Â
Pola penyebaran Islam di Indonesia mirip dengan pola penyebaran agama Hindu-Buddha, yang terjadi melalui jalur perdagangan. Posisi Indonesia sebagai penghubung utama dalam jaringan perdagangan dunia kuno menjadikannya tempat yang banyak menerima pengaruh budaya dari berbagai negara yang terlibat dalam perdagangan tersebut. Beberapa negara yang berperan penting dalam perdagangan kuno adalah India, negara-negara Arab, Cina, dan negara-negara Eropa. Perdagangan ini membawa dampak besar terhadap perkembangan di Indonesia, salah satunya dalam pembentukan kerajaan-kerajaan. Awal mula munculnya kerajaan-kerajaan di Indonesia dipengaruhi oleh agama Hindu dan Buddha yang dibawa dari India. Kemudian, pengaruh Islam yang datang dari Arab juga turut mewarnai, yang salah satunya melahirkan kerajaan bercorak Islam, seperti Kerajaan Samudera Pasai.
Kerajaan Islam pertama yang muncul di Indonesia adalah Kerajaan Samudera Pasai. Terletak di pantai timur utara Pulau Sumatera, tepatnya di sekitar Kota Lhokseumawe, Aceh Utara, kerajaan ini memiliki posisi yang sangat strategis. Berdiri di Selat Malaka, yang merupakan jalur perdagangan internasional, Samudera Pasai tumbuh pesat dan berkembang dengan cepat. Pada masa itu, kerajaan ini menjadi tempat transit dan pusat perdagangan rempah-rempah di kawasan Asia Tenggara. Berkat letaknya yang menguntungkan, Samudera Pasai mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Setelah menjadi kerajaan Islam, Samudera Pasai berkembang pesat dalam bidang perdagangan dan sebagai pusat studi Islam. Pedagang dari berbagai negara beragama Islam, seperti India, Benggala, Gujarat, Arab, dan Cina, mulai berdatangan ke Samudera Pasai. Setelah memperkuat pertahanan kerajaan, Samudera Pasai mulai memperluas wilayahnya ke daerah-daerah pedalaman seperti Tamiang, Balek Bimba, Samerlangga, Beruana, Simpag, Buloh Telang, Benua, Samudera, Perlak, Hambu Aer, Rama Candhi, Tukas, Pekan, dan Pasai.
Â
Â
Â
Â
Siapa sebenarnya Meurah Silu? Beliau adalah raja pertama Kerajaan Samudera Pasai yang juga dikenal dengan nama Sultan Malik Al-Shaleh. Meurah Silu berasal dari keluarga bangsawan yang sebelumnya menguasai daerah Pasai. Awalnya, Meurah Silu menganut agama Hindu, namun kemudian memeluk Islam setelah bertemu dengan ulama dan pedagang dari Timur Tengah dan India. Setelah itu, Meurah Silu mulai mempelajari agama Islam dan mengirimkan utusan ke Mekkah. Pada tahun 1267, Meurah Silu mendirikan Kerajaan Samudera Pasai sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia dan diangkat sebagai raja pertamanya.
Â
Sebagai raja pertama Kerajaan Samudra Pasai, Meurah Silu atau Sultan Malik Al-Shaleh tentu memiliki peran besar dalam perkembangan kerajaan. Masyarakat Aceh menggambarkan Sultan Malik AL-Shaleh sebagai sosok yang dikagumi, dibanggakan, serta disanjung.
Â
Selain itu, Sultan Malik Al-Shaleh merupakan satu-satunya raja di abad ke-13 yang mampu membaca Al-Qur'an. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Samudera Pasai berhasil menguasai Selat Malaka. Kerajaan ini juga sukses mengekspor berbagai komoditas, seperti lada, kapur barus, dan sutra. Selama masa pemerintahannya, Sultan Malik Al-Shaleh aktif menyebarkan agama Islam di wilayah Aceh hingga ke pulau Jawa.
Â
Dari rekam jejak Sultan Malik Al-Shaleh kita dapat mengutip 5 pilar yang dapat kita terapkan untuk membentuk karakter  mahasiswa yang lebih baik,meningkatkan rasa tanggung jawab,serta cara berfikir kritis.Berikut Adalah 5 pilar Kemalikussalehan yang menjadi landasan mahasiswa di era Gen Z
Â
1.Religius
Â
Religius secara singkat merujuk pada segala sesuatu yang berhubungan dengan agama atau kepercayaan terhadap Tuhan dan hal-hal yang berkaitan dengan praktik keagamaan. Seseorang yang religius biasanya menunjukkan kesetiaan dan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, seperti beribadah, mengikuti ritual keagamaan, dan menjunjung nilai-nilai moral yang diajarkan oleh agama.
Â
Penerapan piar religius di era Gen Z dapat dilihat dalam beberapa cara yang mencerminkan perubahan sosial, teknologi, dan budaya yang berkembang saat ini. Gen Z, yang memiliki karakteristik unik dalam mengakses dan mengkonsumsi informasi, termasuk dalam hal agama dan kepercayaan. Berikut adalah beberapa penerapan piar religius di era Gen Z:
Â
1.Pemanfaatan Media Sosial dan Digital
Â
Gen Z adalah generasi yang tumbuh dengan teknologi dan media sosial. Untuk menyebarkan pesan-pesan religius, banyak lembaga keagamaan yang memanfaatkan platform seperti Instagram, TikTok, YouTube, dan Twitter. Konten-konten yang berbentuk video pendek, podcast, atau meme religius lebih mudah diterima oleh Gen Z, karena mereka lebih sering mengakses informasi dalam format yang cepat dan visual.
Â
2.Pendekatan yang Lebih Relatable dan Inklusif
Â
Gen Z cenderung lebih terbuka terhadap keberagaman dan isu-isu sosial. Piar religius yang diterapkan di era ini harus bisa lebih inklusif dan menghubungkan nilai-nilai agama dengan isu-isu kontemporer seperti kesetaraan gender, keberagaman budaya, dan keadilan sosial. Pendekatan yang lebih humanis dan relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka lebih mudah diterima.
3.Penggunaan Influencer Agama
Â
Beberapa tokoh agama atau content creator yang memiliki pengaruh di media sosial dapat membantu menyebarkan pesan-pesan keagamaan. Mereka bisa berperan sebagai influencer agama yang membagikan nilai-nilai positif dan ajaran agama dengan cara yang lebih modern dan sesuai dengan gaya hidup Gen Z, menjadikannya lebih relatable dan mudah dipahami.
Â
Â
2.Akademis
Â
Penerapan Pilar Akademis di era Gen Z dapat diartikan sebagai upaya mengintegrasikan nilai-nilai moral, etika, dan keagamaan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan dalam konteks generasi yang sangat terhubung dengan teknologi dan digitalisasi. Pilar ini mencakup pengembangan kepribadian yang baik, penguatan karakter, serta penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kebaikan bersama. Berikut adalah beberapa penerapan Pilar Kemaliksalehan Akademis di era Gen Z:
Â
1.Integrasi Pendiikan Agama dengan Ilmu Pengetahuan
Â
Pilar kemaliksalehan akademis mendorong penerapan nilai-nilai agama dalam konteks pendidikan formal dan non-formal. Bagi Gen Z, yang sering terpapar informasi secara digital, pendidikan agama dapat disajikan dengan cara yang relevan dan kontekstual melalui media sosial, aplikasi, atau konten interaktif. Pendidikan ini dapat mengajarkan moralitas, etika, dan tanggung jawab sosial, sembari mengembangkan pemahaman tentang sains dan teknologi.
Â
2.Pengembangan Karakter dan Etika dalam Pembelajaran Digital
Â
Gen Z adalah generasi yang sangat digital dan sering kali terlibat dalam pembelajaran jarak jauh atau menggunakan teknologi dalam aktivitas sehari-hari. Pilar kemaliksalehan akademis dapat diterapkan dengan menanamkan etika digital yang baik, seperti menghargai hak cipta, berbicara sopan di media sosial, dan menghindari perundungan siber. Penggunaan teknologi dengan bijak dan bertanggung jawab akan memperkuat karakter moral mereka dalam dunia maya.
Â
3.Mendorong Tanggung Jawab Sosial Melalui Teknologi
Â
Gen Z dikenal dengan kepedulian sosial yang tinggi. Pilar kemaliksalehan akademis dapat diterapkan dengan mendorong mereka untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan akademis mereka untuk memberikan dampak positif dalam masyarakat, seperti mengembangkan aplikasi yang bermanfaat, proyek sosial berbasis teknologi, atau menyebarkan informasi yang mendidik melalui media sosial.
Â
Â
      3.Transformatif
Â
Penerapan Pilar Transformatif di Era Gen Z merujuk pada bagaimana nilai-nilai transformatif, yang berfokus pada perubahan positif dan inovasi, diterapkan dalam kehidupan dan perkembangan generasi ini. Gen Z, yang dikenal dengan kemampuan adaptasi terhadap teknologi dan perubahan sosial, membutuhkan pendekatan yang dapat mendorong mereka untuk berinovasi, berpikir kritis, dan menjadi agen perubahan dalam berbagai aspek kehidupan. Berikut adalah beberapa penerapan Pilar Transformatif di era Gen Z:
Â
1. Inovasi dan Kreativitas dalam Pendidikan
Â
Pilar transformatif dapat diterapkan dengan mendorong Gen Z untuk menggunakan teknologi dan pengetahuan untuk menciptakan solusi baru dalam bidang pendidikan. Ini termasuk memanfaatkan teknologi digital seperti aplikasi pembelajaran, platform e-learning, dan alat kolaborasi online untuk meningkatkan cara mereka belajar dan mengembangkan keterampilan baru. Pendekatan yang mengutamakan pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) juga mendorong kreativitas dan inovasi di kalangan Gen Z.
Â
2. Pemanfaatan Teknologi untuk Kebaikan Sosial
Â
Gen Z tumbuh dalam dunia yang terhubung secara digital. Pilar transformatif dapat diterapkan dengan mendorong mereka untuk menggunakan media sosial dan teknologi untuk tujuan yang lebih besar, seperti kampanye sosial, advokasi perubahan iklim, atau meningkatkan kesadaran tentang isu-isu sosial. Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube dapat digunakan untuk menyebarkan pesan-pesan positif, berbagi ide inovatif, atau memulai gerakan sosial yang menginspirasi perubahan di tingkat global.
Â
3. Pemberdayaan untuk Berpikir Kritis dan Beradaptasi
Â
Pilar transformatif mendorong perubahan dalam cara berpikir dan bertindak. Di era Gen Z, penting untuk mengajarkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan. Pendidikan yang menekankan pada analisis masalah, pemecahan masalah secara kreatif, dan pengambilan keputusan yang informasional dapat membantu Gen Z menjadi lebih adaptif dan inovatif di tengah perubahan dunia yang cepat.
Â
Â
      4.Berwawasan Global
Â
Penerapan Pilar Berwawasan Global di era Gen Z berkaitan dengan bagaimana generasi ini dapat mengembangkan pemahaman dan perspektif yang luas tentang dunia, serta berperan aktif dalam menghadapi tantangan global. Gen Z, yang terhubung dengan dunia melalui teknologi, memiliki kesempatan besar untuk berinteraksi, belajar, dan berkontribusi dalam konteks global. Berikut adalah beberapa penerapan Pilar Berwawasan Global di era Gen Z:
Â
1. Meningkatkan Pemahaman Antarbudaya
Â
Gen Z hidup dalam dunia yang semakin terhubung secara global, dengan beragam budaya dan latar belakang. Pilar berwawasan global dapat diterapkan dengan memperkenalkan mereka pada berbagai budaya melalui pendidikan, media, atau pengalaman internasional. Melalui pertukaran pelajar, kursus bahasa asing, dan interaksi dengan komunitas internasional, Gen Z dapat mengembangkan rasa saling menghargai dan pemahaman yang lebih dalam terhadap keberagaman budaya, yang sangat penting dalam dunia global saat ini.
Â
2. Keterlibatan dalam Isu-isu Global
Â
Gen Z dikenal sangat peduli terhadap masalah global seperti perubahan iklim, ketimpangan sosial, kemiskinan, dan hak asasi manusia. Pilar berwawasan global dapat diterapkan dengan mendorong mereka untuk terlibat dalam gerakan sosial, kampanye lingkungan, atau organisasi internasional yang menangani isu-isu global. Dengan memahami dampak dari keputusan dan tindakan mereka terhadap dunia, Gen Z dapat menjadi bagian dari solusi dalam mengatasi tantangan global.
Â
3. Menggunakan Teknologi untuk Meningkatkan Konektivitas Global
Â
Gen Z hidup dalam dunia digital yang memungkinkan mereka untuk berkomunikasi dan bekerja dengan orang dari seluruh dunia. Pilar berwawasan global dapat diterapkan dengan mendorong mereka untuk memanfaatkan teknologi seperti media sosial, platform kolaborasi, dan aplikasi pendidikan global untuk membangun jaringan internasional, berbagi ide, dan belajar dari berbagai perspektif. Teknologi membuka banyak peluang untuk berbagi pengetahuan dan menciptakan dampak positif di tingkat global.
Â
      5.Cinta Damai
Â
Penerapan Pilar Cinta Damai di era Gen Z mengacu pada bagaimana generasi ini dapat mengembangkan sikap damai, toleransi, dan pengertian dalam menghadapi perbedaan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam konteks global. Pilar ini sangat relevan bagi Gen Z, yang hidup di dunia yang terhubung dengan cepat dan penuh dengan tantangan sosial dan politik. Berikut adalah beberapa cara penerapan Pilar Cinta Damai di era Gen Z:
Â
1. Mendorong Toleransi Antarbudaya dan Agama
Â
Gen Z tumbuh dalam dunia yang semakin terdiversifikasi, dengan banyaknya perbedaan budaya, etnis, dan agama. Pilar cinta damai dapat diterapkan dengan mengedukasi mereka tentang pentingnya toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan tersebut. Melalui pendidikan, diskusi terbuka, dan pengalaman lintas budaya, Gen Z dapat belajar untuk mengurangi prasangka dan diskriminasi, serta membangun hubungan yang harmonis dengan orang lain dari berbagai latar belakang.
Â
2. Menggunakan Media Sosial untuk Menyebarkan Pesan Positif
Â
Media sosial memainkan peran besar dalam kehidupan Gen Z. Pilar cinta damai dapat diterapkan dengan mendorong mereka untuk menggunakan platform digital untuk menyebarkan pesan-pesan positif, seperti perdamaian, keadilan sosial, dan kerukunan. Kampanye damai di media sosial, baik itu melalui meme, video, atau tulisan, dapat membantu menciptakan suasana yang lebih inklusif dan toleran di kalangan pengguna internet.
Â
3. Berperan dalam Menyelesaikan Konflik secara Damai
Â
Gen Z dapat diajarkan cara untuk menyelesaikan konflik dengan cara yang damai dan konstruktif. Pilar cinta damai mencakup pengembangan keterampilan komunikasi yang efektif, seperti mendengarkan dengan empati, mengelola emosi, dan mencari solusi win-win. Ini penting dalam lingkungan yang penuh dengan tantangan dan ketegangan, baik di dunia maya maupun dalam interaksi sosial sehari-hari.
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H