Mewujudkan Indonesia yang mandiri dalam ekonomi berdaulat dalam politik dan berkepribadian dalam budaya adalah sebuah visi luhur kepemimpinan di Indonesia,  atau yang kita kenal dengan ajaran Trisakti yang digagas oleh Soekarno, sang proklamator, Presiden pertama dan nakhoda agung maritim. Selain ajaran  Trisakti Bung Karno juga mengajarkan kepada kita bahwa untuk mewujudkan Trisakti harus dijalankan dengan program yang berlandaskan pada semangat gotong royong atau di era saat ini dikenal dengan kolaborasi atau sinergitas.
Trisakti dan semangat gotong royong dalam membangun sebuah peradaban bangsa yang Madani dan berkelanjutan harus fokus pada besarnya sumberdaya yang dimiliki oleh bangsa yaitu sumberdaya maritim, Â bukan hanya mengembangkan sektor tertentu yang sebenarnya kita terbatas sumberdayanya justru dengan mengabaikan sumberdaya yang melimpah. Mewujudkan Negara Maritim yang Mandiri dan berdaulat sudah seharusnya menjadi visi kepemimpinan nasional, siapapun pemimpin negeri ini harus memiliki visi kemaritiman yang berpihak kepada kesejahteraan masyarakat.
Potret Kepemimpinan bervisi MaritimÂ
Pentingnya Pemimpin Bervisi Maritim sejalan dengan ritme sejarah bangsa dimana setiap kepemimpinan Nusantara yang bervisi maritim tercatat dalam sejarah selalu terbukti menjadi negara adidaya. Sriwijaya, Aceh, Â Majapahit, Mataram, dan Ternate adalah bukti kerajaan bahkan menjadi emperium yang besar dengan kejayaan maritimnya, memiliki armada kapal perang yang mampu melakukan ekspedisi-ekspedisi mendunia dan ditakuti lawan. Selain itu memiliki pengaruh luas terhadap perdagangan serta hiruk pikuk kapal-kapal di dunia.
Berkaca pada negara-negara di dunia yang menerapkan kepemimpinan bervisi maritim seperti Korea Selatan dan Tiongkok, mereka menjadi negara yang maju khususnya di dunia industri maritim. Â Visi maritim yang perlu menjadi pelajaran kita dalam pembangunan potensi kemaritiman adalah negara Korea Selatan dimana pada awal 1990-an, Korea Selatan mengeluarkan strategi pembangunan kelautan dengan visi Membangun Industri Maritim untuk mengalahkan Jepang dalam 10-15 tahun ke depan.Â
Disisi lain pada tahun-tahun itu Tiongkok juga memiliki visi kemaritiman dimana dalam 20 tahun ke depan industri perkapalan Tiongkok harus yang terbesar di dunia. Dan pada saat ini, bisa kita lihat industri maritim dua negara tersebut, dimana galangan-galangan kapal mereka telah merajai industri kemaritiman dunia, armada dagang dan perang mereka tangguh, hingga nelayan mereka melakukan aktivitas penangkapan ikan hingga samudera luas dan mereka melakukan strategi dan ekspansi besar-besaran untuk merebut pasar dunia.
Melihat besarnya potensi kemaritiman Indonesia, dimana semua tahu bahwa kondisi Indonesia dengan 70 persen wilayahnya adalah laut, dengan perairan terdiri dari pulau-pulau, menempati posisi yang sangat strategis yang mempertemukan kekuatan ekonomi dunia Barat dan Timur, antara pusat industri dan pusat pasar.Â
Ironis jika dengan sumber daya lautan yang demikian melimpah, tidak mampu membawa kemakmuran bagi Indonesia dan tidak seharusnya membuat Indonesia menjadi negara terkebelakang dibandingkan dengan negara lain. Problematika mendasar Negeri kepulauan terbesar di dunia (he largesi archipelagic country) ini adalah kesadaran manusianya terhadap potensi laut dan pesisir yang sangat besar sehingga cukup beralasan untuk menjadikan lautan sebagai salah satu resource-based economy bangsa kita muncul belum lama. Berpuluh-puluh tahun sebelumnya kita seakan lupa atau tidak paham akan potensi tersebut.
Setiap kebijakan pengelolaan negara harus dimulai dari kesadaran sumberdaya manusianya terlebih para pemimpinnya. Berkaca pada sejarah kesadaran pemimpin kita tentang visi kemaritiman sempat hilang karena fokus pada pembangunan fisik daratan dan mengutamakan potensi agraris.Â