Mohon tunggu...
Bismi Abdul Aziz
Bismi Abdul Aziz Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

jadi yg terbaik diantara yg baik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Relasi Pertukaran Sosial antara Masyarakat dan Partai Politik

7 Desember 2023   10:26 Diperbarui: 7 Desember 2023   10:37 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Antropologi politik menyoroti pergerakan tingkah laku dan kebudayaan yang berorientasi kepada proses, menuju sintesis baru dengan menggunakan analisa struktur yang telah diperbarui.

 

Teori pertukaran sosial (social exchange)

Teori Social Exchange dari Peter M. Blau. menyatakan bahwa; “pertukaran sosial tidak hanya di dasarkan pada keputusan individu saja, tetapi individu yang masuk membangun hubungan sosial dengan kelompok, sehingga pada individu turut melekat posisi, jenjang, norma kelompok, dan kewenangan-kewenangannya.” (Susilo, 2008). Oleh karena itu sekalipun individu berkuasa merumuskan hubungan sosial itu, tetapi ia tidak bisa lepas dari atribut-atribut yang di miliki kelompoknya.

Peter M. Blau dalam Social Exchange Theory, yang diuraikan oleh Keren S. Cook. [1987], dan di kutip ke dalam Rachmad Dwi Susilo (2008) menyatakannya bahwa “organisasi sosial mampu memberikan imbalan kepada manusia secara intrinsik.” Malcolm Waters, mengutip Blau dalam Modern Sociological Theory, ia menyatakan “banyak sekali kesenangan manusia yang berakar pada kehidupan sosial.” Partisipasi pada organisasi manusia (organisasi politik, partai politik) sudah menjadi keharusan memerlukan pengorbanan biaya (cost), dan kemudian distribusi pengorbanan dan imbalan.

Menurut Peter Blau, pertukaran sosial memenuhi watak-watak dengan fungsi utama (Susilo, 2008), yaitu: Pertama; Pembentukan pertalian pertemanan bagi pihakpihak yang saling membuat persetujuan, baik pada strata (lapisan) yang sama maupun pada strata yang berbeda. Kedua; Meneguhkan Subordinasi atau dominasi, terutama terjadi jika interaksi dibangun dalam strata yang tidak sama.

Pertukaran sosial ranah politik

Para toko politik, elit masyarakat serta oligarki-oligarki berlomba untuk mendapat simpati masyarakat, salah satunya dengan cara melakukan kontrak politik. Budaya kontrak politik telah menjadi tren sejak pemilu langsung memilih tahun 2004. Kesepakatan dua kelompok atau lebih dalam kontrak politik tersebut sangat beraneka ragam. Segala tuntutan yang bersifat regional skala prioritas bagi rakyat setempat harus termuat dalam isi kontrak tersebut, yang hal tersebut wajib di realisasikan oleh partai pemenang. Sebaliknya para pendukung yang menjalin kontrak tersebut harus mendapatkan dukungan sebanyak-banyaknya bagi tokoh yang mereka dukung. Secara umum kontrak politik dapat didefinisikan sebagai perjanjian yang melibatkan para elite partai koalisi, capres dan cawapres dengan partai pengusung, caleg dengan pemilih, dan rakyat dengan pemimpinnya (Biyanto, 2015).Secara umum kontrak politik bisa di golongkan menjadi dua bentuk model. Pertama; kontrak politik yang melibatkan antara elit partai dengan unsur-unsur masyarakat. Kedua; kontrak politik yang melibatkan sesama partai atau dua kubu partai, atau bahkan lebih. 

Partai politik

Salah satu karakteristik dasar dari sebuah negara yang demokratis adalah adanya kebebasan di dalam membentuk organisasi, termasuk partai Politik. Partai Politik mempunyai posisi dan peranan yang sangat penting dalam setiap sistem demokratis. Partai politik berperan sebagai wadah penghubung bagi segala proses yang melibatkan Masyarakat dan pemerintah. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokratis, seperti dikatakan oleh Schattscheider (1942) “political parties created democrazy” (Asshiddiqie, 2005). Jimly Ashiddiqie menambahkan bahwa, partai merupakan pilar sangat penting untuk di perkuat derajat pelembagaannya dalam setiap sistem politik yang demokratis. 

Walaupun demikian, sisi gelap partai politik pun jadi rahasia umum, ketika hawa nafsu dunia, keserakahan dan ambisi buta yang menutup akal sehat, menguasai elit dan partai, petakapun harus di terima oleh negara dan masyarakat luas. Tidak heran jika ada pandangan kritis dan skeptis terhadap partai politik. Pandangan lain juga menilai bahwa partai politik tidak lebih sebagai kendaraan politik bagi segelintir elit politik untuk mengumpulkan keuntungan dirinya dan golongannya semata.

Latar belakang kepentingan dua kelompok, masyarakat dan elit partai politik ini, secara spesifik dari elit partai politik berorientasi kepada satu yaitu kekuasaan, yaitu berupaya ingin mendapatkan kekuasaan dengan mekanisme kepartaiannya secara legal dan formal. Randall Collins menyatakan bahwa ada tiga cara individu atau kelompok organisasi mempraktikkan kekuasaan yaitu dengan uang, paksaan, dan membangun solidaritas (Susilo, 2008). Kedua ada motif peningkatan penyejahteraan ekonomi untuk diri sendiri, dan kelompoknya. Dan ketiga ada latar belakang ideologi yang ingin di perjuangkan oleh elit-elit partai, tentunya ideologi tersebut merepresentasi mesin politik partai yang ia gunakan. Jika mesin partainya PDIP misalkan, maka ideologi PDIP yang akan di bumikan, demikian juga dengan jika elit partai yang lainnya.

Dari elit masyarakat berlatar belakang kepentingan adalah pertama Ekonomi, ekonomi adalah alasan utama infrastruktur itu bisa di implementasikan, oleh sebabnya itu masyarakat disini sangat rasional jika dihadapkan pada politik transaksional. Kedua ada latar belakang historis. Latar belakang historis adalah sebab terjadinya kenyamanan psikologis sosial, masyarakat lebih muda melakukan pertukaran sosial jika elit partai politiknya itu memiliki kedekatan dengan warga, atau elit politik partai itu adalah figur yang berasal dari kelompok masyarakat. Ketiga ideologi sebagai latar belakang masyarakat untuk melakukan pertukaran sudah menjadi rahasia umum, bahwa kelompok masyarakat mempertimbangkan juga dalam mesin partai tertentu memuat ideologi yang bagai mana. Jika merasa cocok tentunya masyarakat akan bersimpati, jika merasa tidak cocok dengan ideologi yang di bawa partai tersebut maka akan masyarakat menghindari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun