Mohon tunggu...
ndarikhaa
ndarikhaa Mohon Tunggu... Administrasi - menulis untuk bercerita

Peace Lover

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Melangkah Bebas Pegal, Menelusuri Jejak Rinjani

10 Januari 2018   00:00 Diperbarui: 10 Januari 2018   00:30 883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi para pendaki, Gunung Rinjani  bisa jadi merupakan gunung yang wajib untuk menjadi destinasi utama mereka. Gunung Rinjani memiliki jalur perjalanan yang sangat memanjakan mata bagi para pendaki yang melewatinya. Selain memiliki jalur yang indah, gunung ini pun memiliki beragam jenis track yang yang dapat dijumpai mulai dari jalur yang diselingi pepohonan rindang, padang sabana nan luas, jalur berpasir dan berbatu, hingga beberapa jalur yang diapit tebing dengan bebatuan terjal.

Terletak di Pulau Lombok dengan ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut (mdpl), gunung ini menyandang status Gunung Berapi Tertinggi Kedua di Indonesia. Karenanya, tidak heran apabila peminat bukan hanya berasal dari wisatawan lokal, melainkan mancanegara yang penasaran dengan keindahannya.

Usia tidak menjadi syarat mutlak untuk mendaki gunung tersebut, dari anak kecil hingga kaum lanjut usia dapat kita temukan sepanjang jalur pendakian. Mungkin pada saat itu saya mendaki pada moment dimana banyak sekali orang mengambil cuti panjang diantara sederet tanggal merah di kalender. Oleh karena itu, sebagai pemula, andalan persiapan saya yang akan menemani selama lima hari ke depan adalah geliga krim yang setiap saat ada di saku celana mendaki saya.

Mengapa saya memilih geliga krim ?Karena kemasan yang praktis dan simple sangat mudah dibawa kemanapun tanpa mengganggu pendakian. Saat itu Gunung Rinjani adalah pendakian gunung yang saya daki untuk kedua kalinya setelah pemanasan pertama kali di Gunung Puntang (di sekitar Bandung Selatan, Kab. Bandung, Jawa Barat). Berkaca dari pengalaman pendakian yang sebelumnya, dimana badan saya menyisakan banyak memar biru dikarenakan otot-otot yang terlalu letih, saya berbekal  geliga krim pada pendakian kali ini. Selain itu, baunya pun segar dan krim cepat meresap di kulit.

Karena saya masih pemula, saya memilih untuk mengikuti open trip yang dikenal oleh kawan saya. Alhamdulillah, pada trip  tersebut sebagian besar masih pemula, sehingga perjalanan dan ritme kecepatan pendakian kurang lebih sama, tidak terlalu cepat, tetapi terus berjalan dan mendaki sesuai jadwal.

Pendakian kami dimulai dari Desa Sembalun, dan turun pada sisi lain Gunung Rinjani di Senaru. Kalian bisa bayangkan, bahwa saya yang sangat amat masih pemula tersebut terus membawa backpack saya selama mendaki kan? Nah, pada setiap awal permulaan hiking setelah bermalam atau mendirikan tenda peristirahatan itulah saya selalu konsisten untuk mengoleskan geliga krim .

Hal ini sangat penting untuk meringankan langkah dalam pendakian selanjutnya agar bebas dari rasa pegal. Selain itu menggunakan peralatan yang safety sangat mempengaruhi kenyamanan dalam perjalanan selama pendakian.

Desa Sembalun

Jika memulai perjalanan dari Desa Sembalun, maka yang pertama kali kita lalui adalah padang sabana yang maha luas. Hempasan angin dan pemandangan elok ini sangat memanjakan mata sehingga jarak berjam-jam untuk dilalui tersebut tidak terasa, letih pun terlupa. Pada jalur ini, kami menemukan tempat beristirahat yang banyak sekali monyet berkumpul. Monyet-monyet tersebut bahkan sudah terbiasa melihat manusia. Setelah melalui padang sabana yang dilalui sejak awal pendakian hingga ke pos 3 sepanjang 6 kilometer , kami mendirikan tenda diantara lekukan bukit.

Bukit Penyesalan

Pagi hari berikutnya, kami memulai perjalanan sepagi mungkin. Tujuan kami sebelum petang di hari kedua adalah Pelawangan Sembalun, tetapi harus melalui bukit fenomenal terlebih dahulu yakni Bukit Penyesalan. Dinamakan bukit penyesalan mungkin dikarenakan kita akan menyesal kalau kita menyerah di bukit ini mungkin ya? Disana ada tujuh bukit yang harus kita lalui, tanpa ada tanda-tanda akan berakhir. Udara sudah mulai dingin, dan nafas pun sudah mengeluarkan embun. Keadaan di bukit ini banyak pepohonan rindang yang cukup untuk menutupi pendaki dari terik matahari. Kami memulai perjalanan di pagi hari, dan baru tiba di Pelawangan Sembalun sebelum senja.

Pelawangan Sembalun

Tempat ini adalah spot yang paling saya syukuri dan menarik dalam pendakian. Bersyukur dapat melepas lelah dari tujuh bukit penyesalan yang paralel, dan menarik untuk dijadikan tempat bersenda gurau, sekaligus tempat transit sebelum menuju Punjak Rinjani. Senja dari Pelawangan sembalun dapat terlihat siluet puncak Gunung Agung. Sedangkan malamnya, tempat ini sangat tepat untuk memandang dan mengabadikan jutaan bintang bersama milkyway Galaksi Bimasakti.

Menuju Puncak

Pukul 01.00 dini hari merupakan waktu yang tepat bagi pemula untuk memulai pendakian ke Puncak Rinjani. Suhu udara malam hari sekitar 10-15 oC, dengan hembusan angin yang cukup kuat. Jalur kerikil dan berbatuan akan menemani hingga ke Puncak Rinjani 3.726 mdpl. Untuk menuju ke puncak, cukup membawa air minum dan cemilan penghangat tubuh. Saya juga mengoleskan sebagian tipis-tipis geliga krim untuk menjaga tubuh tetap hangat ke sebagian perut, leher, dada dan telapak tangan. 

Perjuangan pun akan terbayar indah setelah sampai di puncak. Oh ya, ada peraturan yang tidak boleh dilanggar dalam pendakian ini. Sebaiknya setelah jam 9 pagi, pendaki sudah tidak boleh berada di puncak karena angin akan semakin kencang. Sayangnya, karena kami pada saat itu hari libur panjang dan jalanan menuju puncak Rinjani sangat antre dan ramai, kami tiba di puncak melebihi jam 9 pagi. Tenyata, kami sempat menjumpai beberapa hembusan angin seperti puting beliung dalam sekala kecil. Ini menjadi pelajaran berharga sekali bagi saya. Jangan melawan kehendak alam!Alhamdulillahporter kami menjemput pada saat itu.

Segara Anak

Setelah turun dari puncak Rinjani, porter kami terus mewanti-wanti agar tidak melanggar aturan lagi. Kami menyesal, tetapi berusaha menerapkan ucapan-ucapan porter, termasuk ketika kami diminta bergegas untuk segera berkemas sepulang dari puncak dan melanjutkan perjalanan menuju Segara Anak. 

Semua untuk kebaikan tim. Apabila kami tidak bergegas, khawatir akan terlalu larut di perjalanan. Jalanan dari Pelawangan Sembalun menuju Segara Anak menurun, tidak mendaki lagi. Kami melewati hutan yang terasa cukup lebat meskipun malam hari. Malang bagi saya, disaat kami sedang bergegas, kaki saya terkilir dan terperosok cukup dalam diantara belukar. 

Alhasil saya menjadi team sweeper dengan urutan paling akhir. Pada saat seperti ini krim geliga yang selalu saya simpan di saku celana sangat membantu. Meskipun otot yang terkilir sangat tegang, dengan bantuan krim geliga Alhamdulilah cepat mengendurkan otot-otot saya yang tegang tadi. Sayapun di-support rekan-rekan yang sangat kooperatif membantu saya tetap kuat, melanjutkan perjalanan kembali.

Kami tiba larut malam di tepian Segara Anak, tidak terlihat pemandangan apapun, hanya dingin yang menusuk malam. Kemudian, keesokan paginya ketika mata ini terjaga dengan harum embaun pagi. Wow... Pemandangan super kami dapatkan. Sebuah anak gunung Rinjani yang mengepulkan asap kecil-kecil sangat indah berada di tengah Danau Segara Anak. Benar-benar berkelas eloknya!

Air Terjun Hangat

Satu lagi yang menjadi bonus pendakian kali ini, dan yang paling berkesan bagi saya dari seluruh gunung yang pernah saya daki adalah air terjun hangat dekat mata air, tidak jauh dari danau Segara Anak. Tidak semua tim menuju air terjun hangat ini, karena terlalu lelah, mereka memilih tidur. Tim kami? Lelah lebih terbayar ketika kami merendamkan badan kami ke dalam air terjun yang memiliki sumber mata air panas ini. Yang unik adalah, kolam yang hangat terbentuk dan tersusun rapih, bersebelahan dengan aliran air sungai yang airnya tetap dingin normal. Sungguh, jangan sampai tempat ini terlewatkan bagi kalian yang berencana ke Rinjani.

Selebihnya, untuk melanjutkan perjalanan agar sampai ke Desa Senaru, kami harus mendaki ke Puncak Senaru terlebih dahulu, puncak selain puncak Gunung Rinjani. Perjalanan yang sangat panjang ini terasa menyenangkan dan indah karena sepanjang perjalanan mata dimanjakan oleh keindahan alam Rinjani dan sekitarnya. 

Selain pemandangan, tentunya tim yang koordinatif, dan peralatan yang memadai berbanding lurus dengan kenyamanan pendakian. Apabila ingin lebih praktis, dengan menyewa porter pribadi untuk membawakan seluruh barang bawaan pribadi beserta perbekalan makanan sekaligus penyajian makanan selama di gunung pun sangat direkomendasikan. 

Tentunya obat-obatan pribadi sesuai dengan kebutuhan pribadi menjadi gantungan nyawa kita di alam belantara selain dari takdir Tuhan. Pegal-pegal dan otot membiru karena jalan melulu dalam waktu yang panjang? Tentu dapat dicegah dengan konsisten selalu mengoleskan geliga krim dibagian otot yang bekerja lebih keras. Melangkah lebih ringan, hati pun terasa bahagia dan nyaman. Liburanpun, aman terkendali. Selamat menelusuri jejak Rinjani!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun