"Jadi kotak infaq itu memang kakak yang pindahin kan?". Tanya Ilyas lagi. Ani dan Nana pun hanya memberi anggukan. Di taman yang masih sepi itu, mereka merasa bersalah dan malu karena diingatkan oleh seorang anak kecil. Disaat remaja sepertinya jahil, ada anak yang dididik cukup baik oleh orang tuanya. Ani dan Nana sangat malu.
"Kakak ngga mau mintak maaf? Itu Ayah sama Pak Asri". Ucap Ilyas menunjuk Pak Hidayah dan Pak Asri yang berjalan menuju taman.
"Ilyas, yuk pulang". Ajak pak Hidayah pada Ilyas.Â
Ani dan Nana masih bungkam. Terlalu malu untuk berkata. Namun sebuah kesalahan harus lah tetap di pertanggung jawabkan. Tidak ada kata terlambat untuk meminta maaf. Meminta maaf bukan berarti kita mempunyai terlalu rendah, tetapi membuktikan bahwa kita mampu mengalahkan ego yang merasuki tubuh kita.
"Pak, sebelum nya kami meminta maaf sebesar-besarnya, sebenarnya kotak infaq yang tiba tiba berada di kuburan itu salah kami. Kami tidak ingin mencuri. Hanya ingin bersenang-senang di pagi ini. Sebenarnya sangat salah karena menjadikan kepanikan warga sebagai sumber untuk senang, kami sangat merasa bersalah untuk itu pak". Ucap Nana bersungguh sungguh atas ucapan maafnya.
"HOO, KAMU YA?". suara Pak Asri sedikit meninggi.Â
"Tahan Ri". Ucap Pak Hidayah.
"Selagi kamu tau kesalahan kamu, sadar bahwa itu salah, dan berjanji tidak akan mengulangi nya, saya maafkan. Saya cukup senang kalian mau mengaku atas apa yang kalian lakukan. Yaudah, saya maafkan, tapi jangan diulang ya". Ucap pak Hidayah tersenyum tipis.Â
"Terimakasih pak". ucap Ani dan Nana kompak.
Pak RT, Pak Asri, Ilyas segera berbalik pulang. Dan begitu juga dengan ani dan Nana. Pulang dalam rasa yang masih bersalahÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H