Mohon tunggu...
Nazala Fairis
Nazala Fairis Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Hobi menyanyi dan menulis, dan saya berusaha juga untuk memiliki hobi membaca, ketertarikan saya itu di bidang ekonomi karena saya mahasiswa dari jurusan ekonomi syariah, tidak lain tujuan saya adalah untuk menyebar informasi" mengenai ekonomi di daerah" kecil, indonesia maupun dunia.

Selanjutnya

Tutup

Money

UMKM sebagai Wajib Pajak: Pentingnya Pengetahuan Perpajakan bagi UMKM

11 November 2024   13:07 Diperbarui: 21 November 2024   20:49 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Berkaca dari kasus-kasus yang akhir-akhir ini sering terjadi yaitu "kesalahpahaman antara petugas pajak dan pelaku usaha" seperti yang terjadi pada Bapak Pramono selaku pengepul susu yang sudah memiliki mitra kerja yang berjumlah 1300 peternak susu, dimana rekening beliau diblokir oleh kantor pajak dan usahanya nyaris gulung tikar sebab di anggap pajaknya menunggak  hingga ratusan juta. Dan membuat banyak peternak susu yang sudah menjadi mitra beliau bingung ingin menjual susu sapinya kemana. Maka dari itu sangat diperlukan pemahaman terlebih dahulu terhadap pajak saat ingin membuka usaha. Semua akan dibahas dalam kesempatan ini

UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah)

Sebelum mengetahui lebih lanjut mengenai pajak yang dibebankan pada UMKM, perlu kita pahami dulu pengertian dan kriteria dari UMKM itu sendiri. UMKM singkatan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Usaha ini bisa dijalankan oleh badan tertentu maupun individu (perorangan). Saat ini UMKM juga termasuk dari beberapa hal yang membantu pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Maka dari itu, penting bagi pemerintah mendukung UMKM yang ada di Indonesia, baik yang dijalankan oleh individu maupun suatu badan. Beberapa kriteria UMKM berdasarkan Pasal 35 PP No.7 Tahun 2021 yaitu

1. Usaha Mikro: Usaha dengan modal dibawah 1 M dan memiliki omzet penjualan dibawah 2 M

2. Usaha Kecil: Usaha dengan modal diantara 1 M-5 M dan memiliki omzet penjualan sebesar 2 M-5 M

3. Usaha Menengah: Usaha dengan modal diantara 5 M-10 M dan memiliki omzet penjualan sebesar 15 M-50 M

Wajib Pajak UMKM

Pertama kita harus tau dulu pajak apa yang dikenakan untuk UMKM di Indonesia. Pajak yang dikenakan untuk UMKM adalah PPh (Pajak Penghasilan). Ada beberapa jenis pajak yaitu pajak pusat, pajak daerah, pajak langsung, pajak tidak langsung, pajak objektif, dan pajak subjektif. Nah, PPh ini masuk kedalam kriteria pajak subjektif yaitu pajak yang dikenakan dengan memerhatikan pada kondisi subjeknya (wajib pajak). Subjek dari PPh itu sendiri ada 4, yaitu orang pribadi, badan, warisan belum dibagi, dan bentuk usaha tetap. Ada 2 cara penghitungan dan pemotongan dalam PPh yaitu PPh final dan PPh non final. Yang dimaksud PPh UMKM adalah PPh final yaitu PPh dengan tarif sederhana, perhitungan sederhana, dan dikenakan langsung pada objek pajaknya.

Namun, apakah artinya UMKM itu wajib menggunakan PPh final?

Jawabannya adalah tidak. Pada awal UMKM mendaftarkan usahanya terhadap Perusahaan pajak, UMKM di perbolehkan memilih pajak mana yang dikehendakinya. Mereka memiliki 2 pilihan yaitu tarif PPh final dan tarif umum PPh pasa 17 UU PPh. Jadi boleh saja UMKM itu tidak menggunakan tarif PPh final. Pada awal pendaftarannya sebagai WP (Wajib Pajak). Dan ada ketentuan - ketentuan lain yang membuat UMKM sudah tidak di perbolehkan menggunakan tarif PPh final. Maka dari itu mari kita kupas informasi mengenai PPh final.

PPh final UMKM dikenakan atas penghasilan dari usaha yang diterima WP orang pribadi maupun badan dengan jumlah peredaran bruto maks. Rp4,8 miliar setahun, tidak termasuk penghasilan dari jasa pekerjaan bebas, penghasilan dari luar negeri, penghasilan yang sudah dikenai PPh final, dan penghasilan bukan objek. Peredaran bruto adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha sebelum dikurangi biaya-biaya maupun potongan-potongan (diskon). Tidak semua subjek PPh dapat dikenai PPh final. Mereka yang tidak dapat dikenai PPh final yaitu pemilik UMKM itu seorang yang memiliki keahlian khusus seperti dokter, badan itu menyediakan jasa sejenis seperti konsultan, Badan Usaha Tetap, WP sudah memilih dikenai tarif umum Pasal 17 UU PPh, dan WP badan yang sudah menggunakan tarif PPh lain. PPh final ini juga mengalami beberapa perubahan PP dalam mengaturnya. PP pertama yang mengatur adalah PP 46/2013 dalam PP ini tarif PPh final masih 1% selanjutnya digantikan dengan PP 23/2018 dimana tarif diturunkan menjadi 0,5% dan tarif ini berlaku sampai sekarang. PP ini juga sudah memuat peraturan lengkap mengenai hal-hal sehubungan dengan PPh final ini. Lalu, PP ini disempurnakan lagi oleh PP 55/2022.

Mengenai jangka waktu dalam penggunaan PPh ini juga diatur dalam PP 23/2018 yaitu sebagai berikut

7 tahun bagi WP orang pribadi

4 tahun bagi WP badan Koperasi, CV, Firma, BUMDes, PT Perorangan

3 tahun bagi WP badan PT

Mengenai awal mula perhitungan PPh final ini dapat dilihat dari awal terdaftarnya usaha atau awal berlakunya PP. Jika usaha sudah terdaftar sejak 2016 namun peraturan mulai berlaku tahun 2018, artinya mulai perhitungannya adalah pada tahun 2018. Sedangkan jika usaha berdiri tahun 2020 dan perturan berlaku 2018, berarti mulai perhitungannya adalah pada tahun 2020. Setelah jangka waktu ini sudah berakhir maka kita sudah tidak boleh lagi menggunakan tarif PPh final dan beralih menggunakan tarif pasal 17 UU PPh.

Perlu diketahui juga UMKM dengan omzet dibawah 500 juta belum seharusnya dikenai pajak. Jadi kita sebagai pelaku usaha dapat mengajukan surat pernyataan bahwa omzet yang kita dapat belum mencapai 500 juta agar tidak dikenai pajak oleh kantor pajak. Jadi setiap tahun para UMKM diberi kebebasan untuk mencatat dan melaporkan omzetnya sendiri, maka dari itu diperlukan kejujuran dalam pencatatannya. Bagaimana jika ada pemalsuan dokumen? Kantor pajak juga memiliki laporan dari lawan transaksi kita, jadi data bisa dicocokkan dengan data dari lawan transaksi guna pengecekan apakah data yang dimiliki UMKM dan lawan transaksinya ini sesuai atau tidak. Jadi dapat disimpulkan UMKM baru dapat dikenai tarif PPh final itu saat omzetnya >500 juta dan <4,8 miliyar. Setelah lebih dari 4,8 miliyar, pada tahun setelahnya UMKM diwajibkan menggunakan tarif umum pasal 17 UU PPh.

Cara menghitung PPh final adalah dengan rumus

 0,5% x Peredaran Bruto atau omzet (Setiap Bulan)

Dengan memerhatikan beberapa hal yaitu, peredaran bruto kumulatif tahun sebelumnya tidak melebihi Rp4,8 miliar, untuk WP OP, peredaran bruto kumulatif setahun diatas Rp500 juta, penghitungan dilakukan setiap bulan dengan mengalikan tarif dan peredaran bruto, PPh disetor paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya, WP dianggap lapor pajak ketika telah setor PPh.

Penting bagi UMKM Memahami Dunia Perpajakan

Banyak kasus protes pajak oleh UMKM hanya karena satu masalah penting, yaitu apa? Ya, betul sekali, dari awal berdirinya usaha mereka, mereka masih sangat minim pengetahuan mengenai pajak, apalagi mohon maaf bagi mereka pemilik UMKM yang belum berkesempatan mendapatkan sedikit Pendidikan mengenai perpajakan di bangku sekolah maupun perkuliahan. Maka dari itu sebelum terjun dalam UMKM, penting bagi kita supaya paham lebih dulu dalam hal perpajakan. Tujuannya agar tidak terkejut saat di periksa oleh kantor pajak saat usaha kita mulai besar, dan saat tarif pajak yang di kenakan pada kita itu cukup tinggi. 

Sebelum omzet kita lebih dari 500 juta, kita juga bisa mengajukan surat agar usaha kita tidak dikenai pajak dan kita memiliki bukti saat usaha kita di cek oleh petugas pajak. Saat omzet diatas 500 juta dan masih kurang dari 4,8 miliyar UMKM juga dapat menggunakan tarif final dan tidak setinggi tarif umum, beserta surat-suratnya. Surat-surat ini harus di simpan dengan rapi dan harus dipastikan aman sampai 5 tahun ke depan, karena masa daluarsa surat perpajakan adalah 5 tahun. Namun jika mendapat sanksi perpajakan daluarsa dokumen-dokumen perpajakan adalah 10 tahun. 

Kebanyakan kasus UMKM yang akhirnya di anggap pajaknya menunggak, saat di periksa oleh petugas pajak, dokumen-dokumen perpajakan mereka sudah hilang. Maka dari itu saat di anggap belum membayar mereka tidak bisa mengelak karena tidak ada bukti. Ini juga menjadi alasan pengetahuan mengenai perpajakan harus dimiliki oleh UMKM. Bahkan ada beberapa pemilik usaha atau UMKM yang dengan suka rela mendaftarkan diri mereka menjadi PKP (Pengusaha kena Pajak), itu karena kebanyakan lawan transaksi itu lebih memilih bertransaksi dengan perusahaan-perusahaan yang namanya sudah terdaftar menjadi PKP.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun