Beberapa masalah dalam sistem penerimaan kerja memang sudah lama ada, namun baru terasa dampaknya bagi Gen Z yang memiliki gaya hidup dan ekspektasi berbeda. Beberapa poin berikut menjadi sorotan utama:
Transparansi minimalÂ
Banyak perusahaan tidak memberikan informasi yang jelas tentang gaji, jenjang karir, atau budaya kerja akibatnya kandidat merasa seperti membeli "kucing dalam karung."
Teknologi yang tidak selalu bersahabatÂ
Meski Gen Z mahir teknologi, sistem Aplikasi Tracking System (ATS) yang digunakan banyak perusahaan justru sering menyingkirkan kandidat potensial hanya karena CV mereka tidak menggunakan kata kunci tertentu.
Kurangnya koneksi antara pendidikan dan industriÂ
Kurikulum pendidikan sering tidak relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Gen Z pun terjebak dalam "skill gap," di mana kemampuan yang mereka miliki tidak sesuai dengan apa yang dicari perusahaan.
Apa yang bisa dilakukan?
Untuk memperbaiki situasi ini semua pihak perlu bekerja sama yaitu yang pertama perusahaan perlu beradaptasi, Sistem rekrutmen harus lebih fleksibel dan inklusif. Berikan kesempatan pada kandidat tanpa pengalaman formal, Â terutama mereka yang memiliki potensi besar berdasarkan portofolio atau karya nyata. Yang kedua yaitu reformasi pendidikan, Institusi pendidikan harus lebih banyak melibatkan industri dalam menyusun kurikulum sehingga lulusan memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Yang terakhir Generasi Z harus proaktif, gen Z harus adaptif. jangan hanya mengandalkan jalur formal tapi memanfaatkan platform seperti LindkedIn buat portofolio digital atau eksplorasi kerja freelance untuk membangun pengalaman.
KesimpulanÂ
Pengangguran di era Gen Z bukan hanya soal malas atau kurang usaha tapi lebih kompleks dari itu. Sistem penerimaan kerja yang usang, ketidaksesuaian antara pendidikan dan industri, serta proses rekrutmen yang tidak ramah adalah sebagian dari masalahnya. Solusinya? semua pihak perlu berubah mulai dari perusahaan, pendidikan, hingga individu tersendiri. Kalau semua elemen ini berkolaborasi mungkin kemiskinan tidak lagi terjadi, tapi peluang untuk menciptakan dunia kerja yang lebih adil dan inklusif.