia.

Tema

Tema dalam novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburahman El-Shirazy memiliki kesamaan dengan tema dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia. Berikut rincian tema kedua novel tersebut.

Novel Ayat-Ayat Cinta

Novel Surga Yang Tak Dirindukan

Religius, yang berisikan ajaran-ajaran tentang kehidupan manusia untuk dapat bersikap dan bertindak sesuai dengan ajaran agama Islam yang sesunguhnya.

Religius, yang berisikan ajaran

kehidupan manusia sesuai dengan tuntunan Agama Islam.

Alur

Alur novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburahman El-Shirazy menggunakan pola alur yang sama dengan pola alur yang terdapat dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia. Secara singkat kesamaan alur, yaitu alur maju dalam novel Ayat-Ayat Cinta dan novel Surga Yang Tak Dirindukan dapat dirincikan sebagai berikut.

No.

Novel Ayat-Ayat Cinta

No.

Novel Surga Yang Tak Dirindukan

1.

Tahap Eksposisi

Alur Ayat-Ayat Cinta diawali dengan pelukisan suasana latar kota, yaitu kota Cairo yang terletak di Mesir. Penggambaran kota Cairo dengan disertai pelukisan suasana kota yang begitu khas, serta dengan penceritaan kegiatan rutinitas masyarakat kota Cairo setiap hari khususnya pada waktu siang hari.

Pada saat Fahri mulai berpendidikan di Universitas Al-Azhar dan tinggal di flat bersama Reka mahasiswa dari Indonesia, kemudian kenal dengan tetangga dekatnya yaitu Maria sekeluarga. Serta menjalankan perkuliahan sebagaimana mestinya serta mengenal orang-orang Mesir diantaranya Syaikh Usman, Syaikh Ahmad dan tak lupa teman teman aktifis dari Mesir juga teman sepermainan Fahri pada saat main bola.

1.

Tahap Eksposisi

Kisah ini berawal dari kisah gadis yang bernama Arini, seorang gadis yang selalu menghayalkan kehidupannya dalam cerita dongeng. Bahwa kelak akan ada seorang lelaki tampan yang melamarnya dan hidup bahagia bersamanya selamanya. Akhirnya dia pun menikah dengan seorang lelaki yang bernama Andika Prasetya yang merupakan teman masa kecil Arini dan kakaknya. Kehidupan Arini dan suaminya berjalan dengan mulus. Dalam pernikahannya dikaruniai 3 orang anak yaitu Nadia, Adam, Putri.

2.

Tahap Komplikasi

Penyebab awal timbulnya konflik dalan novel Ayat -- Ayat Cinta berawal dari pertemuan Fahri dan Aisyah di sebuah Metro yang secara tidak disengaja. Keberanian Fahri  yang menolong orang asing dari makian dan hinaan orang Mesir membuat Aisha jatuh hati padanya. Secara diam-diam disela keseringan Aisha bertemu Fahri dengan alasan membantu Alicia, orang asing yang telah ditolong Fahri dan Aisha di dalam sebuah Metro tersebut membuat Aisha tak

dapat menahan gejolak asmara dalam hatinya. Begitu besar rasa kagum Aisha kepada Fahri dan pada akhirnya Aisha

menyuruh pamannya untuk

melamar Fahri untuk dirinya. Begitu juga sebaliknya Fahri pun tidak menolak niat baik dari paman Aisha untuk melamar dirinya. Setelah melihat kecantikan Aisha, Fahri pun merasa ia adalah orang yang paling beruntung mendapatkan seorang calon istri yang tidak hanya cantik tetapi juga soleha. Pada akhirnya Fahri menerima lamaran itu dan akhirnya

keduanya pun menikah. Secara tak disadari pernikahan keduanya menimbulkan berbagai konflik dari berbagai pihak, khususnya sahabatsahabat

Fahri yang mengangap

Fahri menikahi Aisha

dikarenakan harta semata. Tidak hanya itu, masalah lain yang timbul akibat pernikahan ini adalah rasa sakit dan kecewa Maria, Nurul, dan Noura yang diam-diam mencintai Fahri menjadi bumerang dalam rumah tangga Fahri dan Aisya. Terlebih lagi atas keberanian Nurul yang siap menjadi istri kedua Fahri, begitu juga Noura yang berani menuduh Fahri memperkosa dirinya.

2.

Tahap Komplikasi

Setelah 10 tahun berlalu, Rumah tangga yang dulunya harmonis kini berubah  setelah pras menolong seorang perempuan yang mencoba bunuh diri dengan menabrakkan mobilnya dipembatas jalan. arena kehamilannyadiluarpernikahan.Prasmengantarkan perempuan tersebut ke rumah sakit. Pras bertambah panik ketika dokter menyuruhnya untuk menandatangani sebuah surat yang menyatakan bahwa perempuan tersebut harus dioperasi, karena mengalami pendarahan. Kemudian Pras bersediauntuk menandatangani sebuah surat. Setelah perempuan tersebut di operasi Pras merasa lega. Kemudian keduanya saling berkenalan  dan perempuan tersebut bernama Mey Rose. Selama beberapa hari dirawat di rumah sakit, Pras memberikan perhatian yang lebih kepada Mey Rose. Dan Mey Rose pun merasa nyaman, sehingga diapun tidak menginginkan ada perpisahan diantara mereka. Hingga akhirnya Mey Rose pun berfikir untuk menikah dengan Pras. Pras pun merasa kasihan dengan Mey Rose dan anaknya. Akhirnya pun Pras menikahinya tanpa memberitahukan hal ini kepada Arini. Lama kelamaan Arini pun merasa curiga dengan sikap Pras, karena perhatian dan kasih sayangnya mulai berubah kepada keluarganya.

Tahap klimaks

konflik dalam novel

Ayat-Ayat Cinta ini terjadi pada saat ujian-ujian yang datang menimpa rumah tangga Aisha dan Fahri. Mulai dari keinginan Nurul yang ingin dinikahi oleh Fahri, sampai penangkapan Fahri yang disebabkan tuduhan pemerkosaan kepada Noura.

Disinilah puncak klimaks

terjadi, kesadaran Aisha bahwa begitu banyak gadis yang mencintai suaminya, serta tidak hanya itu pada akhirnya pun Aisha mengetahui bahwa secara diam-diam Maria telah

menyimpan rasa cinta kepada suaminya. Aisha sadar bahwa ia telah hadir di tengah-tengah Maria dan Fahri. Aisha mengetahui semua itu setelah ia membaca diary Maria yang

isinya menceritakan rasa cinta Maria kepada Fahri. Puncak klimaks yang selanjutnya adalah perlunya

membebaskan Fahri dari

tuduhan pemerkosaan. Fahri

dapat bebas apabila Maria

memberikan kesaksiannya.

Namun, Maria tak dapat bagun dari sakitnya. Segala cara dilakukan untuk membuat Maria sembuh tetapi semua sia-sia. Hanya ada satu jalan yaitu, Fahri menyentuh tangan Maria dan untuk semua itu mereka haruslah semuhrim. Kesetian Aisha kepada suaminya membuat Aisha mengizinkan suaminya menikahi Maria. Disinilah puncak konflik yang begitu memuncak, Fahri yang tak ingin menduakan istrinya bertolak belakang dengan keinginan Aisya yang ingin melihat suaminya bahagia meskipun ia rela untuk dipoligami.

3.

Tahap Klimaks

Suatu ketika Arini menemukan surat dari Rumah Sakit tempat Pras memeriksakan anak Mey Rose. Kemudian Arini pun mendatangi Rumah Sakit tersebut dan menanyakan nomor telepone dari pasien tersebut. Setelah itu  Arini menelphon nomor tersebut. Arini pun terkejut karena yang mengangkat telephonnya adalah seorang wanita yang dengan bangganya menyebut dirinya sebagai "Nyonya Prasetya". Setelah itu Arini mendatangi Prasetya ke kantor, namun ditengah perjalanan Arini melihat Prasetya mencium kening seorang  perempuan dan mengusap kepala anak kecil yang berada disampingnya. Setelah itu Arini mengetahui bahwa Pras selingkuh dibelakangnya.

4.

Tahap Peleraian

Pada tahap ini diceritakan

kebebasan Fahri setelah Maria memberikan kesaksian tentang apa yang terjadi. Pada tahap ini pula diceritakan kondisi Maria yang semakin lemah. Akhirnya jalan satu-satunya Fahri terpaksa menikahi Maria yang terbaring koma, karena alasan dia akan sembuh apabila di sentuh oleh Fahri, serta Fahri tertekan akan beberapa hal termsauk dari Aisah dan orang tua Maria. Yaitu pertama, saksi kunci dalam kasus ini adalah Maria. Kedua,  Fahri cemas dan bertanggung jawab atas Aisah yang sedang mengandung, ia ingin Fahri segera bebas dan ia ingin bahwa pada saat melahirkan anaknya Fahri harus hadir di sisinya, dan Aisah pun mengijinkan Fahri menikahi Maria secepatnya. Dan akhirnya Mereka Menikah dan Maria sembuh dengan sentuhan Fahri, walaupun dia masih duduk di Bantu dengan kursi roda, dan dia bisa menjadi saksi kunci kasus Fahri dengan Noura. Dan Alhamdulilah kebenaran selalu menang Fahri Bebas dengan kesaksian Maria, serta kejujuran Noura kenapa dia melakuakn hal sehina tersebut karena dia mencintai Fahri. dan saksi yang melihat merupakan saksi palsu.

4.

Tahap Peleraian

Melihat kejadian tesebut Arini pergi meninggalkan tempat tersebut untuk pergi kerumah ibunya bersama tiga anaknya. Disana ia menceritakan semuanya kepada ibunya dan dia menenangkan pikirannya. Lalu dia menelephon rumah Mey Rose dan memintanya untuk meninggalkan Pras. Tetapi Mey Rose dengan tegas menolaknya kemudian Pras datang dan terkejut dengan tidak adanya Arini dirumahnya.

5.

Tahap Akhir

Fahri memiliki dua orang istri yang sholehah yang pertama Aisah dan yang Kedua Maria yang masih sakit-sakitan karena dia terlalu emosi pada saat persidangan, dan akhirnya Maria di rawat kembali, dan pada saat dia dirawat ada keanehan yang terjadi pada Maria, yaitu Maria tertidur dan bermimpi tiba di tujuh pintu surga dan dia mau masuk karena kenikmatanya, ternyata dia tidak di perbolehkan masuk sampai pintu keenam dan pintu terakhir dia boleh masuk tapi dengan syarat yaitu pertama harus mempunyai wudlu dan syahadat, kemudian dia kembali pulang dan seseorang itu menunggu kembalinya Maria. Maria terbangun dan dihadapannya ada Fahri dan Aisah, dia meminta tolong untuk melakukan wudlu dan syahadat, kemudian Fahrimembantu dan ia bercerita kejadian di dalam mimpinya, kemudian Maria Meminta Fahri dan Aisah untuk memngajarkan syahadat, pada saat selesai syahadat, maka selesai pula riwayat Maria dia meninggal dengan diakhiri Dua Kalimah Syahadat, ada pesan ketika ngobrol dengan Fahri juga Aisah, Maria akan menunggu Fahri di surga Firdaus untuk memadu cinta dan kasih.

5.

Tahap Akhir

Kepergian Arini ke rumah ibunya membuat Pras menyesali perbuatannya yang telah berpoligami dengan Mey Rose tanpa seizin istrinya, Arini. Arini juga berfikir bahwa dongeng milik perempuan memang harus mati agar dongeng perempuan lain mendapatkan kehidupan.

Tokoh dan Penokohan

Tokoh dan penokohan dalam novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburahman El-Shirazy memiliki kesamaan dan perbedaan dengan tokoh dan  penokohan dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia. Persamaan dan perbedaan itu dapat dirincikan sebagai berikut.

No.

Novel Ayat-Ayat Cinta

No.

Novel Surga Yang Tak Dirindukan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Fahri

Seorang  pemuda asal Indonesia yang belajar di Mesir penuh dengan kesederhanaan, jujur, peduli pada orang lain, aktif dalam organisasi kampus serta sangat patuh pada ajaran-ajaran Islam.

Maria

Gadis Kristen Koptik yang memiliki ketertarikan tentang ajaran-ajaran Islam.

Aisha

Aisha digambarkan sebagai tokoh yang memiliki paras cantik. Berani dalam membela

kebenaran meskipun yang ia lakukan itu membahayakan

dirinya. Selain itu juga Aisha digambarkan sebagai tokoh yang memiliki penuh dengan keikhlasan.

Syaikh Utsman

Seorang Kiyai yang sangat

disiplin

Nurul

Digambarkan sebagai tokoh yang baik hati.

Bahadur

Bahadur sebagai tokoh yang kejam dan sebagai pemerkosa.

Noura

Noura adalah seorang gadis malang dan tabah.

Alicia

Tokoh Alicia sebagai tokoh

yang ingin mengetahui tentang seluk beluk Islam.

1.

2.

3.

4.

5.

Andika Prasetya

Seorang bapak yang baik, dosen, dan memiliki kehidupan yang mapan.

Arini

Seorang muslimah dan istri yang cantik, baik hati, lembut, dan seorang penulis.

Mei Rose

Seorang wanita keturunan Tionghoa, hidupnya penuh dengan penderitaan, tinggal dengan tantenya yang tidak menyayanginya. Hidup keras membuat karakternya juga keras, gigih, hingga ia sampai pada kehidupan yang mapan. Namun, keadaan mengubahnya, ketika ada laki-laki yang menipunya dan memaksanya menjadi orang tua tunggal.

Nadia, Adam, Putri

Ketiga anak yang sholeh dan sholehah yang berbakti kepada orang tuanya.

Orang tua Arini

Orang tua yang baik hati dan selalu mendampingi dan menyelesaikan masalah rumah tangga Arini.

Sudut padang

Sudut pandang dalam novel Ayat-Ayat Cinta memiliki kesamaan dengan sudut pandang yang digunakan dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan, yaitu menggunakan sudut pandang "Aku" tokoh utama, sudut pandang persona ketiga "Dia" terbatas, "Dia" sebagai pengamat, dan Sudut pandang persona ketiga "Dia" dengan menyebut nama atau kata ganti ia, dia,dan mereka.

Latar

Latar dalam novel Ayat-Ayat Cinta sangat berbeda dengan novel Surga Yang Tak Dirindukan. Latar dalam kedua novel ini meliputi latar tempat dan latar waktu.

Latar  tempat

Novel Ayat-Ayat Cinta

Novel Surga Yang Tak Dirindukan

Kota Cairo

Masjid Abubakar Ash-Shidiq

Flat atau Apartemen

Maadi

Markas Polisi Abbase

Penjara Bawah Tanah

Ruang Persidangan

Rumah Sakit Maadi

Mertro

Wisma Nusantara

Suthub

Tahrir

Nile Hilton Hotel

Cleopatra Restauran

Masjid Rab'ah El-Adawea, Nasr City

Rumah Arini

Rumah Mey Rose

Rumah A-ie

Rumah sakit

Kantor

Kampus

Masjid Al-Ghifari

Solo

Jalan

Latar waktu

Novel Ayat- Ayat Cinta

Novel Surga Yang Tak Dirindukan

Musim panas

Musim dingin

Bulan ramadhan

Pagi

Siang

Malam

Bila kita hubungkan dengan fenomena sekarang ini, novel Ayat-Ayat Cintadan novel Surga Yang Tak Dirindukan ini sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, karena masih banyak ditemukan kisah cinta segitiga dan masalah poligami yang dialami oleh masyarakat. Contohnya pada novel Ayat-Ayat Cinta masalah poligami yang dialami oleh para tokoh utama dengan segala konflik yang ada di dalamnya menyebabkan novel ini sangatlah diminati oleh pembaca. Begitu juga pada novel Surga Yang Tak Dirindukan yang menyajikan cerita cinta segitiga dengan menghadirkan masalah poligami di dalamnya menyebabkan pembaca seakan-akan merasakan apa yang telah dialami oleh para tokoh utama, dikarenakan cerita yang digambarkan seolah-olah begitu terjadi pada kehidupan nyata. Hal inilah yang menyebabkan banyak pengarang yang memandang cerita cinta segitiga dan poligami cocok untuk dihadirkan dalam bentuk novel dengan tujuan menarik minat pembaca. Saat ini banyak ditemukan karya sastra prosa berupa novel, yang menceritakan tentang cinta segitiga dan masalah poligami. Ini semua dapat dikarenakan banyak pengarang yang memandang bahwa masalah cinta segitiga dan poligami selalu menjadi kontroversi di dalam masyarakat, sehinga dapat dengan mudah untuk diterima.

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Dari paparan diatas, maka dapat diketahui bahwa terdapat intertekstual dalam kedua novel Ayat-Ayat Cinta dan Surga Yang Tak Dirindukan. Dalam pengkajian ini hanya dibandingkan beberapa unsur struktur saja, yaitu tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang, dan amanat. Persamaan-persamaan yang ditemukan dari kedua novel tersebut dilihat dari tema cerita nya yaitu tentang kisah percintaan, dan gejolak hidup yang sama. Sedangkan perbedaan-perbedaan yang ditemukan dilihat dari isi cerita nya.

Saran-saran

Dengan tersusunya makalah ini penulis menyarankan agar pembaca pada umumnya serta peserta didik pada khususnya, dapat mengetahui dan memahami tentang macam-macam unsur intrinsik dalam sebuah novel. Selain itu, disarankan agar para peserta didik senantiasa untuk membaca dan menelaah karya sastra (novel ) dengan cara membandingkan dua novel atau lebih untuk mengetahui persamaan dan perbedaan novel-novel tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.

El- Shirazy, Habiburahman. 2008. Ayat-Ayat Cinta. Republika : Jakarta Selatan.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2008. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.

Aminuddin, 2014. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.Sinar Baru Algensindo : Bandung

Nadia, Asma. 2016. Surga Yang Tak Dirindukan. Asmanadia : Depok

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun