Kasus Suap di Pemerintah Kabupaten Probolinggo (2021). Pada tahun 2021, tersangka ditangkap dalam area Pemerintah Kabupaten Probolinggo karena terlibat dalam praktik suap pada seleksi jabatan. Tindakan ini memperlihatkan adanya ketidakjujuran dan penyalahgunaan kekuasaan di kalangan pejabat publik, yang seharusnya menjalankan tugas mereka dengan prinsip integritas.
- Relevansi dengan prinsip Ki Ageng Suryomentaram: Situasi ini dapat dihindari seandainya para pejabat dan staf yang terlibat memiliki integritas yang kokoh, sesuai dengan ajaran Ki Ageng Suryomentaram. Prinsip kesederhanaan, pengendalian diri, dan harga diri
Kasus Skandal Korupsi e-KTP. Kasus korupsi proyek e-KTP merupakan salah satu contoh signifikan korupsi yang melibatkan pejabat tinggi di Indonesia, seperti direktur suatu perusahaan dan anggota kementerian. Kasus ini berkaitan dengan penggelapan dana negara yang seharusnya dipakai untuk pembangunan sistem administrasi kependudukan.
- Relevansi dengan prinsip Ki Ageng Suryomentaram: Dalam skandal ini, banyak pejabat tidak bisa menahan keinginan mereka untuk mengambil keuntungan pribadi dari proyek yang seharusnya memberi manfaat bagi publik. Jika mereka lebih mengedepankan pengendalian diri dan memiliki martabat, mereka mungkin lebih mampu menolak peluang untuk terlibat dalam praktik korupsi seperti yang diajarkan oleh Ki Ageng Suryomentaram.
Kasus Suap Penerimaan Mahasiswa Baru di Universitas Lampung (Unila). Pada tahun 2020, terungkap kasus suap terkait penerimaan mahasiswa baru di Universitas Lampung (Unila). Sejumlah pejabat di universitas tersebut menerima suap dari calon mahasiswa untuk memuluskan proses penerimaan melalui jalur tidak resmi. Kasus ini melibatkan rektor dan beberapa pejabat lainnya yang terlibat dalam praktik suap untuk membantu calon mahasiswa diterima meskipun tidak memenuhi persyaratan.
- Relevansi dengan prinsip Ki Ageng Suryomentaram: Integritas dan pengendalian diri sangat diperlukan dalam kasus ini. Seandainya para pejabat di Unila menerapkan prinsip manungso tanpo ciri (manusia tanpa atribut), yang mengajarkan untuk tidak terjebak pada ambisi pribadi dan tetap mengutamakan moral, mereka seharusnya menolak suap tersebut. Selain itu, harga diri dan kesadaran diri akan membuat mereka bertindak dengan penuh tanggung jawab dan menjaga kredibilitas institusi pendidikan tanpa terlibat dalam praktik kotor yang merusak integritas.
Kesimpulan
Konsep kebatinan Ki Ageng Suryomentaram memberikan pandangan yang sangat mendalam tentang pengendalian diri, kesadaran diri, dan pemahaman terhadap makna hidup yang dapat membantu mencegah perilaku koruptif. Ajaran-ajaran seperti bungah dan susah (kebahagiaan yang tidak bergantung pada keinginan duniawi), mulur-mungkret (fleksibilitas keinginan), raos sami (kesetaraan rasa), dan Kawruh Jiwa (mengenal diri sendiri) menekankan pentingnya keseimbangan batin, pemahaman terhadap dorongan dan ambisi pribadi, serta pengembangan empati terhadap orang lain. Ajaran ini mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada pencapaian duniawi, seperti kekayaan, kekuasaan, atau status, tetapi pada kedamaian batin yang berasal dari pengendalian diri dan pemahaman yang mendalam tentang makna hidup. Dengan memahami ajaran ini, individu diajak untuk melepaskan keterikatan pada materi dan kekuasaan, serta menghindari pengejaran yang berlebihan terhadap keinginan yang tidak sesuai dengan nilai moral. Sehingga, individu tidak terjebak dalam keinginan yang dapat menuntun pada perilaku merugikan diri sendiri dan orang lain, seperti korupsi.
Prinsip-prinsip seperti introspeksi, pengendalian diri, kesederhanaan, dan kejujuran sangat relevan dalam membentuk integritas dan tanggung jawab pribadi dalam menghindari godaan untuk melakukan tindak korupsi. Introspeksi mengajarkan individu untuk secara jujur mengevaluasi dirinya dan juga memahami motivasi di balik tindakan-tindakannya. Pengendalian diri, yang menjadi landasan ajaran Ki Ageng Suryomentaram, memberikan kekuatan untuk menahan keinginan yang tidak terkendali, yang seringkali menjadi akar dari perilaku koruptif. Dalam praktik kehidupan sehari-hari, hal ini berarti kemampuan untuk menolak dorongan untuk mencari keuntungan pribadi dengan cara yang tidak sah atau merugikan orang lain. Konsep kesederhanaan mengingatkan kita bahwa kebahagiaan sejati tidak bergantung pada pencapaian materi, melainkan pada kedamaian batin dan keharmonisan dengan diri sendiri. Oleh karena itu, seseorang yang hidup dengan sederhana dan tidak terikat pada kemewahan duniawi akan lebih mampu menghindari godaan untuk terlibat dalam praktik korupsi yang sering kali dipicu oleh keinginan yang tidak terkendali akan kekayaan dan status. Sementara itu, kejujuran menjadi prinsip dasar dalam setiap tindakan yang bertujuan untuk menciptakan kepercayaan dan transparansi. Seorang individu yang mengutamakan kejujuran akan bertindak dengan integritas, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, dan tidak akan tergoda untuk melakukan penyimpangan demi keuntungan pribadi.
Bagi seorang pemimpin, transformasi memimpin diri yang dimulai dari pemahaman dan penerapan ajaran-ajaran Ki Ageng Suryomentaram merupakan pondasi utama dalam membangun budaya organisasi yang bebas dari korupsi. Seorang pemimpin yang mampu menginternalisasi nilai-nilai kebatinan ini akan memiliki kemampuan untuk bertindak dengan integritas, kebijaksanaan, dan tanggung jawab. Pemimpin seperti ini akan menjadi teladan yang mengedepankan kepentingan bersama, dengan selalu mengutamakan kesejahteraan masyarakat dan organisasi, serta mampu menciptakan lingkungan yang menekankan nilai-nilai keadilan, transparansi, dan etika yang tinggi.
Secara keseluruhan, implementasi dari prinsip-prinsip kebatinan Ki Ageng Suryomentaram memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk sebuah karakter individu yang kuat, berintegritas, dan berkeadilan. Ajaran ini tidak hanya berdampak pada pengembangan diri individu, tetapi juga dapat mempengaruhi perubahan sosial yang lebih luas, baik di tingkat organisasi maupun masyarakat umum. Dengan menanamkan nilai-nilai moral yang mendalam dalam setiap tindakan dan keputusan, kebatinan ini menjadi pondasi yang kokoh dalam pencegahan korupsi. Pengendalian diri yang diajarkan oleh Ki Ageng Suryomentaram, jika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, akan membentuk individu yang mampu menahan godaan untuk bertindak tidak etis, serta mendorongnya untuk bertindak dengan kesadaran penuh terhadap dampak dari setiap keputusan yang diambil. Kesederhanaan yang dijunjung akan membantu individu dan pemimpin untuk tetap berpijak pada nilai-nilai kehidupan yang lebih tinggi, sehingga tidak mudah tergoda oleh kemewahan atau keuntungan pribadi. Lalu, kejujuran yang diutamakan dalam ajaran ini akan memperkuat karakter individu dan organisasi, menciptakan atmosfer yang transparan dan saling percaya, serta mengurangi peluang untuk terjadinya penyimpangan yang merugikan.
Daftar Pustaka
Kusumawati, M. P., & Rahman, A. N. (2023). Construct validity test of integrity and Suryomentaram-style introspection in creating anti-fraud. Asia Pacific Fraud Journal, 8(1), 1--12. https://apfjournal.or.id/index.php/apf/article/view/274
Kamal, F., & Wahyuningrum, Z. I. (2017). Aktualisasi Ajaran Ki Ageng Suryomentaram Sebagai Basis Pendidikan Karakter. Jurnal Pancar, 1(2). https://ejournal.unugha.ac.id/index.php/pancar/article/view/189/154
Putra, N. R., & Linda, Rosa. (2022). Korupsi di Indonesia: Tantangan perubahan social. Jurnal Antikorupsi, 8(1). 13-44. https://jurnal.kpk.go.id/index.php/integritas/article/download/898/174/3114
Sunarno & Koentjoro. (2018). Pemahaman dan Penerapan Ajaran Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram Tentang Raos Persatuan Dalam Kehidupan Sehari-hari. JURNAL ILMU PERILAKU, 2(1). 25-40. http://jip.fk.unand.ac.id/index.php/jip/article/view/48/19