Mohon tunggu...
Anastasye Natanel
Anastasye Natanel Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger

pencinta olahraga dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Malo Makang Yaki, Selamatkan!

25 Oktober 2018   15:43 Diperbarui: 25 Oktober 2018   16:14 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada hakikatnya semua manusia itu baik. Iya kan?

Baru kemarin hati saya mengharu biru membaca #ThaiCaveRescue. Dalam setiap update-an air mata saya meleleh melihat semua orang kompak, optimis dan penuh solidaritas. Orang-orang dari berbagai kalangan dan negara saling bahu membahu melakukan misi penyelamatan 12 anak dan pelatih mereka yang terkurung di gua selama hampir dua minggu. 

Misi berhasil walau ada satu nyawa yang harus dikorbankan. Dada saya penuh dengan emosi karena berita tersebut. Saya menjadi percaya, manusia dasarnya baik. Sungguh.

Namun kepercayaan saya terkikis melihat postingan yang beredar di laman Facebook saya. Sebuah akun memposting mayat seekor yaki yang dibunuh untuk dijadikan hidangan. 

Yaki atau macaca nigra. Primata endemik yang hidup di hutan primer ini yang doyannya cuma makan bagian tumbuhan, seperti daun, pucuk daun, biji, bunga, umbi, buah, beberapa jenis serangga, moluska, invertebrata kecil, bahkan ular. Hewan ini harus menjadi konsumsi manusia-manusia tak berhati. Hewan yang populasinya terancam punah ini justru masih diburu dan dianggap hewan konsumsi. 

What is wrong with you, people?

Kejadian ini terjadi di kota kelahiran saya. Kota Bitung. Padahal Pemerintah Kota Bitung sejak beberapa waktu lalu sudah mengkampanyekan #SaveYaki demi melindungi mamalia tersebut. Karena satwa yang penyebarannya paling banyak di hutan primer Tangkoko ini sudah semakin sedikit jumlahnya. Dengan adanya postingan di akun oknum yang membunuh yaki, bukti jika kampanye ini belum menyasar semua masyarakat. Atau mungkin orangnya yang masih bebal?

Hutan tempat hidup mamalia ini juga sama miris nasibnya. 

Pada tahun 2008, Indonesia pernah tercatat di Guiness Book of Record sebagai negara dengan tingkat kehancuran hutan tercepat? Hutan yang rusak dan hancur itu setara dengan 300 lapangan sepakbola.

Di Indonesia. 

Negeri kita tercinta. 

Hutan-hutan kita, ekosistem terbesar. Paru-paru dunia. Di mana Indonesia dikarunia banyak hutan tapi banyak juga yang sudah dirusak. 

Mau nangis nggak sih bacanya?

Membaca berita tentang yaki yang dibunuh di hutan yang adalah rumahnya sendiri aja hati saya langsung mencelus. Belum kalau membaca maraknya pembalakan liar, penebangan skala gila, dan alih fungsi hutan menjadi lahan pemukiman, atau pertambangan. Gila. Ngeri! 

Kerusakan-kerusakan pada hutan ini tentu dampaknya besar. Tidak hanya pada berdampak di sekitar tapi juga isi di dalamnya. Fauna dan flora yang sudah menghuni hutan jauh sebelum para manusia bermigrasi di situ. Hak mereka dirampas. Tubuh mereka dikoyak untuk kebutuhan perut. Kecantikan mereka direbut untuk pajangan di sudut rumah. 

Seperti di dalam Hutan Tangkoko. Dahulu dipercaya hidup banyak babi rusa. Tapi sampai suatu ketika saya berkunjung ke sana, tidak ada penampakan babi rusa. Semua hanya tinggal cerita.

Bayangkan jika yaki yang sudah menjadi hewan terancam punah nasibnya benar-benar punah karena ulah manusia? Yaki hanya akan menjadi cerita dongeng layaknya babi rusa. Anak cucu tidak akan pernah melihat secara langsung wujud seekor macaca nigra di hutan tempat tinggalnya. 

Apabila yaki akan menjadi primata dongeng di Hutan Tangkoko, lalu bagaimana dengan penghuni hutan lainnya? Tarsius, burung rangkong, maleo, dan berbagai spesies burung unik? 

Kesadaran tiap individu itu perlu. Adanya motivasi yang kuat untuk tetap melestarikan hutan sangat berguna bagi masa depan. Agar anak cucu kelak tidak hanya mendengar hutan atau para penghuninya sebagai cerita pengantar tidur saja.  

Jika banyak orang bisa bersatu padu menyelamatkan jiwa 13 orang di dalam gua, kenapa tidak bisa melakukan hal yang sama pada hutan yang dimiliki? Ada beribu jiwa hidup di dalamnya. Hewan dan tumbuhan juga makhluk hidup bukan? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun