Problematika Komunikasi Dakwah Melalui Media Sosial
Media sosial memudahkan akses ke berbagai aspek kehidupan, termasuk dakwah. Namun, kecenderungan masyarakat untuk menerima informasi dengan cepat tanpa verifikasi dapat menjadi pedang bermata dua, membawa manfaat sekaligus mudharat. Penyebaran berita hoax di media sosial menimbulkan kecemasan dan dapat menciptakan pandangan negatif. Masalah dakwah di media sosial menuntut para Da'i untuk mahir dalam menggunakan dan memanfaatkan media massa, mengubah cara tradisional penyampaian ajaran Islam yang dilakukan langsung oleh Rasul kepada individu. Dahulu, ajaran Islam disampaikan secara langsung dan efektif, satu per satu orang mulai dari Siti Khadijah hingga sahabat terdekat Rasulullah seperti Abu Bakar Siddiq.
Perkembangan Dakwah Melalui Media Sosial
Perkembangan media sosial yang pesat membawa kekhawatiran sekaligus harapan akan lahirnya tatanan kehidupan baru yang dinamis dan terbuka. Media sosial dapat menyebarluaskan gaya hidup dan budaya baru yang bisa bertentangan dan merusak nilai serta tradisi masyarakat. Bahkan, media sosial dapat membawa ideologi baru yang melemahkan kepercayaan agama. Terbuka lebar, media sosial bisa menjauhkan masyarakat dari nilai-nilai spiritual agama.
Dakwah adalah proses mengajak dan membimbing umat untuk berbuat baik sesuai petunjuk Allah SWT dan Rasul-Nya, dilakukan secara individu atau organisasi dengan tujuan agar umat mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupannya.
Problematika Dakwah Melalui Media Sosial
Dakwah melalui media sosial menghadapi masalah yang berdampak negatif, membuat sulitnya mengetahui kebenaran ajaran agama karena sumber yang beragam dan kurangnya pemahaman. Sumber di media sosial sering kali tidak sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadist, menyebabkan penyimpangan dalam ilmu yang diajarkan Rasulullah.
Perubahan terlihat dari ceramah agama yang dulunya dilakukan langsung di majelis taklim, kini dapat diakses kapan saja melalui media sosial. Kehadiran media ini mengubah tatanan masyarakat, menjadikan media sebagai bagian dari ritual sehari-hari.
Komunikasi dakwah melalui media sosial dapat membawa dampak baik dan buruk, mempengaruhi pandangan masyarakat dalam perkembangan teknologi informasi. Tantangan dakwah masa kini adalah bagaimana setiap muslim menyadari bahwa dakwah adalah tugas suci yang harus dilakukan di mana saja. Pengguna media sosial, terutama umat Islam, perlu membentengi diri dari hal-hal negatif agar dakwah melalui media sosial berdampak positif sesuai perkembangan zaman.
Era modernisasi dan globalisasi memerlukan dakwah yang mampu mengembangkan tradisi menjadi lebih modern, tanpa meninggalkan pengajaran ilmu agama sesuai Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah. Kewajiban berdakwah adalah menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat, suatu kewajiban yang harus terus dilakukan sepanjang masa.
Dakwahtainment adalah gabungan dari bahasa Arab dan Inggris, yang berarti ajakan, seruan, panggilan, atau undangan. Dalam etimologi, dakwah juga bermakna do'a. Praktiknya, dakwah adalah penyebaran Islam, yang dalam perspektif Islam merupakan kewajiban bagi umat Islam untuk mengajak orang lain beribadah kepada Allah. Kata "tainment" berasal dari bahasa Inggris "entertainment," yang berarti hiburan atau pertunjukan (Sofjan, 2013:215).
Dalam perkembangan dakwahtainment saat ini, masyarakat Muslim Indonesia mulai memperbincangkan kembali munculnya beberapa film bernuansa dakwah atau setidaknya yang berpenampilan Islami. Film-film seperti Ayat-Ayat Cinta, Kun Fayakun, Para Pencari Tuhan, Mengaku Rasul, Kiamat Sudah Dekat, dan Wanita Berkalung Sorban, telah dianggap oleh masyarakat Islam Indonesia sebagai film Islami. Dengan demikian, tujuan dakwah untuk memperbaiki tatanan masyarakat, baik secara personal maupun sosial, dapat tercapai (Abdul Basit, 2005).
Terlebih lagi di era global saat ini, teknik dan strategi dakwah harus menyesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi yang cepat dan perubahan pola budaya masyarakat yang semakin tidak terkendali, mengarah pada hedonisme, kapitalisme, individualisme, dan konsumerisme. Hal ini tentunya membutuhkan perhatian serius dari para pendakwah. Mungkin dalam konteks ini pula, akhir-akhir ini muncul model dan teknik baru dalam berdakwah, seperti dakwahtainment (Muri’ah, 2000:53).
Hamzah Yaqub mengklasifikasikan media sebagai sarana dakwah menjadi tiga jenis: Pertama, "Spoken Words," yakni media dakwah berbentuk ucapan atau bunyi yang ditangkap oleh indera telinga, seperti radio dan telepon. Kedua, "Printed Writing," yaitu media dakwah berbentuk tulisan, gambar, atau lukisan yang ditangkap oleh indera mata. Ketiga, "The Audio Visual," yakni media berbentuk gambar bergerak yang dapat dilihat dan didengar, seperti televisi, film, dan video. Hamzah Yaqub juga membagi media dakwah menjadi media tradisional dan modern. Media dakwah sangat beragam, mulai dari kentongan, beduk, pagelaran kesenian, surat kabar, papan pengumuman, majalah, film, radio, hingga televisi. Semua ini dapat diklasifikasikan sebagai media tulisan atau cetak, visual, aural, dan audiovisual. Untuk mencapai sasaran dakwah, dapat dipilih salah satu atau kombinasi dari beberapa media, bergantung pada tujuan, pesan dakwah, serta teknik yang akan digunakan (Yaqub, 1992).
Penggunaan teknologi untuk memenuhi kebutuhan spiritual masyarakat Indonesia terus berkembang sebagai konsekuensi modernisasi. Dakwah melalui televisi, radio, dan media elektronik lainnya sudah lazim dalam komunikasi dan penyiaran Islam. Kebutuhan masyarakat akan penguatan spiritual mendorong inovasi dalam metode dakwah yang efektif dan sesuai dengan kebutuhan pasar. Sebagian besar masyarakat Indonesia sudah sangat akrab dengan acara pengajian di berbagai stasiun televisi, baik negeri maupun swasta, yang mengusung beragam tema agama dalam format dakwah satu arah maupun interaktif (Sugandi, 2002).
Keterlibatan dakwah islam dalam industri hiburan bagi sebagian orang mungkin tampak sebuah kewajaran dalam konteks tatanan demokrasi, dimana agama masih berperan besar dan berpengaruh. Kebutuhan masyarakat akan penanaman nilai spiritual sebagai aktualisasi dari pemenuhan kebutuhan pada aspek perkembangan keberagamaan adalah hal yang mutlak dalam suatu pembangunan mental masyarakat. Pemanfaatan teknologi dalam pemenuhan kebutuhan spiritual tersebut terus mengalami perkembangan akan eksistensinya sebagai konskwensi modernisasi zaman.
Dakwahtainment sebagai kemasan dakwah di televise merupakan salah satu warna dari perkembangan media dakwah melalui pemanfaatan teknologi komunikasi massa. Menselaraskan model yang modern dalam kemasan dakwahtainment dengan tetap bersikap konsisten terhadap penegakan nilai-nilai yang dimiliki Islam adalah sikap yang bijak. Usaha yang bijak sebagaisolusi dalam mensikapi dilemma tersebut adalah memposisikan dakwahtainment sebagai model dakwah yang berwibawa, memiliki keagungan dalam performance, konsisten terhadap tujuan yang terdapat dalam dakwah, serta mengedepankan profesionalisme bagi para da’ serta elemen yang terlibat didalamnya. Pada dasarnya melakukan dakwah dengan pendekatan dakwahtainment dalam konteks perspektif Islam memang memiliki keuntungan juga kerugian. Karena kalau kita berkaca dengan cakupan audien pasti lebih banyak memperoleh sambutan dari masyarakat, akan tetapi walaupun begitu feedback yang ditunjukkan oleh masyarakat tentang keterkaitan antara dakwahtainment pastinya kabur dari genggaman seorang da’i, sebab konteks ini audien tidak berhadapan langsung dengan sang da’i. Di sisi lain, dengan fenomena yang terdapat dalam dakwahtainment saat ini, tentunya tidak dapat dipungkiri bahwa model dakwahtainment bila tidak berpijak pada tujuan dari dakwah yang seutuhnya, maka kerap memiliki kekaburan esensi dan tujuan yang ingin di capai dari tujuan dakwah. Interfensi dari hal-hal yang bersifat materialistis, hedonisme, dan kapitalis kerap menjadi kontributor yang ikut mengais sajian dakwahtainment.
Tentunya hal ini akan menjadi ancaman bagi eksistensi nilai dakwah yang luhur dan bermartabat. Memang bukanlah hal yang mudah untuk melepaskan secara utuh peran dari unsur yang bersifat materialistis dalam sebuah model dakwahtainment mengingat tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan suatu acara khususnya di stasiun televisi, maupun media-media elektronik lain sering disandarkan pada peran keikutsertaan iklan sebagai pendukung dari keberlangsungan acara itu sendiri. Disisi lain, menarik tidaknya suatu acara juga sering tidak terlepas dari bagaimana acara itu disajikan oleh elemen-elemen yang terlibat didalamnya seperti penyiar (pembawa acara), artis atau actor, musisi yang terlibat didalamnya. Kondisi tersebut sering menjadi dilematis bagi para dai maupun eksistensi dari nilai dakwah yang di bawakan terlebih bila pelaku dakwah tidak dapat mengatisipasi keberadaannya agar tetap sesuai dengan nilai-nilai yang dimiliki Agama Islam seperti konsistensi dalam berhijab, kesederhanaan dalam (bertabarruj) berhias, zuhud, dan nilai-nilai keluhuran yang terdapat dalam Islam yang harus melekat pada para da’i maupun yang terlibat dari program acara dakwah di media. Hal ini perlu dilakukan di atas kesadaran dakwah melalui media oleh para da’i dan juga oleh para praktisi media. Inilah kesadaran baru yang perlu dijalankan dalam dakwah islamiyah sehingga fenomena social yang berkembang berupa ‘tontonan dadi tuntunan dan tuntunan dadi tontonan’ dapat direkayasa demi mewujudkan masyarakat yang berpegang pada
nilai-nilai luhur agama Islam.
Dengan demikian tuntunan agama secara perlahan akan bisa dilaksanakan karena ditunjukkan secara perlahan melalui media termasuk melalui tayangan dakwahtainment, dakwah yang dikemas dengan nuansa nasehat, bimbingan maupun hiburan sehingga menjadi cermin kehidupan. Sedangkan tontonan menjadi sebuah tuntunan yang baik dalam perspektif Islam, karena tontonan dengan nuansa Islami yang ada merupakan
hiburan yang sehat bagi kita semua. Sebagai salah satu metode dakwah yang cukup strategis, dakwahtainment sangat membantu dalam proses proses pembangunan spiritual bagi sebagian kalangan masyarakat kita.
Keterlibatan dakwah Islam dalam industri hiburan
Bagi sebagian orang, keterlibatan dakwah Islam dalam industri hiburan mungkin tampak wajar dalam konteks tatanan demokrasi, di mana agama masih memiliki peran besar dan berpengaruh. Kebutuhan masyarakat akan penanaman nilai spiritual sebagai bentuk pemenuhan aspek perkembangan keberagamaan adalah hal yang esensial dalam pembangunan mental masyarakat. Pemanfaatan teknologi untuk memenuhi kebutuhan spiritual ini terus berkembang sebagai konsekuensi modernisasi.
Dakwahtainment sebagai kemasan dakwah di televisi
Dakwahtainment, sebagai bentuk dakwah melalui televisi, adalah salah satu contoh pemanfaatan teknologi komunikasi massa untuk penyebaran dakwah. Menyesuaikan dakwah dalam bentuk modern seperti dakwahtainment sambil tetap konsisten dengan nilai-nilai Islam adalah langkah bijak. Solusi bijak dalam menghadapi dilema ini adalah memposisikan dakwahtainment sebagai model dakwah yang berwibawa, agung dalam penampilannya, konsisten dengan tujuan dakwah, serta profesional dalam pelaksanaannya. Pendekatan dakwah melalui dakwahtainment memiliki keuntungan dan kerugian. Meskipun cakupan audiens lebih luas, feedback dari masyarakat mungkin tidak sejelas jika dibandingkan dengan dakwah langsung, karena audiens tidak berinteraksi langsung dengan da’i.
Intervensi materialisme dan hedonisme dalam dakwahtainment
Fenomena dakwahtainment saat ini menunjukkan bahwa jika model ini tidak berlandaskan pada tujuan dakwah yang sejati, esensi dan tujuan dakwah dapat kabur. Intervensi materialisme, hedonisme, dan kapitalisme sering menjadi faktor yang memengaruhi dakwahtainment, yang dapat mengancam nilai-nilai dakwah yang luhur. Tidak mudah melepaskan peran unsur materialistis dalam dakwahtainment, mengingat keberhasilan suatu acara televisi sering bergantung pada iklan. Selain itu, daya tarik suatu acara juga dipengaruhi oleh elemen-elemen seperti pembawa acara, artis, dan musisi yang terlibat.
Konsistensi nilai-nilai Islam dalam dakwahtainment
Situasi ini sering menjadi dilema bagi para da’i dan nilai dakwah, terutama jika pelaku dakwah tidak dapat mempertahankan nilai-nilai Islam seperti konsistensi dalam berhijab, kesederhanaan dalam berhias, zuhud, dan nilai-nilai luhur Islam. Para da’i dan praktisi media perlu menyadari pentingnya mempertahankan nilai-nilai ini dalam dakwahtainment. Kesadaran ini penting agar fenomena sosial berupa 'tontonan menjadi tuntunan dan tuntunan menjadi tontonan' dapat diatur untuk mewujudkan masyarakat yang berpegang pada nilai-nilai Islam.
Dakwahtainment sebagai cermin kehidupan
Dengan demikian, tuntunan agama dapat dilaksanakan secara perlahan melalui media, termasuk tayangan dakwahtainment, yang dikemas dengan nasehat, bimbingan, dan hiburan, sehingga menjadi cermin kehidupan. Tontonan dengan nuansa Islami dapat menjadi tuntunan yang baik dan hiburan yang sehat. Dakwahtainment, sebagai metode dakwah yang strategis, sangat membantu dalam pembangunan spiritual bagi sebagian masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H