Mohon tunggu...
Nazma Khoerunnisa Maulida
Nazma Khoerunnisa Maulida Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Teruslah berkembang untuk memperbaiki diri

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Skripsi

2 Juni 2024   20:48 Diperbarui: 3 Juni 2024   12:15 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Nazma Khoerunnisa Maulida
NIM : 222121102
Kelas : HKI 4C
Review Skripsi PANDANGAN PEGAWAI KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) TERHADAP PERNIKAHAN DINI KARENA HAMIL DI LUAR NIKAH
TIARA NURUL HAFIZAH

BAB I Pendahuluan

Manusia merupakan makhluk yang tidak bisa berdiri sendiri dan membutuhkan orang lain. Manusia ataupun individu memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi oleh individu itu sendiri. Dalam perjalanannya memenuhi kebutuhannya akan terjadi sebuah usaha dan interaksi dengan individu lainnya atau yang biasa disebut dengan interaksi sosial. 

Islam adalah agama yang sangat memperhatikan hubungan manusia baik secara vertikal maupun horizontal. Secara vertikal diatur bagaimana hubungan antara manusia dengan Tuhan. Sedangkan secara horizontal diatur bagaimana manusia agar mampu berinteraksi dengan sesama makhluk. Salah satu bentuk aplikasi dari hubungan interaksi antara manusia dengan sesama makhluk adalah dengan pernikahan. 

Pernikahan merupakan amalan sunnah yang disyariatkan oleh Allah SWT dan sunnah Rasulullah SAW, karena ingin memuliakan martabat hamba-Nya terlebih lagi kaum perempuan. Sebuah pernikahan dalam pandangan Islam bukan sekedar merupakan satu bentuk formalitas hubungan antara laki-laki dan perempuan atau sekedar penyaluran
keinginan dan kebutuhan biologis semata, tetapi lebih dari itu. Allah SWT menciptakan manusia berpasang-pasangan dengan
maksud agar memperoleh keturunan dengan cara melaksanakan perkawinan. Sebagaimana firman Allah dalam QS. an-Nur ayat 32 yaitu
Artinya:
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurniaNya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui. (QS. an-Nur : 32)

Dengan adanya akad perkawinan, pasangan suami istri tersebut dapat memperoleh keturunan yang di idam-idamkan oleh pasangan suami istri. Sedikit bahkan tidak ada satupun pasangan yang telah melangsungkan pernikahan tidak menginginkan kehadiran sosok anak dalam hidupnya. Anak merupakan anugerah terbesar dalam hidup yang Allah SWT titipkan kepada pasangan suami istri yang harus dijaga, dirawat dan dididik sebagaimana mestinya agar menjadi anak yang soleh dan sholihah serta taat kepada Allah SWT. Anak yang soleh dan sholihah dapat membawa orang tuanya menuju surga.

Pernikahan menurut UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk hidup berumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, pernikahan harus dapat dipertahankan oleh kedua belah pihak agar tujuan dari pernikahan tersebut dapat dicapai. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya kesiapan dari kedua belah pihak baik secara material maupun kesiapan secara mental. Artinya secara fisik baik laki-laki maupun perempuan sudah mencapai batas usia pernikahan menurut undangundang. Tidak hanya itu, kematangan dalam berfikir dan sudah tidak bergantung lagi kepada orangtua sangat diperlukan untuk mencaapai tujuan dari pernikahan tersebut. Artinya pihak laki-laki sudah bisa memberi nafkah kepada pihak perempuan. 

Di dalam Islam, pernikahan bukan sekedar persoalan cinta dan kasih sayang semata melainkan lebih dari itu. Islam mengajarkan agar dalam pernikahan tercipta keluarga sakinah mawaddah wa rahmah serta terbentuknya generasi yang lebih baik melalui keluarga. Untuk itu, menjalankan pernikahan membutuhkan proses dan membutuhkan usaha yang keras agar keluarga dalam Islam yang diinginkan dapat terwujud. 

Sesuai dengan perkembangan zaman, muncul permasalahan yang terjadi dalam masyarakat yang dimana sering terjadinya pernikahan yang dilakukan oleh seseorang yang belum memiliki cukup umur untuk melakukan pernikahan dan dianggap belum mampu untuk memikul tugas sebagai suami istri. Pasal 7 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 menetapkan bahwa usia minimal pernikahan bagi pria adalah 19 tahun dan wanita 16 tahun. Aturan tersebut dirubah melalui Undang-Undang No. 16 tahun 2019 yang menetapkan batas minimal usia bagi laki-laki dan perempuan yang akan menikah adalah minimal di usia 19 tahun.

 Namun demikian, dalam hal pernikahan dini tetap dilaksanakan yang bersangkutan dapat mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan atau pejabat lainnya yang berwenang. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat 2 yang menyatakan:

“Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.” 

Tingginya angka pernikahan dini berdampak buruk dalam berbagai hal, antara lain meningkatnya angka pengangguran, munculnya perselingkuhan akibat sering terjadi pertengkaran, pertengkaran antara kedua belah pihak, serta tingginya angka perceraian yang disebabkan karena faktor emosi kedua belah pihak yang masih labil sehingga tidak dapat memelihara kerukunan dalam rumah tangganya dan tujuan dari pernikahan tidak dapat tercapai.

Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis merupakan penelitian deskriptif kualitatif lapangan yaitu penelitian yang secara langsung terhadap obyek yang diteliti, untuk mendapatkan data-data yang 
berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang dibahas. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memberikan deskripsi, penjelasan, juga validasi mengenai fenomena yang tengah diteliti. Penelitian ini mengkaji data dari para pegawai KUA Kecamatan Delanggu dan juga dari sumbernya langsung dalam hal ini yaitu pelaku pernikahan dini di Kecamatan Delanggu Kabupaten Klaten.

2. Sumber Data

Untuk memperoleh hasil yang maksimal, maka dalam penelitian ini menggunakan sumber data sebagai berikut:

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya. Dalam hal ini data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan pegawai KUA Kecamatan Delanggu dan juga pelaku pernikahan dini.

b. Data Sekunder 

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua).32 Dalam penelitian ini, data sekunder diperoleh dari buku, jurnal dan internet.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian 

Penelitian ini dilakukan di KUA Kecamatan Delanggu, sedangkan untuk waktu pengambilan data dari penelitian ini yaitu bulan Februari 2022 sampai dengan bulan Oktober 2022.

4. Teknik Pengumpulan Data 

a. Wawancara 

Wawancara yaitu pertemuan yang langsung direncanakan antara pewawancara dan yang diwawancarai untuk memberikan atau menerima informasi tertentu.33 Dalam penelitian ini, penulis mengajukan beberapa pertanyaan yang telah dipersiapkan untuk ditanyakan kepada informan dalam hal ini yaitu 2 (dua) pegawai KUA Kecamatan Delanggu dan juga 4 (empat) pasangan pelaku pernikahan dini, terkait dengan permasalahan-permasalahan yang ingin dibahas.

b. Dokumentasi 

Dokumentasi ialah catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi biasanya berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang.34 Dokumentasi dalam penelitian ini diperoleh dari data yang ada di dalam arsip KUA Kecamatan Delanggu berupa buku yang berisi data-data calon pengantin.

5. Teknik Analisis Data 

Analisis data ialah proses dalam suatu penelitian yang dilakukan setelah pengumpulan data, dengan cara menganalisis, mengolah, mengorganisasi, dan menyusunnya kemudian diambil kesimpulan dari hasil keseluruhan penelitian tersebut. Tujuan dari analisis data yaitu untuk dapat mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai data-data penelitian sehingga dapat dipahami oleh orang lain. Dalam memperoleh data, penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu mengelola data dan melaporkan apa yang diperoleh selama penelitian dengan cermat kemudian data-data tersebut di analisis menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh orang yang membacanya.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis interaktif dengan menganut cara analisis data menurut Miles dan Huberman. Langkah-langkah analisis data menurut Miles dan Huberman yakni:

a. Pengumpulan data, yakni mengumpulkan data di lokasi penelitian dengan melakukan wawancara dan dokumentasi. 

b. Kondensasi data, mengacu pada proses pemilihan atau seleksi, fokus, menyederhanakan serta melakukan pergantian data yang terdapat pada catatan lapangan, transkrip wawancara, dokumen
maupun data empiris yang telah didapatkan. 
Data kualitatif tersebut dapat diubah dengan cara seleksi, ringkasan, atau uraian menggunakan kata-kata sendiri.

c. Penyajian data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, dan sejenisnya. Namun dalam hal ini Miles dan Huberman yang sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

d. Penarikan kesimpulan, dimana pada tahap ini peneliti menarik kesimpulan dari temuan data.

BAB II
Pernikahan menurut UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk hidup berumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.  Oleh karena itu, pernikahan harus dapat dipertahankan oleh kedua belah pihak agar tujuan dari pernikahan tersebut dapat dicapai. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya kesiapan dari kedua belah pihak baik secara material maupun kesiapan secara mental. Artinya secara fisik baik laki-laki maupun perempuan sudah mencapai batas usia pernikahan menurut undangundang. Tidak hanya itu, kematangan dalam berfikir dan sudah tidak bergantung lagi kepada orangtua sangat diperlukan untuk mencaapai tujuan dari pernikahan tersebut. Artinya pihak laki-laki sudah bisa memberi nafkah kepada pihak perempuan.

Alasan Mengambil Judul Skripsi
Karena pada zaman sekarang ini terjadi maraknya gen Z yang melangsungkan pernikahan dibawah umur disebabkan suatu hal yang seharusnya belum waktunya mereka lakukan. Dari adanya penelitian tersebut bisa mengulik faktor apa saja yang menyebabkan pernikahan itu dilangsungkan dan bagaimana cara untuk meminimalisir hal tersebut supaya tidak terjadi.
Penelitian tentang pernikahan dini diakibatkan hamil diluar nikah ini menarik bagi saya, karena dilingkungan dekat rumah saya terjadi hal seperti itu. Maka dari itu penelitian tersebut membuat saya penasaran untuk membaca ataupun menelitinya.

Hasil Review
Pernikahan Dini
Pengertian pernikahan dini adalah pernikahan atau akad yang bisa menjamin seorang laki-laki dan perempuan saling memiliki dan bisa melakukan hubungan suami istri, dan pernikahan itu dilakukan oleh seseorang dalam hal ini yaitu calon suami dan calon istri yang usianya belum mencapai umur yang telah ditentukan oleh undang-undang yang sedang berlaku di Indonesia yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Di Indonesia, syarat seseorang bisa melakukan pernikahan yaitu apabila pria dan wanita sudah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang tentang Perkawinan. Batasan usia melakukan pernikahan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bagi perempuan yaitu usia 21 tahun dan bagi laki-laki yaitu 25 tahun. Usia ideal untuk menikah bagi perempuan yaitu di usia antara 21-25 tahun, sedangkan bagi laki-laki yaitu di usia antara 25-30 tahun. Hal tersebut karena dianggap pasangan yang menikah pada usia tersebut sudah memiliki kesiapan yang matang baik dari segi fisik maupun emosional, serta sudah matang untuk menjalani kehidupan rumah tangga, sudah memiliki pemikiran yang dewasa dalam bertindak atau memutuskan sesuatu dalam urusan rumah tangga.
Berdasarkan Undang-Undang tentang Perlindungan Anak bahwa apabila seseorang berusia kurang dari 18 tahun, maka masih dikatakan anak-anak. Dengan demikian, apabila seseorang melakukan pernikahan di bawah umur 18 tahun, maka bisa dikatakan sebagai pernikahan dini. Pernikahan dini yang terjadi biasanya dilakukan oleh remaja perempuan baik itu di pedesaan maupun diperkotaan tapi lebih sering terjadi di pedesaan. Pernikahan dini yang terjadi pada remaja perempuan, biasanya terjadi pada mereka yang tingkat pendidikannya rendah. Anak perempuan yang tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, maka kemungkinan terjadinya pernikahan dini lebih besar.
Banyaknya pernikahan dini mengakibatkan tingginya angka perceraian yang disebabkan antara lain oleh ego anak yang masih tinggi, perselingkuhan, ketidakcocokan hubungan dengan mertua, psikologis yang belum matang sehingga cenderung labil dan emosional, serta tidak/atau kurang mampu bersosialisasi dan beradaptasi dengan suami/istri dan keluarga besar. Oleh karenanya, pernikahan dini justru tidak sesuai dengan tujuan dari perkawinan tersebut.

Pernikahan Dini Karena Hamil Dalam Perspektif Kompilasi Hukum Islam
Pernikahan dini atau pernikahan di bawah umur adalah pernikahan yang dilakukan oleh seseorang yang usianya belum memenuhi syarat yang sudah ditentukan dalam Undang-Undang. Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 telah ditentukan batas usia minimal melakukan pernikahan bagi laki-laki dan perempuan yaitu di usia 19 tahun. Dalam hal ini apabila calon suami istri belum mencapai umur yang telah ditentukan oleh Undang-Undang maka orang tua mempelai dapat mengajukan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama setempat.
Tradisi pernikahan dini sudah ada di kalangan Nasrani dan Yahudi sebelum Islam, juga di kalangan masyarakat Arab. Agama Islam sendiri memang tidak membatasi seseorang untuk dijodohkan, namun akad nikah harus ditunda sampai kedua belah pihak benar-benar matang. Keduanya benar-benar siap memasuki gerbang pernikahan. Pernikahan yang dilakukan pada usia muda umumnya masih banyak yang belum memperhatikan kesiapan fisik, materi maupun secara mental yang dapat menimbulkan suatu permasalahan dalam kehidupan berumah tangga yang berakibat pada keutuhan dan keharmonisan rumah tangga, akhirnya mereka tidak mampu menjaga keutuhan rumah tangganya.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) memberikan pengertian tentang pernikahan atau perkawinan dalam Pasal 2 yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Dengan perkawinan diharapkan dapat terwujud keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah.
Pernikahan dini biasanya banyak terjadi karena faktor hamil di luar nikah. Zaman sekarang banyak anak yang pergaulannya sangat bebas sampai melakukan hubungan di luar nikah dengan lawan jenis yang akibatnya perempuan yang melakukan hubungan di luar nikah tersebut menjadi hamil. Setelah ketahuan pihak keluarga bahwa anak perempuannya telah hamil di luar nikah, biasanya pihak keluarga akan langsung menikahkan anaknya dengan laki-laki yang menghamilinya untuk menutupi aib keluarga. Hal ini dalam masyarakat Indonesia dikenal dengan istilah kawin hamil.
Kawin hamil ialah kawin dengan seorang wanita yang hamil di luar nikah, baik dikawini oleh laki-laki yang menghamilinya maupun oleh lakilaki yang bukan menghamilinya. Dengan kalimat lain, perkawinan wanita hamil merupakan perkawinan yang didahului dengan adanya sebab perzinaan yang mengakibatkan kehamilan di luar perkawinan yang sah. Saat pelaksanaan perkawinan, ada 2 (dua) keadaan mempelai wanita sedang dalam keadaan hamil, yakni:
a. Wanita hamil akibat perkawinannya dengan suami yang sah.
b. Wanita hamil akibat perbuatan zina.
Terkait dengan kondisi yang pertama, yakni menikah dengan wanita hamil akibat perkawinannya dengan suami yang sah dan kemudian ditinggal mati oleh suaminya, maka menikah dengan wanita tersebut hukumnya haram, karena wanita tersebut masih dalam masa iddah dan iddahnya wanita yang sedang hamil yaitu sampai ia melahirkan anak yang sedang dikandungnya. Hal ini sesuai dengan QS. At-Talaq ayat 4.
Adapun terkait dengan kondisi kedua, yakni menikah dengan wanita hamil akibat perbuatan zina, maka yang boleh menikahi wanita hamil tersebut ialah laki-laki yang menghamilinya.
Jumhur Ulama sepakat mengenai kebolehan wanita hamil dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya, hal ini didasarkan pada firman Allah QS. An-Nur ayat 3:

Artinya:
"Pezina laki-laki tidak pantas menikah, kecuali dengan pezina perempuan atau dengan perempuan musyrik dan pezina perempuan tidak pantas menikah, kecuali dengan pezina laki-laki atau dengan laki-laki musyrik. Yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang mukmin".
Dengan demikian ayat tersebut sudah sangat jelas menegaskan bahwa wanita hamil karena zina hanya boleh dinikahi dengan laki-laki yang menghamilinya sedangkan laki-laki yang bukan menghamilinya tidak boleh menikahi wanita hamil karena zina tersebut.
Dalam Kompilasi Hukum Islam telah mengatur persoalan perkawinan wanita hamil yang terdapat dalam pasal 53 yaitu:
1. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
2. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
3. Dengan dilangsungkan perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Dalam Kompilasi Hukum Islam ditetapkan bahwa seorang wanita hamil di luar nikah dapat dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya tanpa harus menunggu kelahiran anak yang ada di dalam kandungannya, dan tidak diperlukan pernikahan ulang setelah anak yang ada di dalam kandungannya tersebut telah lahir. Dengan demikian pernikahan wanita hamil karena zina dibolehkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Akibat dari pernikahan dini menimbulkan beberapa dampak bagi kehidupan masyarakat terutama bagi pelakunya. Meskipun terdapat dampak positif dalam pernikahan dini, akan tetapi tidak sedikit juga dampak negatifnya. Sebagian besar dari akibat pernikahan dini menimbulkan akibat yang buruk, bahkan menimbulkan berbagai masalah yang tidak sedikit berujung pada perceraian. Akibat buruk yang sering timbul adalah karena faktor belum matangnya umur maupun kedewasaan para pelaku pernikahan dini. Adapun dampak negatif dan dampak positif dari pernikahan dini yaitu:
a. Dampak Negatif
1) Meningkatnya angka perceraian akibat belum matangnya umur maupun kedewasaan dari para pelaku pernikahan dini;
2) Pernikahan dini memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap tingginya angka kematian ibu dan bayi;
3) Secara medis penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang menikah di usia dini dengan berhubungan seks lalu menikah, dan kemudian hamil dalam kondisi yang tidak siap maka dampak negatif yang akan timbul seperti terkenanya kanker rahim atau cancer cervix karena hubungan seks secara bebas ataupun berhubungan intim dengan berganti-ganti pasangan;
b. Dampak Positif
1) Memperjelas status pernikahan;
2) Memperjelas nasib anak yang membutuhkan sosok atau figur bapak;
3) Mendapat pengakuan yang baik dari lingkungan;
4) Terjaga dari pandangan-pandangan atau nilai moral baik dari masyarakat;
5) Menjaga dari perbuatan zina yang tidak terkendali.
Menurut para sosiolog, ditinjau dari segi sosial, pernikahan di usia dini dapat mengurangi keharmonisan rumah tangga. Hal ini disebabkan karena emosi para pelaku pernikahan dini yang masih labil dan cara berfikir yang belum matang. Oleh karena itu pemerintah menetapkan batas minimal untuk menikah yaitu di umur 19 tahun baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Adanya batasan usia yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan dengan bertambahnya umur dari seseorang diharapakan kondisi psikologinya pun akan bertambah matang. Pernikahan yang dilakukan oleh seseorang yang masih di bawah umur dan kondisi psikologinya belum matang tidak jarang akan membawa dampak buruk dalam kehidupan berumah tangga. Maka dari itu kematangan sangat diperlukan agar tujuan dari pernikahan tersebut dapat di wujudkan.
Dengan demikian, pengaturan tentang batasan usia dalam pernikahan sebenarnya sudah sesuai dengan prinsip pernikahan yang menyatakan bahwa calon suami istri harus telah matang jiwa dan raganya agar tujuan dari pernikahan yaitu untuk menciptakan keluarga yang bahagia dan kekal tanpa berakhir di perceraian dan bisa mendapatkan keturunan yang baik dan sehat.

Rencana Skripsi Yang Akan di Tulis
Saya berencana ingin menulis skripsi tentang dampak pernikahan siri dikalangan anak usia dini. Tentunya jika anak usia dini melangsungkan pernikahan secara siri pasti ada hal aneh yang terjadi contohnya hamil diluar nikah. Kasus tersebut masih banyak kita temui di lingkungan sekitar kita, maka dari itu saya akan mengulik apa saja dampak yang terjadi setelah melangsungkan pernikahan siri terutama bagi pihak perempuan. Dari kasus itu juga bisa mengetahui bagaimana caranya agar hal itu tidak terjadi pada diri kita, dan harapanya dapat memotivasi perempuan2 diluar sana agar bisa menjaga dirinya dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun