Dalam hal akhlak, Rasulullah SAW adalah contoh sempurna dari budi pekerti, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam Al-Quran: *"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang luhur (agung)."* (QS. Al-Qalam [68]: 4).Â
Suatu ketika, Aisyah r.a. ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW, dan beliau menjawab: "Akhlak Rasulullah adalah Al-Quran." (HR. Imam Ahmad). Ini menggambarkan bahwa setiap perilaku dan tindakan Nabi Muhammad SAW sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Quran, yang menjadi pedoman dan acuan dalam kehidupan beliau.
Sebagian doa-doa Nabi Muhammad SAW juga mengandung ajaran-ajaran tasawuf. Misalnya, beliau berdoa: *"Allahumma, ya Allah, kepadamu aku menyerahkan diriku, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku bertawakkal, kepada-Mu aku akan menuju, dan dengan-Mu aku melawan segala penghalangku."* (HR. Bukhari dan Muslim). Doa ini mencerminkan sikap tasawuf yang penuh pengabdian, ketundukan, dan kepercayaan sepenuhnya kepada Allah.
Selain itu, beliau juga sering berdoa: *"Ya Allah, tolonglah aku dengan ilmu pengetahuan, hiasilah aku dengan kesabaran, muliakanlah aku dengan takwa, dan indahkanlah aku dengan kesehatan."* (HR. Rabi'i). Doa ini menunjukkan permohonan untuk diberi kekuatan rohani, kesabaran, ketaqwaan, dan kesehatan, yang semuanya merupakan aspek penting dalam ajaran tasawuf untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menjaga keseimbangan hidup.
Dengan berlandaskan pada nilai-nilai keagamaan yang mendalam, serta dilengkapi dengan kesigapan dan moral yang tinggi, Nabi Muhammad SAW berhasil memperoleh penghormatan dan kepercayaan yang luas dari masyarakat.Â
Keberanian, ketangguhan, dan kebersihan diri beliau bukan hanya mencerminkan kekuatan fisik, tetapi juga menggambarkan kemurnian hati dan keteguhan iman. Sebagai contoh, keberanian beliau dalam menghadapi ujian dan tantangan, baik dari musuh maupun dalam perjuangan dakwah, menunjukkan ketangguhan spiritual yang luar biasa.
Selain itu, akhlak beliau yang luhur dan agung menjadi daya tarik tersendiri. Nabi Muhammad SAW tidak hanya dihormati karena kewibawaannya sebagai pemimpin, tetapi juga karena sifat-sifat pribadi beliau yang penuh kasih sayang, rendah hati, dan penuh perhatian kepada sesama.Â
Dalam banyak riwayat, disebutkan bahwa beliau selalu menunjukkan kelembutan hati, bahkan kepada orang yang sering berbuat jahat kepada beliau, seperti yang terlihat dalam sikap beliau terhadap orang-orang di sekitar Madinah, atau ketika beliau memaafkan mereka yang telah menyakitinya di Perang Uhud.
Kehidupan beliau menjadi teladan dalam setiap aspek---baik dalam kesederhanaan hidup, keteguhan prinsip, maupun dalam mengelola hubungan antar sesama manusia. Nabi Muhammad SAW tidak hanya dihormati karena ajaran agama yang beliau bawa, tetapi juga karena beliau menjadi contoh nyata dari ajaran tersebut. Dengan demikian, kesempurnaan akhlak dan keagungan pribadi beliau menjadikannya figur yang dihormati, dicintai, dan diikuti oleh banyak orang sepanjang zaman.
Dari paparan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa ajaran-ajaran yang diajarkan oleh kaum sufi, seperti maqamat (tahapan spiritual) dan ahwal (keadaan-keadaan jiwa), sebenarnya telah dipraktikkan dan bahkan dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW jauh sebelum istilah "tasawuf" atau "sufi" muncul. Hal ini sudah tercermin dalam kehidupan dan ajaran Nabi Muhammad SAW, bahkan dua abad sebelum tasawuf secara formal dikenal.Â
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ajaran tasawuf sesungguhnya sudah ada sejak kelahiran Islam itu sendiri, yaitu sejak Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi rasul. Bahkan, praktik-praktik tasawuf sudah tampak jauh sebelumnya, seperti yang terlihat dalam tahannus (penyendiriannya) dan khalwah (pengasingan diri) beliau di Gua Hira, yang merupakan awal mula perjalanan spiritual yang kemudian menjadi dasar bagi ajaran tasawuf di masa depan.