Analisis Sejarah Pencatatan Perkawinan di Indonesia
Pertama, periodisasi sejarah hukum pencatatan perkawinan  mengacu pada disahkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Disahkannya undang-undang ini mengakibatkan terjadinya unifikasi hukum di bidang ini. Pernikahan yang melambangkan cita-cita utama  kemerdekaan Indonesia pun terwujud.
Kedua, sebelum berlakunya Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan sistem hukum perkawinan adat yang berlandaskan pada hukum adat. Dan sistem perkawinan hukum islam berlandas pada compendium  freijer, hukum islam,  RO  perkawinan  tercatat, UU Nomor 22 Tahun 1946 dan UU Nomor 22 Tahun 1954
Ketiga, berdasarkan hukum perkawinan  Islam sebelum kemerdekaan, perkawinan disahkan dengan kehadiran seorang wali dan dua orang saksi. Namun setelah kemerdekaan, Undang-Undang Perkawinan Islam mempunyai ketentuan mengenai "pencatatan perkawinan", yang memperbolehkan akta perkawinan tersebut digunakan sebagai alat bukti perkawinan atau, setelah dinilai dan disetujui oleh hakim dan pihak yang berwenang, apabila alat bukti tersebut tidak  ada  atau hilang.
Keempat, UU No. Pasal 1974 yang mengatur tentang perkawinan adalah Undang-undang Perkawinan Nasional dan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 sebagai ketentuan undang-undang dan Peraturan Pemerintah no.9 tahun 1975 dan Keputusan Presiden no. 1/1991 tentang Rumusan Hukum Islam sebagai peraturan pelaksanaannya. Selama ini diperlukan "pencatatan nikah" yang kemudian disertai bukti berupa akta nikah.
Mengapa pencatatan perkawinan diperlukan
Pencatatan perkawinan sangat penting karena untuk memastikan keabsahan hukum, memberikan perlindungan, mengumpulkan data statistik, memfasilitasi administrasi, dan memperjelas identitas hubungan antarindividu dalam masyarakat. Pencatatan perkawinan diperlukan juga karena memiliki beberapa tujuan utama:
Legalitas: Pencatatan perkawinan menetapkan hubungan resmi antara dua individu di mata hukum. Ini penting untuk memberikan perlindungan hukum bagi pasangan, seperti hak warisan, hak perumahan, dan hak asuransi.
Perlindungan: Pencatatan perkawinan juga memberikan perlindungan bagi pasangan dalam hal hak dan kewajiban, termasuk hak untuk mendapatkan dukungan finansial dan kesehatan.
Statistik: Pencatatan perkawinan membantu pemerintah dalam mengumpulkan data statistik yang penting untuk perencanaan sosial, ekonomi, dan kebijakan publik, seperti perumahan, pendidikan, dan layanan kesehatan.
Administrasi: Pencatatan perkawinan memudahkan administrasi berbagai hal, seperti perubahan status pernikahan dalam dokumen resmi seperti kartu identitas, paspor, dan dokumen keuangan.