Mohon tunggu...
nazma zahidah
nazma zahidah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya mahasiswa angkatan 2022

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kasus Hukum: Ketidakadilan Vonis Kasus Narkotika Aryo Kiswanto

1 Oktober 2024   13:02 Diperbarui: 1 Oktober 2024   13:25 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nam: Nazma Zahidah

NIM: 22211061

Kelas: HES 5B

Mata Kuliah: Sosiologi Hukum 

Dosen Pengampu:  Muhammad Julijanto S.AG., M.Ag

Ketidakadilan Vonis Kasus Narkotika Aryo Kiswanto

Kasus vonis Aryo Kiswanto menyoroti ketidakadilan dalam penegakan hukum narkotika. Aryo, seorang bandar besar dengan barang bukti 137 kg sabu, mendapatkan keringanan hukuman dari hukuman mati menjadi 20 tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA). Ini menimbulkan pertanyaan serius tentang konsistensi putusan pengadilan, terutama jika dibandingkan dengan kasus lain seperti Marry Jane, yang dihukum mati untuk kepemilikan hanya 2,6 kg heroin.

Disparitas Hukuman  Terdapat perbedaan besar antara vonis Aryo dan pelaku lain dengan barang bukti lebih sedikit. Marry Jane dan Merri Utami, yang merupakan korban perdagangan manusia dan hanya membawa heroin dalam jumlah kecil, dihukum mati tanpa keringanan. Hal ini menunjukkan adanya disparitas vonis yang tidak proporsional, yang memicu kritik publik tentang ketidakadilan dan diskriminasi dalam penegakan hukum.

Penerapan Hukum di Indonesia Sistem hukum Indonesia, yang berbasis  civil law menekankan pada penerapan aturan tertulis dan tidak wajib mengikuti putusan sebelumnya. Ini memungkinkan hakim memberikan putusan yang berbeda untuk kasus serupa. Dalam kasus Aryo, meskipun ketentuan UU Narkotika mengakomodasi pidana mati, MA memilih memberikan hukuman 20 tahun, yang dipandang publik sebagai hukuman ringan bagi bandar narkoba besar.

Ketidakadilan semakin nyata ketika kasus seperti Aryo disandingkan dengan vonis terhadap individu yang lebih kecil perannya, seperti buruh migran yang terlibat tanpa sengaja. Hal ini memperkuat anggapan bahwa hukum di Indonesia lebih keras terhadap orang-orang dari golongan bawah (korban perdagangan manusia, kurir), sementara pelaku utama seringkali mendapatkan hukuman yang lebih ringan.

Kontradiksi dengan Deklarasi Perang terhadap Narkoba Pada 2021, Mahkamah Agung mendeklarasikan perang melawan narkoba sebagai kejahatan luar biasa. Namun, keputusan untuk meringankan hukuman terhadap bandar besar seperti Aryo justru melemahkan komitmen ini. Publik mempertanyakan komitmen lembaga peradilan dalam memberantas narkoba secara konsisten dan efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun