Mohon tunggu...
Nazwaawaa
Nazwaawaa Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

So so.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pintu Terakhir

24 Januari 2025   08:08 Diperbarui: 24 Januari 2025   08:10 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah kota kecil yang dikelilingi pegunungan asri, terdapat sebuah gedung tua yang dikenal sebagai Gedung Arjuna. Bangunan itu sudah lama tak berpenghuni, namun tetap berdiri kokoh walau dengan dinding-dinding retak dan cat yang mengelupas. Walau begitu, tidak ada yang berani mendekatinya apalagi masuk. 

Konon, gedung tersebut dulunya merupakan sebuah panti asuhan yang terbakar habis sekitar 30 tahun yang lalu. Seluruh penghuni di dalamnya tewas, kecuali seorang anak laki-laki bernama Ananta. Saat kejadian Ia ditemukan di luar gedung, dengan pakaian dipenuhi abu serta darah, dengan ekspresi kosong di wajahnya. Tidak ada yang tahu bagaimana ia selamat.

Beberapa tahun setelah kejadian tersebut Ananta menghilang secara misterius tanpa kabar sedikitpun. Sejak saat itu Gedung Arjuna tetap menjadi simbol kutukan bagi penduduk kota. Mereka percaya bahwa gedung itu "Hidup" dan menyimpan dosa-dosa orang-orang yang pernah tinggal di dalamnya. 

Surya, seorang penulis yang sedang berjuang menemukan identitas dirinya, datang ke kota itu untuk menulis kisah misteri tentang Gedung Arjuna. Ia percaya, di balik legenda gelap itu pasti ada kebenaran yang bisa ia ungkapkan kepada dunia. Penduduk kota memperingatinya untuk tidak terlalu dekat dengan gedung itu. 

"Tidak ada yang keluar dengan selamat dari sana," kata Pak Anton, pemilik penginapan tempat Surya menginap.

Namun, rasa penasaran Surya lebih besar daripada rasa takutnya. Ia yakin bahwa kisah tentang Gedung Arjuna akan menjadi karya besar pertamanya.

Di pagi yang dingin, Surya berjalan menuju Gedung Arjuna. Ia membawa senter, buku catatan, dan kamera. Begitu ia membuka pintu utama gedung itu, aroma apek dan basah langsung menyerbu hidungnya.

Ruangan pertama adalah aula besar dengan lantai kayu yang sudah lapuk. Di dinding, ada lukisan-lukisan anak-anak yang menggambarkan keluarga dan rumah, namun semuanya terlihat suram, seperti melambangkan kesepian.

Di ujung aula, ia melihat sebuah pintu yang sedikit terbuka. Ketika ia mendekat, ia mendengar suara langkah kaki kecil.

"Halo?" panggilnya.

Tidak ada jawaban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun