Pernahkah kamu merasa bahwa banyak orang di luar sana lebih sedih, stres, dan negatif dibanding kamu? Fakta ini mungkin membuatmu berpikir seharusnya kamu bahagia, tetapi kenyataannya tidak demikian. Banyak yang mencoba berpikir positif untuk menjadi lebih bahagia, namun sering kali justru merasa lebih buruk. Kata "seharusnya" membawa beban ekspektasi besar, yang membuat kita merasa semakin buruk ketika kenyataan tidak sesuai dengan harapan.
Menurut terapis dari Amerika Serikat, mengatakan "seharusnya" berbahaya karena memuat ekspektasi 100%. Contohnya, "kamu seharusnya sehat" atau "kamu seharusnya senang." Jika ekspektasi ini tidak tercapai, maka akan merasa gagal. Kata "seharusnya" ini bisa mengatur tindakan dengan sangat ketat, sehingga saat kita tidak sesuai dengan standar tersebut, akan merasa gagal dan malah menjadi kontraproduktif.
Psikolog terkenal dari Jerman, Karen Horney, memperkenalkan konsep "Tirani Seharusnya." Karen Horney menjelaskan bahwa manusia memiliki dua sisi. Sisi diri ideal yang di inginkan dan sisi diri sebenarnya yang mencakup kelebihan dan kelemahan. Diri ideal ini adalah gabungan dari harapan, mimpi, dan tujuan, sedangkan diri yang sebenarnya adalah realita. Ketika tidak bisa membedakan antara dua sisi ini, maka akan rentan jatuh ke perangkap "seharusnya."
Orang-orang yang cenderung insecure atau overthinking sering kali menetapkan target yang tinggi dan tidak realistis. Ketika target ini tidak tercapai, maka akan merasa buruk tentang dirinya sendiri. Perasaan buruk ini diperparah jika merasa tidak akan pernah mencapai diri idealnya, yang akhirnya akan membuat merasa gagal dan tidak berguna.
Horney memberikan contoh dari salah satu kliennya, sebut saja ela. ela merasa gagal karena tidak bisa membantu temannya, richard, yang memiliki masalah pernikahan. ela merasa dengan pengetahuannya, seharusnya dia bisa membantu richard. Namun, kenyataannya, ela tidak mampu membantu sampai tuntas. Perbedaan antara diri ideal dan diri sebenarnya ela menyebabkan perasaan gagal dan insecure yang mendalam.
Kita sering kali bergantung pada kata "seharusnya" hingga lupa apa yang sebenarnya kita inginkan dan mengapa kita menginginkannya. Ini bisa membuat kita overthinking dan rentan insecure. Jika sekarang merasa tidak berguna, salah terus, atau sangat negatif, ada beberapa cara untuk mengatasinya.
Cara mengatasi perangkap seharusnya yang pertama Mengenali dan Mengelola Kata "Seharusnya" Ketika pikiran "seharusnya" muncul, berhenti sejenak dan tanyakan pada diri sendiri mengapa merasa harus seperti itu. Pahami bahwa kata "seharusnya" ini sering kali memuat ekspektasi yang tidak realistis dan tidak sesuai dengan kenyataan.
Yang kedua Mengubah Kata "Seharusnya" Menjadi Tindakan Positif Ubah kata "seharusnya" menjadi kata yang lebih positif dan actionable. Misalnya, alih-alih mengatakan "Saya seharusnya tidak sedih," ubah menjadi "Saya bisa melakukan sesuatu yang membuat saya bahagia." Fokus pada tindakan konkret yang bisa Anda lakukan untuk memperbaiki suasana hati dan kondisi Anda.
yang ketiga Mencari Bantuan Profesional Kadang-kadang kita butuh bantuan profesional untuk memahami diri sendiri lebih baik. Konseling atau terapi bisa sangat membantu dalam mengeksplorasi dan mengatasi perasaan negatif. Dengan bimbingan yang tepat, kita bisa belajar untuk lebih menerima diri kita sendiri dan bekerja menuju kebahagiaan yang lebih sehat.
Perangkap "seharusnya" bisa sangat merusak jika kita tidak menyadarinya dan tidak mengelolanya dengan baik. Mengubah cara berpikir dan merespon terhadap ekspektasi bisa membuat perbedaan besar dalam mencapai kebahagiaan. Alih-alih fokus pada apa yang seharusnya kita rasakan atau capai, lebih baik kita fokus pada apa yang bisa di lakukan untuk merasa lebih baik. Dengan begitu, kita bisa mengambil kendali atas kebahagiaan yang dimiliki dan mengurangi perasaan gagal atau tidak berguna.
Kebahagiaan adalah proses yang harus diusahakan dengan tindakan nyata, bukan sekadar berpikir positif tanpa dasar. Jangan biarkan ekspektasi yang tidak realistis menghalangi kita dari kebahagiaan yang sebenarnya bisa kita capai. Sebagai contoh, jika merasa tidak bahagia meskipun mencoba berpikir positif, mungkin ada hal-hal konkret yang perlu diubah dalam hidup. Mungkin perlu mengubah rutinitas, mencari kegiatan yang lebih memuaskan, atau mengatasi masalah yang selama ini di abaikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H