Mohon tunggu...
Ndaru Hatmoko
Ndaru Hatmoko Mohon Tunggu... Human Resources - HR

Hobi indexing, liat orang beraktifitas di ruang publik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dialog Singkat Menuju Pemahaman

3 April 2024   16:22 Diperbarui: 5 April 2024   11:13 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di salah satu bangku taman, mereka bertemu dengan Damar, seorang seniman yang karyanya sering menggambarkan konflik internal manusia dan pencarian akan identitas. Diskusi mereka kemudian beralih ke hubungan antara seni dan filsafat, dan bagaimana keduanya saling melengkapi dalam mengeksplorasi kebenaran dan keindahan.

"Seni adalah cara saya berfilsafat," ujar Damar, sambil menunjukkan salah satu sketsanya pada Irfan dan Rina. "Melalui kuas dan kanvas, saya mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tak bisa dijawab hanya dengan kata-kata."

Hari itu berakhir dengan ketiganya kembali ke kafe Brea, tempat mereka memulai. Mereka duduk bersama dalam keheningan, masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri, namun merasa terhubung dalam pencarian bersama mereka akan makna hidup.

Ketika malam mulai menutupi kota, percakapan di dalam kafe Brea menjadi lebih dalam dan introspektif. Lampu-lampu yang hangat menyinari wajah para pengunjung, menciptakan suasana yang nyaman dan mengundang lebih banyak diskusi.

Brea memutuskan untuk bergabung dengan Irfan, Rina, dan Damar di meja mereka, membawa secangkir teh dan sepiring kue buatannya sendiri. "Saya selalu berpikir bahwa kafe ini lebih dari sekadar tempat untuk minum kopi," ujarnya. "Ini adalah tempat untuk bertemu pikiran, untuk berbagi dan bertumbuh bersama."

Pembicaraan beralih ke topik tentang kebebasan dan determinisme. Irfan mengemukakan pandangannya bahwa kebebasan sejati mungkin merupakan ilusi, namun penting untuk bertindak seolah-olah kita memiliki pilihan, untuk memberi makna pada hidup kita. Rina, dengan semangat, membela gagasan bahwa kebebasan ada dalam kemampuan kita untuk memilih sikap kita terhadap kondisi yang kita hadapi.

Damar menyumbangkan perspektif senimannya, mengatakan, "Mungkin kebebasan sejati terletak dalam ekspresi diri. Melalui seni, kita bisa melawan batasan dan mengekspresikan pemikiran serta emosi kita tanpa kata-kata."

Diskusi berlanjut dengan pertanyaan dari Brea tentang bagaimana kita dapat menemukan kebahagiaan dalam ketidakpastian. "Apakah kebahagiaan lebih dari sekadar kepuasan sesaat? Bagaimana kita menemukan kebahagiaan yang abadi di dunia yang selalu berubah?"

Irfan merenung sejenak sebelum menjawab, "Mungkin kita perlu memandang kebahagiaan sebagai proses, bukan tujuan. Seperti berkebun; kita menanam, menyiram, dan merawat, menikmati prosesnya, meski kita tahu tidak semua tanaman akan bertahan hidup atau berbunga."

Rina menambahkan, "Dan mungkin, dengan membagi kebahagiaan kita dengan orang lain, kita menemukan makna yang lebih dalam dan kebahagiaan yang lebih abadi."

Malam semakin larut, dan satu per satu pengunjung mulai meninggalkan kafe. Damar membuka sketsa bukunya lagi, kali ini menggambar Irfan, Rina, dan Brea dalam percakapan, mencoba menangkap esensi momen itu dengan goresan pensilnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun