Mohon tunggu...
Moh Nur Nawawi
Moh Nur Nawawi Mohon Tunggu... Nelayan - Founder Surenesia

Seorang pecinta dunia maritim / Pelayan dan Pengabdi Masyarakat / suka menulis, bercerita dan berdiskusi / @nawawi_indonesia nawawisurenesia@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Ramadhan Refleksikan Reformasi Birokrasi

8 April 2023   10:35 Diperbarui: 8 April 2023   10:49 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.kemenkumham.go.id

Perspektif sufistik mendefinisikan bahwa puasa merupakan salah satu alternatif riyadhah atau latihan rohani untuk melatih dan mengendalikan hawa nafsu. Dalam kalangan sufistik makna ramadhan berpijak pada imsak 'an (menahan diri) dan imsak bi (berpegang teguh pada ajaran Allah SWT dan  Rasulullah SAW).

Dalam paradigma tasawuf, hakekat puasa merupakan usaha menahan diri dari segala godaan syahwat dengan selalu berpegang pada ajaran Allah SWT dan Rasul-Nya. Hal tersebut merupakan relasi antara makna puasa dengan tujuan puasa sebagaimana disebut dalam penggalan akhir Q.S. al-Baqarah [2]: 183, yakni la'allakum tattaqun, agar para shaimun (orang-orang yang berpuasa) dapat menggapai derajat takwa.

Makna takwa adalah hati-hati meniti tiap jejak langkah kehidupan dengan selalu berpegang teguh pada ajaran Allah SWT dan  Sunnah Rasul-Nya. Para muslim yang bertaqwa mereka akan selalu menjalani hidup dalam koridor perintah Allah yang terbingkai dalam Al-Qur'an dan petunjuk-petunjuk Rasulullah dalam hadits-hadistnya.

Dengan memaknai puasa secara tepat akan melahirkan nilai-nilai puasa yang berkorelasi dengan hidup dan peri kehidupan manusia di dunia ini. Nilai-nilai puasa tersebut adalah bagaimana puasa dapat: (1) melatih kesabaran dan menahan amarah; (2) melatih untuk berempati kepada sesama; (3) puasa mengajarkan arti bersyukur; (4) menghindarkan diri dari sifat rakus; (5) melatih kedisiplinan dan tanggung jawab; (6) melatih dan menjaga kesehatan tubuh; (7) mengajarkan untuk saling menghormati dan tepo seliro; (8) mengajarkan untuk lebih banyak berbagi kepada sesama.

Dalam sebuah negara atau wilayah tentu ada sebuah sistem yang dibuat untuk mengoptimalkan manajemen sebuah wilayah dalam mengelola sumberdaya untuk kepentingan masyarakat. Birokrasi adalah ruang-ruang konsep untuk mewujudkan semua itu. Birokrasi yang tidak sehat tentu perlu sebuah reformasi agar birokrasi tetap direlnya dan berdampak maksimal untuk kepentingan masyarakat.

Nilai-nilai ramadhan memiliki korelasi dengan reformasi birokrasi yaitu pada aspek akuntabilitas kinerja. Dimana reformasi birokrasi merupakan penataan birokrasi, perubahan pola pikir (mindset) dan budaya kerja, penataan tata laksana (business process), penataan peraturan dan kebijakan,  penataan sistem manajemen sumber daya manusia (SDM), penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan peningkatan kualitas pelayanan publik.

Reformasi birokrasi dikatakan berhasil jika birokrasi berdampak pada kepuasan masyarakat atau pengguna layanan, peningkatan profesionalisme sumber daya manusia (SDM), dan pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) sebuah lembaga.

Nilai-nilai puasa dapat dijadikan nilai-nilai untuk meningkatkan aspek akuntabilitas birokrasi. Dimana akuntabilitas merupakan  kewajiban dari individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk mempertanggung jawabkan apa yang mereka lakukan. Akuntabilitas birokrasi pada titik tersebut berkorelasi dengan nilai puasa, yakni puasa dapat melatih kedisiplinan dan tanggung jawab.

Pertama, Puasa dapat melatih kedisiplinan dan tanggung jawab, dalam sebuah Hadis Qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. Bersabda, bahwa Allah swt. Berfirman, "Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa. Sebab ia hanyalah untuk-Ku dan Akulah yang akan memberikan ganjaran kepadanya secara langsung" (H.R. Bukhari dan Muslim).

Menurut penjelasan para ulama, puasa merupakan amalan batin yang hakikatnya tidak diketahui kecuali oleh Allah swt. Dan orang yang berpuasa. Puasa adalah ibadah yang bertumpu pada niat dalam hati. Hal ini berbeda dengan ibadah lainnya yang bisa dilihat dan tampak oleh mata.

Sementara, puasa merupakan amalan yang bersifat rahasia antara Allah dan hamba-Nya. Hal tersebut menjadi semangat bahwa birokrasi harus berjalan secara disiplin dan penuh tanggung jawab, agar benar -- benar mampu dirasakan manfaatnya buat masyarakat bukan sekedar ajang untuk pencitraan dan menaikkan posisi semata.

Kedua, puasa mengajarkan tentang empati terhadap sesama, bagaimana kita memahami permasalahan masyarakat. Hal tersebut berkorelasi dengan tujuan reformasi birokrasi bahwa birokrasi harus semakin peka terhadap permasalahan dan kebutuhan masyarakat. Sehingga birokrasi dapat memberikan kemudahan masyarakat dalam menyelesaikan permasalahannya.

Ketiga, puasa mendidik kita agar tidak rakus dan serakah, puasa mengajarkan kita untuk bisa menerima dan berbuat lebih banyak untuk orang lain. Hal ini berkorelasi dengan reformasi birokrasi bahwa birokrasi haruslah terhindar dari keserakahan yang mementingkan diri sendiri dan golongan. Birokrasi harus mampu menekan kepentingan pribadi demi kepentingan masyarakat.

Keempat, puasa mengajarkan untuk membantu sesama agar mampu menjadi solusi bagi permasalahan masyarakat begitu juga dengan birokrasi haruslah bermanfaat buat masyarakat dengan mempermudah masyarakat mengakses kebutuhan, masyarakat memiliki kenyamanan hidup dalam sebuah negara dan bisa optimal meningkatkan sosial ekonominya.

Betapa banyak orang yang memiliki ide bagaimana orang lain harus berubah tapi sedikit sekali ide bagaimana dirinya harus berubah. Melalui ibadah puasa inilah, sesungguhnya Allah swt. Tengah memberikan kesempatan kepada kita untuk melakukan reformasi diri yang kemudian berlanjut ke reformasi birokrasi.

Reformasi spiritual dalam ibadah puasa terletak pada nilai kedisiplinan dan tanggung jawab. Setelah selesai menjalankan ibadah puasa, bukan hanya derajat takwa yang akan kita peroleh. Ibadah puasa juga akan berdampak pada reformasi birokrasi dan reformasi sosial, yakni kita akan semakin disiplin dan bertanggung jawab dalam bekerja dan menjalani kehidupan.

Ibadah puasa harusnya tidak berhenti pada aspek ritual dan spiritual semata, tetapi diharapkan berdampak pula pada perubahan birokrasi dan sosial ke arah yang lebih baik. Ramadhan yang harusnya mampu menumbuhkan empati terhadap sesama sebagaimana birokrasi harus berdampak kepada kehidupan masyarakat yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun