Apa itu Korupsi dalam pendekatan Robert Klitgaard dan Jack Bologna?
Secara etimologis, kata "Korupsi" berasal dari bahasa Latin, yaitu corruptio atau corruptus, yang memiliki makna kebejatan, kebusukan, perilaku tidak jujur, serta tindakan merusak atau menghancurkan. Dalam konteks ini, istilah korupsi tidak hanya merujuk pada tindakan penyalahgunaan kekuasaan demi keuntungan pribadi, tetapi juga mencerminkan hilangnya integritas moral dan prinsip keadilan dalam tata kelola masyarakat dan negara. Korupsi sering kali menjadi penyebab utama kemerosotan nilai-nilai etika, hilangnya kepercayaan publik terhadap lembaga negara, dan memburuknya kesejahteraan sosial.
Indonesia adalah salah satu negara yang masih berjuang keras untuk mengatasi masalah korupsi yang sudah mengakar. Masalah ini mencakup berbagai bentuk dan terjadi di berbagai sektor, baik pemerintahan, politik, maupun sektor swasta. Korupsi di Indonesia memiliki karakteristik unik dan kompleks yang membuatnya sulit untuk diberantas. Berikut ini beberapa aspek yang menggambarkan kondisi korupsi di Indonesia:
- Keterlibatan Pejabat Tinggi. Korupsi sering kali melibatkan pejabat tinggi negara, seperti menteri, anggota parlemen, gubernur, wali kota, hingga pejabat pemerintahan lainnya. Banyak kasus korupsi di Indonesia yang melibatkan jaringan politik, hal inilah yang menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap pemegang kekuasaan dan akuntabilitas.
- Korupsi di Sektor Publik. Pada sektor publik, banyak kasus korupsi seperti penggelapan dana proyek pemerintah, penyalahgunaan anggaran, suap dalam pengadaan barang dan jasa, serta pengaturan tender. Hal ini dapat terjadi karena lemahnya transparansi dalam proses pengerjaannya.
- Suap dan Pungutan Liar. Aspek ini tidaklah asing lagi dikalangan masyarakat indonesia, dimana suap membuat keputusan hukum dapat di perjual belikan, serta pungutan liar yang tidak jelas tujuan dan asal-usulnya. Hal inilah yang membuat masyarakat masih sukar percaya terhadap hukum di Indonesia.
- Pengawasan yang Lemah. Kita sudah sering melihat berita-berita tentang lemahnya pengawasan internal dalam pemerintahan, dimana mekanisme check and balance yang masih belum berjalan secara efektif, membuat para pemegang kekuasaan memiliki keluasaan dalam mengambil keputusan tanpa adanya pertanggungjawaban. hal inilah yang membuat grafik korupsi dapat meningkat.
- Korupsi di Tingkat Daerah. Kasus korupsi tidaklah semata-mata hanya berada pada pusat pemerintahan kota, tetapi juga merata di daerah-daerah. Banyak kepala daerah yang menyalahgunakan kekuasannya seperti pengelolaan anggaran dana yang tidak benar. oleh karena itu, perlunya laporan pertanggungjawaban dari setiap kepala daerah guna mengetahui ada tidaknya kecurangan yang merugikan masyarakat daerah.
Pada umumnya, korupsi berarti menggunakan jabatannya untuk keuntungan pribadi. Di Indonesia, korupsi diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam undang-undang ini, korupsi mencakup segala tindakan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dilakukan dengan tujuan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi melalui tindakan melawan hukum. Definisi ini menekankan bahwa korupsi tidak hanya berhubungan dengan uang tunai atau dana publik, tetapi juga segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan, kewenangan, dan kesempatan yang dimiliki oleh seseorang karena jabatannya. Oleh karena itu, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 ini menegaskan bahwa korupsi mencakup tindakan penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatan atau kedudukannya.
Korupsi Dalam Pendekatan Robert Klitgaard dan Jack Bologna
Dalam pendekatan Robert Klitgaard, korupsi didefinisikan sebagai hasil dari kombinasi "C= M + D -- A", yaitu Monopoly (monopoli) dan Dictionary (diskresi) yang tidak diimbangi oleh Accountability (akuntabilitas). Kata Monopoly disini cenderung terjadi ketika suatu pihak memiliki kendali tunggal atas keputusan tertentu tanpa pembatasan yang signifikan, dapat berupa kekuasaan eksklusif yang dimilik oleh pejabat tertentu. Lalu, kata Dictionary merujuk pada kewenangan atau kebebasan yang dimiliki seorang pejabat untuk mengambil keputusan sesuai kebijakan pribadi mereka. Tingginya tingkat diskresi tanpa regulasi yang ketat atau transparansi sering kali menjadi peluang besar untuk korupsi. Terakhir, Accountability berarti sejauh mana individu atau institusi yang memiliki kekuasaan dapat dipertanggungjawabkan atas tindakan dan keputusan mereka. Tanpa mekanisme pengawasan dan sanksi yang efektif, monopoli dan diskresi dapat disalahgunakan.
Sementara itu, Jack Bologna mengembangkan teori GONE yang mencakup empat faktor utama penyebab korupsi, yaitu Greed (keserakahan), Opportunity (kesempatan), Need (kebutuhan), dan Exposure (pengawasan). Dalam teori ini, Greed merupakan dorongan manusia yang kuat untuk memperkaya diri sendiri atau mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan etika, moralitas, atau dampak negatif pada orang lain. Lalu, Opportunity mengacu pada situasi atau kondisi yang memungkinkan seseorang untuk melakukan korupsi, dimana kurangnya kontrol internal dan prosedur yang memadai. Selanjutnya, Need mengacu pada motif individu dalam memenuhi kebutuhan finansial atau pribadi yang mendesaknya. Tidak semua korupsi murni berasal dari keserakahan, tetapi bisa saja karena faktor tekanan sosial, ekonomi, dan lingkungan sekitarnya. Terakhir, Exposure merujuk pada risiko bahwa pelaku akan tertangkap dan dihukum atas tindakan mereka. Semakin rendah risiko seseorang untuk tertangkap atau semakin lemah pengawasan terhadap tindakannya, maka semakin besar kemungkinan terjadinya korupsi.
Mengapa pendekatan Robert Klitgaard dan Jack Bologna masih relevan dalam menjelaskan maraknya korupsi di Indonesia?
Pendekatan Robert Klitgaard yang merumuskan korupsi melalui "Monopoli + Diskresi - Akuntabilitas" tetap relevan dalam menjelaskan tingginya korupsi di Indonesia karena ketiga elemen ini memperburuk praktik korupsi:
- Monopoli Kekuasaan: Pejabat dengan kekuasaan besar cenderung menyalahgunakan wewenang karena minimnya kontrol.
- Diskresi Tanpa Batas: Kebijakan diskresi tanpa pengawasan sering disalahgunakan untuk kolusi, nepotisme, dan penyalahgunaan kekuasaan.
- Minim Akuntabilitas: Sistem akuntabilitas yang lemah dan penegakan hukum yang tidak konsisten memungkinkan pelaku korupsi lolos tanpa konsekuensi, memperkuat budaya korupsi.
Selanjutnya, Pendekatan Jack Bologna dengan model GONE (Greed, Opportunity, Need, Exposure) tetap relevan dalam menjelaskan korupsi di Indonesia karena keempat elemen ini mencerminkan faktor-faktor utama yang mendorong praktik korupsi:
- Greed: Pejabat publik sering terpicu oleh keinginan untuk memperkaya diri atau kelompok, dengan ambisi untuk mendapatkan keuntungan tanpa batas.
- Opportunity: Lemahnya pengawasan dan kontrol internal di lembaga publik memberi ruang bagi korupsi, menciptakan situasi di mana penyalahgunaan kekuasaan tidak terdeteksi.
- Need: Tekanan ekonomi dan penghasilan rendah mendorong pejabat untuk melakukan korupsi guna memenuhi kebutuhan finansial mereka.
- Exposure: Rendahnya tingkat pengungkapan dan penegakan hukum yang lemah membuat pelaku korupsi merasa aman, mengurangi efek jera dan insentif untuk berhenti.
Bagaimana upaya untuk mencegah tindak korupsi karena tekanan sosial ekonomi dan kesewenang-wenangan seseorang yang memilik kekuasaan?
Dalam penanganan tindak korupsi, terdapat beberapa pendekatan terkait upaya pencegahan korupsi yang dipicu oleh tekanan sosial ekonomi serta kesewenang-wenangan pemegang kekuasaan sebagai berikut.