Mohon tunggu...
Nazwanais
Nazwanais Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Pendidikan Sosiologi Universitas Pendidikan Indonesia

Saya Mahasiswi asal Bandung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Lonjakan Kasus Perceraian di Bandung: Faktor-Faktor yang Menjadi Pemicu

24 Mei 2024   23:06 Diperbarui: 24 Mei 2024   23:09 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mirna Nur Alia Abdullah, S.Sos., M.Si.

Setiap pasangan yang terikat pada perkawinan pasti mendambakan kehidupan yang harmonis dan tentram di keluarganya. Dalam mencapai keharmonisan keluarga dibutuhkan peran dan fungsi pasangan yang sesuai dengan kemampuannya agar mempermudah terciptanya keharmonisan dalam lingkungan keluarga. Namun tidak semua keluarga mampu dalam mencapai tujuan keharmonisan ini dan justru memunculkan mimpi buruk bagi suatu pasangan yaitu perceraian. Perceraian merupakan putusnya ikatan pernikahan karena suatu sebab dan keputusan hakim atau atas permintaan salah satu pihak yang menikah. Ketidakcocokan suatu pasangan yang menimbulkan perceraian memberikan dampak seperti putusnya ikatan tali perkawinan, renggangnya tali silaturahmi diantara keluarga kedua belah pihak dan berdampak bagi pasangan yang sudah memiliki anak, salah satunya anak akan merasakan kesedihan dan kekecewaan yang mendalam akibat dari perpisahan orang tua.

Perceraian terjadi karena beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keharmonisan dalam rumah tangga seperti faktor ekonomi maupun faktor sosial. Perceraian juga terjadi jika dirasa suatu permasalahan tidak kunjung menemukan jalan keluar. Permasalahan yang muncul perlu diselesaikan dan dikomunikasikan dengan baik oleh pasangan untuk mencari jalan keluar yang terbaik, sehingga permasalahan tersebut tidak mengarah ke perceraian. 

Maraknya hal ini membuat angka perceraian melonjak tinggi di setiap daerah, salah satunya kota Bandung. Kota Bandung merupakan salah satu daerah dengan jumlah kasus perceraian tertinggi di Jawa Barat pada tahun 2023. Beberapa wilayah di kota Bandung menyalurkan angka perceraian yang lumayan tinggi membuat angka perceraian meningkat di tahun tertentu. Pengadilan Agama Bandung yang melayani proses perceraian dan lainnya, tepat berada di Jl. Terusan Jakarta No. 120, Antapani Tengah, Kec. Antapani, Kota Bandung, Jawa Barat 40291. 

Pengadilan Agama Bandung mempunyai wilayah hukum Daerah Tingkat II Kota Bandung terdiri dari 30 Kecamatan. Kasus perceraian di Pengadilan Agama Kota Bandung menerima perkara masuk pada tahun 2023 sebanyak 7.444 perkara, secara statistik perkara-perkara yang masuk ke Pengadilan Agama Bandung adalah perkara cerai gugat (gugatan cerai diajukan oleh pihak istri) sebanyak 4.539 perkara, sementara perkara cerai talak (permohonan talak diajukan oleh pihak suami) sebanyak 1.392 perkara pada tahun 2023. Kasus terbanyak terdapat di Kecamatan Batununggal, lalu selanjutnya di Kecamatan Bandung Kulon, dan disusul di Kecamatan Sukajadi dan Coblong. Sedangkan kasus perceraian terbaru yang kami dapat dari narasumber, terdapat 1.799 kasus dari bulan Januari-Maret tahun 2024. 

Kami memilih Pengadilan Agama Bandung untuk kami teliti, karena kami merupakan anggota kelompok dari mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia yang berdomisili di Kota Bandung. Selain itu, kota Bandung merupakan salah satu kota di Indonesia dengan kasus perceraian yang tinggi dan Pengadilan Agama kota Bandung menangani kasus perceraian tinggi masyarakat Bandung dengan berbagai faktor dan alasan. Berdasarkan data terakhir yang kami dapatkan ketika mengunjungi pengadilan agama tersebut, dari 30 kecamatan yang di naungi oleh Pengadilan Agama Bandung daerah dengan kasus perceraian paling tinggi pada tahun 2023 terdapat pada daerah Batununggal dengan jumlah kasus sebanyak 414 perkara

Kasus perceraian di Pengadilan Agama Kota Bandung, disebabkan oleh beberapa faktor. Rata-rata faktor yang menyebabkan perceraian adalah karena faktor ekonomi dan perselisihan dan pertengkaran terus-menerus.Di pengadilan Agama Bandung pada tahun 2023 faktor perselisihan dan pertengkaran terus menerus terdapat 3150 perkara,faktor ekonomi 1614 perkara,faktor meninggalkan salah satu pihak 263 perkara,faktor kekerasan dalam rumah tangga 50 perkara,faktor dihukum penjara 35 perkara,faktor murtad 21 perkara,faktor judi 19 perkara,faktor mabuk 14 perkara,faktor poligami 9 perkara,faktor madat 2 perkara, dan faktor kawin paksa 1 perkara.Faktor-faktor tersebut menjadi beberapa alasan kasus perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama Kota Bandung.

Ekonomi dan tidak ada keharmonisan seperti pertengkaran dan perselisihan terus menerus merupakan faktor utama penyebab tingginya angka cerai gugat di Pengadilan Agama Bandung, faktor tersebut dalam rumah tangga dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti adanya saling curiga, tidak adanya rasa saling percaya antar pasangan, sehingga hal tersebut menyebabkan pertengkaran-pertengkaran yang terjadi secara terus-menerus yang berakhir dengan perceraian.Faktor ekonomi ini bermula dari berbagai macam masalah, seperti suami yang tidak dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga karena tidak adanya pekerjaan tetap atau suami malas bekerja sehingga pemasukan keluarga menjadi tidak jelas dari mana yang berdampak pada berkurangnya pemenuhan kebutuhan keluarga.

Pada tahun 2023, Pengadilan Agama Bandung telah melakukan klasifikasi terbaru mengenai kasus perceraian ini. Data yang kami dapatkan menunjukan bahwa kelompok usia angka perceraian tertinggi adalah mereka yang berusia antara 31-40 tahun. Fenomena ini menarik karena mencerminkan tantangan tantangan sosioal dan ekonomi yang di hadapi orang orang dalam usia tersebut. Di sisi lain, angka perceraian terendah ditemukan pada mereka yang berusia di bawah 20 tahun, yang mungkin mencerminkan kesiapan atau kematangan untuk menikah di usia yang terbilang cukup muda.

Analisis demografis menunjukkan bahwa mayoritas pihak yang mengajukan perceraian memiliki latar belakang pendidikan menengah atas (SMA). Hal ini bisa jadi menandakan bahwa tingkat pendidikan memegang peranan penting dalam keputusan untuk mengakhiri sebuah pernikahan. Individu dengan pendidikan SMA memiliki akses yang lebih terbatas ke sumber daya atau dukungan yang diperlukan untuk menyelesaikan konflik pernikahan atau, mereka memiliki ekspektasi yang berbeda tentang pernikahan dibandingkan dengan mereka yang memiliki latar belakang pendidikan yang lebih tinggi atau lebih rendah. Tapi tidak menuntut kemungkinan orang yang memiliki pendidikan tinggi pun bisa juga memiliki pola pikir yang sama.

 Pengadilan Agama Bandung telah mengambil beberapa upaya dalam mengatasi angka perceraian tinggi, diantaranya adalah :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun