Nam: Nazma Zahidah
NIM: 22211061
Kelas: HES 5B
Mata Kuliah: Sosiologi HukumÂ
Dosen Pengampu: Â Muhammad Julijanto S.AG., M.Ag
Ketidakadilan Vonis Kasus Narkotika Aryo Kiswanto
Kasus vonis Aryo Kiswanto menyoroti ketidakadilan dalam penegakan hukum narkotika. Aryo, seorang bandar besar dengan barang bukti 137 kg sabu, mendapatkan keringanan hukuman dari hukuman mati menjadi 20 tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA). Ini menimbulkan pertanyaan serius tentang konsistensi putusan pengadilan, terutama jika dibandingkan dengan kasus lain seperti Marry Jane, yang dihukum mati untuk kepemilikan hanya 2,6 kg heroin.
Disparitas Hukuman  Terdapat perbedaan besar antara vonis Aryo dan pelaku lain dengan barang bukti lebih sedikit. Marry Jane dan Merri Utami, yang merupakan korban perdagangan manusia dan hanya membawa heroin dalam jumlah kecil, dihukum mati tanpa keringanan. Hal ini menunjukkan adanya disparitas vonis yang tidak proporsional, yang memicu kritik publik tentang ketidakadilan dan diskriminasi dalam penegakan hukum.
Penerapan Hukum di Indonesia Sistem hukum Indonesia, yang berbasis  civil law menekankan pada penerapan aturan tertulis dan tidak wajib mengikuti putusan sebelumnya. Ini memungkinkan hakim memberikan putusan yang berbeda untuk kasus serupa. Dalam kasus Aryo, meskipun ketentuan UU Narkotika mengakomodasi pidana mati, MA memilih memberikan hukuman 20 tahun, yang dipandang publik sebagai hukuman ringan bagi bandar narkoba besar.
Ketidakadilan semakin nyata ketika kasus seperti Aryo disandingkan dengan vonis terhadap individu yang lebih kecil perannya, seperti buruh migran yang terlibat tanpa sengaja. Hal ini memperkuat anggapan bahwa hukum di Indonesia lebih keras terhadap orang-orang dari golongan bawah (korban perdagangan manusia, kurir), sementara pelaku utama seringkali mendapatkan hukuman yang lebih ringan.
Kontradiksi dengan Deklarasi Perang terhadap Narkoba Pada 2021, Mahkamah Agung mendeklarasikan perang melawan narkoba sebagai kejahatan luar biasa. Namun, keputusan untuk meringankan hukuman terhadap bandar besar seperti Aryo justru melemahkan komitmen ini. Publik mempertanyakan komitmen lembaga peradilan dalam memberantas narkoba secara konsisten dan efektif.
Pertimbangan Hakum: Meskipun hukuman seharusnya mencerminkan kejahatan yang dilakukan culpae poena par esto, vonis Aryo mengindikasikan pertimbangan yang berbeda, mungkin terkait faktor lain seperti kondisi terdakwa, kepentingan politik, atau pertimbangan yudisial yang tidak diungkap secara jelas. Namun, ini memicu kritik karena hukuman yang ringan terhadap bandar besar dianggap tidak memberikan efek jera.
Kepastian Hukum Salah satu tujuan hukum adalah kepastian. Namun, keputusan yang tidak konsisten, terutama untuk kasus besar seperti narkotika, menimbulkan ketidakpastian. Publik berharap adanya standar yang jelas dalam penjatuhan hukuman, terutama terkait kejahatan luar biasa seperti narkoba.
 Ketidakadilan yang dirasakan oleh korban yang dijatuhi hukuman berat dibandingkan dengan bandar besar mencerminkan masalah dalam distribusi keadilan sosial di Indonesia. Peninjauan dan evaluasi mendalam dari jajaran peradilan, terutama MA, diperlukan agar vonis yang diberikan tidak lagi menimbulkan ketimpangan dan benar-benar mencerminkan keadilan.
MAZHAB PEMIKIRAN POSITIVISME
Madzhab positivisme adalah aliran pemikiran hukum yang memisahkan hukum dari moralitas, menekankan bahwa hukum adalah sekumpulan aturan yang dibuat oleh manusia dan ditetapkan oleh otoritas yang berwenang. Positivisme menganggap hukum sebagai produk sosial yang harus diikuti, memberikan penekanan pada kepastian dan konsistensi dalam penegakan hukum. Dalam pandangan ini, hakim berfungsi untuk menerapkan hukum tertulis tanpa mempertimbangkan nilai-nilai moral atau etika. Pendekatan ini seringkali menghasilkan interpretasi hukum yang lebih formal dan sistematis, mengutamakan aturan yang jelas dan terukur.
Argumentasi Madzhab Pemikiran Positivisme Dalam Hukum di Indonesia
Melalui argumen ini, hukum di Indonesia dapat dilihat sebagai sistem yang berfungsi untuk memberikan kepastian dan keadilan berdasarkan aturan yang telah ditetapkan. Prinsip positivisme menekankan pentingnya kepastian dalam penerapan hukum. Hukum harus diterapkan secara konsisten, sehingga masyarakat mengetahui apa yang diharapkan dan konsekuensi dari tindakan mereka. Hukum positif di Indonesia bersumber pada peraturan yang dibuat oleh lembaga berwenang. Ini memastikan bahwa setiap keputusan hukum didasarkan pada ketentuan yang jelas dan terukur, tanpa campur tangan nilai moral yang subjektif.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI