Mohon tunggu...
Nazar Ali
Nazar Ali Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Negara Korban "Hoaks" Larangan Asbes

3 April 2018   12:45 Diperbarui: 3 April 2018   22:34 2852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan semua jenis asbestos berbahaya bagi manusia. 100.000 orang pekerja yang terpapar asbes meninggal tiap tahun menurut WHO. Prof James Leigh,  Mantan Direktur Pusat Kesehatan Tenagakerja dan Lingkungan pada Sydney School of Public Health, Australia, memprediksi bahwa akan ada booming kematian akibat asbestos di tahun 2030, mencapai 10 juta orang. Indonesia memang mungkin tidak akan bubar di tahun itu seperti penuturan Prabowo mengutip Ghost Fleet.Tapi sangat mungkin menjadi korban besar perdagangan asbes dunia.

Internasional Agencies for Research on Cancer (IARC) sejak 1987 mengatakan bahwa semua jenis asbestos, termasuk krosidolit, berpotensi menyebabkan kanker bagi manusia. Bahan krosidolit ini yang kita lihat dalam bentuk atap dan dinding asbes, bantalan kanvas rem kendaraan, pelapis gasket mesin kendaraan dan banyak produk lainnya. Bahan yang cukup akrab ditelinga namun bahayanya masih terasa asing.

Saat ini Indonesia merupakan negara pengkonsumsi krosidolit terbesar di dunia. Internasional Trade Center (Intracen, 2017) menyatakan bahwa nilai import asbestos Indonesia berada pada posisi kedua tertinggi setelah India. Sementara lembaga lain seperti Mesothelioma Center(2013) menempatkan Indonesia pada posisi ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah asbestos di impornya. Total impor asbestos Indonesia hingga saat ini mencapai 1.268.577 metriks Ton dari tahun 2007-2017 (BPS).

Seperti negara konsumen asbestos lainnya, lobi industrialis asbestos cukup membuat pemerintah ragu menetapkan pelarangan asbestos. Industri memberi alasan bahwa apa yang mereka lakukan produktif secara ekonomis bagi negara. Seringkali alasanpun dikaitkan dengan penyerapan tenaga kerja oleh Industri dan nilai ekonomis lainnya termasuk pengaruh terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Peran pelobi internasional sangat kuat dalam mempengaruhi keputusan pemerintah dalam pelarangan asbestos.

India misalnya mengatakan bahwa industri asbes telah memberi hidup masyarakat miskin dengan memberi 300.000 pekerjaan di 100 lokasi industri yang ada. Demikian pula argumentasi pebisnis asbes di Srilanka yang mengatakan bahwa jika pemerintah melarang asbestos maka akan menghilangkan pendapatan dan laba industri, pendapatan masyarakat juga perolehan pajak bagi negara. Bahkan tangan-tangan bisnis Rusia memainkan ancaman politik perdagangan Sri Lanka-Rusia dengan mengatakan bahwa export teh Sri Lanka ke Rusia akan terancam dengan pelarangan asbestos di dalam negerinya.

Hal hampir serupa juga terjadi di Indonesia. Sedikitnya 15 industri asbes juga menyampaikan hal yang hampir sama, menciptakan hoax kerugian negara apabila ada kebijakan pelarangan asbestos. Karena itulah pemerintah hanya menerapkan 0% bea masuk asbestos dalam bentuk bahan baku, dan 5% untuk barang jadi mengandung asbes hingga saat ini dan tidak sama sekali melarang asbestos.

Laporan International Consortium of Investigative Journalist (ICIJ)tahun 2010 membongkar praktik berkelindan antara industri, ilmuan, para pelobi krisotil dan pemerintah yang melibatkan uang besar (USD$.100 Juta Dollar Amerika) untuk tetap mempertahankan perdagangan asbes di dunia. Kampanye safe use asbestos(Penggunaan aman asbestos) bahkan diadopsi Indonesia sebagai bagian dari kebijakan di Kementerian Ketenagakerjaan untuk tetap membolehkan asbes digunakan oleh Industri. 

Padahal disisi lain, Collegium Ramazzini juga mengkampanyekan bahwa tidak ada bukti sama sekali "level aman" penggunaan asbestos. Kembali, alasan ekonomislah yang dimenangkan pemerintah untuk belum menetapkan pelarangan total asbestos. Dengan mudah kita lihat dalam iklan-iklan produk asbes di tanah air.

Pengadilan Tinggi Jepang, pada Oktober 2017 lalu menetapkan bahwa pemerintah pusat dan industri wajib membayar denda sebesar USD $ 3,2 juta dollar kepada mantan pekerja konstruksi yang terpapar asbes. Hampir serupa, Pemerintah Australia juga pernah menetapkan kewajiban denda dan rehabilitasi kepada penderita Asbestos Related Disease (ARD). BPJS Tenaga Kerja di Indonesia juga pada akhir 2017 membayarkan kompensasi terhadap seorang korban ARD yang terdeteksi sebagai penyakit akibat kerja sebesar 74 Juta Rupiah. Jutaan dollar harus disiapkan negara-negara konsumen asbes untuk menanggulangi penyakit yang timbul nanti.

Menjadi jelas bahwa melarang peredaran asbes berdampak untuk menyelamatkan manusia dari bencana kanker akibat asbestos. Sedikitnya 125 juta pekerja di dunia terpapar asbes dan bersiap menghadapi kanker paru, mesothelioma, asbestosis dan lainnya. Sedangkan argumentasi pelarangan asbestos berdampak terhadap performa ekonomi masih belum ada fakta pendukungnya.

Maret 2018, sekelompok peneliti yang melibatkan Asbestos Disease Research Institute (ADRI),Sydney dan WHO membuat laporan riset dampak ekonomi pelarangan asbes yang dipublikasikan di Journal of Environmental Research and Public Health. Riset ini membuktikan bahwa tidak ada dampak ekonomi negatif yang dialami negara-negara yang telah menghilangkan asbestos. Selain itu riset tersebut juga menandaskan bahwa asbestos hanya berperan kecil dalam ekonomi negara-negara konsumen asbes dan sama sekali tidak akan berdampak luas terhadap ekonominya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun