Mohon tunggu...
Nazma Khoerunnisa Maulida
Nazma Khoerunnisa Maulida Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Teruslah berkembang untuk memperbaiki diri

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandangan Ulama tentang Pernikahan Wanita Hamil

29 Februari 2024   18:53 Diperbarui: 29 Februari 2024   18:57 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


*Pandangan ulama yang menentang pernikahan wanita hamil
Di sisi lain, terdapat ulama yang menentang pernikahan wanita hamil dengan beberapa alasan yang mereka kemukakan. Salah satu alasan utama adalah potensi terjadinya penyalahgunaan pernikahan. Ulama yang menentang pernikahan wanita hamil khawatir bahwa pernikahan tersebut dapat menjadi pembenaran atas perbuatan yang tidak diinginkan seperti perzinahan. Selain itu, mereka juga mengkhawatirkan kondisi kesehatan dan psikologis wanita hamil yang belum siap secara mental dan fisik untuk menjalani pernikahan. Oleh karena itu, ulama ini berpendapat bahwa pernikahan wanita hamil sebaiknya dihindari dan perlu ada penanganan yang lebih tepat dalam kasus tersebut.


*Penjelasan ulama mengenai konsekuensi pernikahan wanita hamil
Ulama memberikan penjelasan terkait konsekuensi pernikahan wanita hamil. Salah satu konsekuensi yang sering dibahas adalah tanggung jawab dan peran dalam mendidik anak. Pernikahan wanita hamil dapat membawa konsekuensi dalam menciptakan keluarga yang utuh dan memberikan kedua orang tua kewajiban untuk mendidik anak dengan baik. Konsekuensi lainnya yang sering dijelaskan adalah bagaimana pernikahan wanita hamil dapat mempengaruhi reputasi dan stigma dalam masyarakat. Ulama menjelaskan bahwa pernikahan tersebut dapat membantu mengurangi stigma dan memberikan kesempatan untuk memperbaiki dan menjalani kehidupan yang lebih baik.

>Bagaimana tinjauan secara sosiologis, religious, dan yuridis pernikahan wanita hamil

1.Secara yuridis, perkawinan wanita hamil yaitu, pernikahan itu sah apabila sudah terpenuhi rukun dan syarat perkawinan yang telah dimuat dalam kompilasi hukum islam dan Undang - undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Pernikahan ini boleh dilakukan, tidak wajib, asalakan dikawinkan dengan laki - laki yang menghamilinya maupun orang lain apabila ia bersedia dan tidak perlu  melakukan pernikahan ulang ketika anak itu sudah lahir. Status dan kedudukan anak yang lahir dalam perkawinan wanita hamil diluar nikah yaitu adalah anak sah apabila anak itu lahir dalam perkawinan yang sah antara ibu dan ayahnya. Dalam hukum islam anak yang lahir dalam perkawinan wanita hamil dapat dinasabkan kepada ayahnya si anak itu harus lahir sekurang - kurangnya 6 bulan sejak perkawinan orang tuannya.
2.secara sosiologis, pandangan terhadap pernikahan wanita hamil dapat dipengaruhi oleh norma-norma sosial masyarakat. Beberapa masyarakat mungkin menerima hal ini secara terbuka, sementara yang lain mungkin menilainya berdasarkan norma moral dan kebiasaan, ada beberapa faktor sosial yang memengaruhi seseorang sampai timbul akibat kehamilan sebelum menikah, ada faktor pergaulan bebas, tidak bisa memahami batasan - batasan pertemanan yang diatur dalam syariat islam terutama dengan lawan jenis. Mereka menganggap bahwa pergaulan bebas dapat memberikan rasa lebih mudah mendapatkan kesenangan atau mungkin lebih akrab dan mendapat pengalaman baru, menghilangkan rasa ingin tahu, kemudian melampiaskan hasrat yang terpendam serta merasa diterima dalam pertemanan.
3. secara religius pandangan terhadap pernikahan wanita hamil dapat berbeda-beda tergantung pada ajaran agama tertentu. Beberapa agama mungkin menekankan pentingnya keutuhan keluarga dan mendukung pernikahan dalam situasi apapun, sementara agama lain mungkin memiliki pandangan yang lebih konservatif,salah satu faktor terjadinya hamil diluar nikah yaitu minimnya pendidikan agama dikalangan remaja yaitu bahwa para remaja hanya belajar agama sampai tingkat sekolah dasar saja. Dan bisa juga dari faktor orang tua yang kurang memberi pegawasa terhadap anak - anak mereka, serta kurang memberi edukasi mengenai syariat islam apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Karena kurangnya pengawasan orang tua tersebut sehingga ketika mereka terjerumus kedalam hal  hal yang salah mereka tidak mendapat teguran dari kedua orang tua nya.

>Apa yang harus dilakukan oleh generasi muda atau pasangan muda dalam membangun keluarga yang sesuai dengan regulasi dan hukum agama islam

Generasi muda atau pasangan muda yang ingin membangun keluarga sesuai dengan regulasi dan hukum agama Islam sebaiknya:

Menjaga Pemilihan Pasangan: Pilih pasangan yang memiliki nilai-nilai agama yang sejalan, serta akhlak yang baik.

Menjalani Pernikahan Sesuai Sunnah: Sertakan sunnah dalam proses pernikahan, seperti membaca doa, membayar mahar, dan menjalankan upacara pernikahan dengan sederhana.

Memahami Hak dan Kewajiban: Pahami hak dan kewajiban suami istri sesuai ajaran Islam. Jangan lupa untuk saling mendukung dan bekerja sama dalam membangun keluarga.

Mematuhi Aturan Keuangan Islam: Kelola keuangan keluarga dengan mematuhi prinsip-prinsip keuangan Islam seperti zakat, sedekah, dan menghindari riba.

Menjaga Hubungan Dengan Keluarga: Jaga hubungan baik dengan keluarga besar, karena hal ini dianjurkan dalam Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun