Dengan hati-hati, ia membuka pintu itu, dan ia melihat lorong panjang yang diterangi oleh lampu-lampu redup yang tampaknya masih berfungsi. Di ujung lorong, ada sebuah pintu besi besar.
Ketika Surya berjalan melewati lorong itu, ia mendengar suara-suara anak-anak yang bermain dan tertawa. Namun, ketika ia menoleh, lorong itu kosong.
"Halusinasi?" gumamnya.
Ia mencoba mengabaikannya dan terus berjalan menuju pintu besi. Di atas pintu itu, ada sebuah tulisan besar: "Pintu Terakhir."
Ketika ia hendak membuka pintu itu, sebuah suara memanggil namanya.
"Surya!"
Ia berbalik dengan cepat, tapi tidak ada siapa pun. Jantungnya berdegup kencang. Ia yakin bahwa tidak mungkin ada orang lain di gedung ini.
Â
Saat ia memegang gagang pintu besi, bayangan-bayangan aneh mulai memenuhi pikirannya. Ia melihat seorang anak laki-laki kecil, duduk di sudut ruangan, menangis. Anak itu terlihat sangat familiar, tapi Surya tidak bisa mengingat di mana ia pernah melihatnya.
Ketika pintu terbuka, ruangan di baliknya adalah aula lain yang lebih kecil, dengan deretan tempat tidur bertingkat yang tampaknya bekas asrama. Namun, yang membuat Surya terkejut adalah dinding-dinding di ruangan itu penuh dengan coretan yang sama: "Bebaskan aku!"
Ia merasakan dingin yang menusuk tulang.