Mohon tunggu...
Ndaru Hatmoko
Ndaru Hatmoko Mohon Tunggu... Human Resources - HR

Hobi indexing, liat orang beraktifitas di ruang publik

Selanjutnya

Tutup

Film

Oppenheimer: Cristopher Nolan Sukses Bongkar Karakter Paradoks Sang Fisikawan

5 Agustus 2023   19:23 Diperbarui: 5 Agustus 2023   19:35 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Baru saja saya berkesempatan menonton film teranyar karya Christopher Nolan yang berjudul Oppenheimer. Sebagai penggemar film-film Nolan sebelumnya seperti Inception dan Dunkirk, tentu saya menanti-nantikan karyanya yang satu ini. Apalagi film Oppenheimer mengangkat kisah kontroversial J. Robert Oppenheimer, sang ilmuwan fisika di balik penemuan bom atom pertama.

Setelah menontonnya, saya bisa katakan bahwa Oppenheimer patut diacungi jempol, ciamik. Lewat akting memukau Cillian Murphy, sosok Oppenheimer benar-benar hidup di film ini. Ia digambarkan sebagai karakter yang penuh paradoks dan kontradiksi. Di satu sisi, Oppenheimer punya ambisi besar dalam pengembangan bom atom. Di sisi lain, ia juga dilanda dilema moral yang mendalam.

Menggambarkan Ambisi Besar Oppenheimer

Salah satu hal yang menonjol dari film ini adalah bagaimana menggambarkan ambisi besar Oppenheimer dalam membuat bom atom. Ia dan ilmuwan-ilmuwan brilian lainnya bekerja siang malam tanpa kenal lelah di Los Alamos, New Mexico, untuk merealisasikan proyek Manhattan ini.

Kita bisa melihat antusiasme dan obsesi Oppenheimer ketika berhasil memecahkan persoalan ilmiah dalam rangkaian proses pembuatan bom atom. Baginya, ini adalah tantangan intelektual terbesar yang pernah dihadapinya. Ia menikmati setiap detik perjalanan menuju berhasilnya bom atom pertama, meskipun dampaknya belum jelas.

Menampilkan Dilema Moral Sang Fisikawan

Di satu sisi Oppenheimer sangat menikmati tantangan intelektual dalam proyek Manhattan. Namun di sisi lain, kita juga bisa melihat dilema moral yang dialaminya. Saat bom atom pertama kali diuji coba di Trinity Test di New Mexico, raut wajah Oppenheimer menampakkan kengerian, kekhawatiran dan penyesalan, meskipun uji coba itu sukses. Apalagi ketika bom atom yang diciptakannya itu dijatuhkan pertama kali ke Jepang, kita bisa melihat kepahitan dan kepedihan mendalam di wajah Oppenheimer.

Akting Cillian Murphy benar-benar sukses menggambarkan dilema moral dan pergolakan batin yang dialami Oppenheimer selama proses pembuatan bom atom hingga melihat akibatnya. Ia menyadari bahwa kreasi ilmiahnya telah membuka pintu bagi malapetaka umat manusia.

Menampilkan Konflik dengan Banyak Pihak

Lewat aktingnya yang mumpuni, Cillian Murphy juga berhasil menggambarkan sisi arogan dan tempramental Oppenheimer yang kerap berkonflik dengan banyak pihak. Ia sering bertengkar dengan Jenderal Leslie Groves yang mengepalai proyek Manhattan karena perbedaan visi. Oppenheimer juga tidak segan bentrok dengan ilmuwan lain seperti Edward Teller karena perselisihan pendapat.

Konflik Oppenheimer juga terjadi dengan pemerintah AS sendiri pasca perang. Ia dicurigai komunis dan akhirnya dicopot dari jabatan penasihat nuklir AS karena dianggap membahayakan keamanan negara. Film Oppenheimer menggambarkan konflik yang panjang antara sang ilmuwan dengan pemerintahnya sendiri.

Menggugah Pemikiran Penonton

Secara keseluruhan, lewat film Oppenheimer ini Christopher Nolan sukses membongkar sisi gelap dan paradoks dari karakter seorang J. Robert Oppenheimer. Ia digambarkan sebagai ilmuwan brilian sekaligus arogan, patriotik sekaligus rebel, penuh ambisi sekaligus dilanda dilema moral. 

Karakter Oppenheimer yang penuh kontradiksi ini menggugah saya sebagai penonton untuk merenungkan hakikat ilmu pengetahuan dan tanggung jawab moral para ilmuwan atas hasil karyanya.

Ini adalah film yang wajib ditonton, bukan hanya karena hiburannya, tapi juga nilai-nilai moral dan pembelajaran sejarah yang bisa kita renungkan dari kisah kontroversial sang "Bapak Bom Atom" ini.

Selain menggambarkan karakter paradoks J. Robert Oppenheimer, film teranyar Christopher Nolan ini mengandung pembelajaran penting tentang cognitive bias yang kerap melanda manusia.

Confirmation Bias

Kita bisa melihat confirmation bias pada diri Oppenheimer, di mana ia cenderung mencari bukti yang mendukung keyakinannya bahwa atomic bomb akan mengakhiri perang secepatnya. Oppenheimer seolah menutup mata dari opini lain yang memperingatkan bahaya atomic bomb.

Pendulum Effect

Oppenheimer juga menunjukkan pendulum effect. Pada awalnya ia sangat antusias dengan atomic bomb project, tapi kemudian berubah 180 derajat menjadi penentang atomic bomb setelah melihat akibatnya di Jepang.

Projection Bias

Ketika Oppenheimer menuduh Edward Teller dan ilmuwan lain berkhianat dan membocorkan rahasia atomic bomb ke Soviet, ini menunjukkan projection bias. Ia memproyeksikan ketakutannya sendiri pada orang lain.

Retrospective Bias

Oppenheimer terjebak retrospective bias ketika menilai kembali keputusannya untuk membuat atomic bomb. Setelah bom Hiroshima, ia menyesali keputusannya itu, padahal saat itu ia yakin atomic bomb bisa mengakhiri perang.

Jadi setidaknya ada 4 cognitive bias yang bisa kita pelajari dari keputusan dan tindakan kontroversial Oppenheimer ini.Tentu ada banyak lagi bias kognitif yang bisa kita lihat apabila kita gali lebih dalam.  Film yang brilian, sekali lagi Christopher Nolan sukses menggugah pemikiran saya sebagai penonton. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun