Mohon tunggu...
Nazhif DzakyThaheer
Nazhif DzakyThaheer Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Desa Unik yang Rela Memberi Nasi Gratis Tanpa Menjualnya

18 Januari 2022   00:04 Diperbarui: 18 Januari 2022   00:11 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

PAK KADES MENGAMBIL TINDAKAN BAGI MASYARAKAT YANG MENJUAL NASI

Larangan menjual nasi di Desa Penimbun pun tertuang dalam Peraturan Desa (Perdes) dalam BAB II Tentang Gambaran Umum Desa, Nomor 1, huruf (a) mengenai Legenda Desa. Dalam poin tersebut berbunyi;

"Desa Penimbun memiliki berbagai pantangan yang tidak boleh dilanggar oleh setiap orang yang datang ke Penimbun. Pantangan-pantangan tersebut adalah tidak boleh menjual nasi rames. Diceritakan pada jaman dahulu ada seorang pengelana yang datang ke Desa Penimbun dan kelaparan. Pada saat meminta nasi kepada warga, tak ada seorang pun yang mau memberi. Akhirnya pengelana mengeluarkan kalam (kutukan) yang intinya di Desa Penimbun tidak boleh ada yang menjual nasi dan harus memberikan secara cuma-cuma bila ada yang kelaparan. Apabila ada yang menjual nasi maka terjadilah malapetaka."

Kemudian dari Perdes tersebut, Pak Saijan berani untuk mengambil tindakan bagi siapa saja yang menjual nasi di daerah Desa Penimbun.

"Seandainya ada masyarakat yang tidak taat sama larangan-larangan di desa ini, itu pasti saya ambil tindakan" ujar Pak Saijan saat ditanya jika ada masyarakat yang melanggar larangan tersebut.

"Kita datengin kerumah, kita kasih tau, takutnya orang yang ibaratnya melanggar itu nggak tau, jadi saya ceritakan kenapa njenengan jual gini saya larang, itu ibaratnya udah ada aturannya, udah ada pakemnya (Perdes)" tambahnya.

"Saya pesen sama njenengan, kalau ditawari maem purun mawon, inshaallah aman, Mas mboten enten nopo-nopo teng mriki. Kalau ditawari maem, nopo-nopo njenengan nolak, sekali nolak nggih, mpun, ngga bakal ditawari maem lagi" ujar Pak Saijan.

Kami pun masih lanjut mengobrol ngalor-ngidul dengan Pak Saijan. Di tengah obrolan, datang seorang ibu tua dari dapur membawa nampan berisi mangkuk mie ayam jumbo. Ibu tua tersebut merupakan mertua dari Pak Saijan. Saya dan teman pun tidak bisa menolak mengingat perkataan Pak Saijan tadi, dan juga waktu menunjukkan pukul dua belas lebih dua puluh menit yang artinya sudah waktunya untuk rolasan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun