Kekayaan laut Indonesia yang melimpah ruah seperti potensi sumberdaya perikanan tangkap yang melimpah sehingga Indonesia dengan kenal dengan Negara yang memiliki Marine Biodiversity justru berbanding terbalik dengan kondisi kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap Produk Domestik Bruto atau PDB yang hanya berkisar pada angka 2 % jika dihitung atas dasar bahan baku dan hanya berkisar pada nilai 4 % dari PDB jika hitungan memasukkan produk perikanan olahan.
Namun, walau memiliki kontribusi kecil pada PDB sub sektor perikanan tangkap justru memiliki peran dan kontribusi ysng cukup siginifikan  bagi pembangunan ekonomi riil dan kehidupan sosial-ekonomi-budaya masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat pesisir.
Masyarakat pesisir terdiri dari nelayan dan pekerja pendukung subsektor perikanan tangkap serta beberapa kelompok masyarakat lainnya yang tidak terkait dengan industri perikanan tangkap yang jumlahnya sangat kecil.Â
Dimana pada tahun 2021 jumlah nelayan sekitar 2,7 juta yang sebagian besar yaitu sekitar 2,3 Juta adalah nelayan perairan laut dan sisanya perairan lainnya serta kurang lebih 5,4 juta orang bekerja di industri hulu, industri hilir, dan jasa-jasa pendukung perikanan tangkap. Oleh karena itu secara keseluruhan orang yang bekerja di sub sektor perikanan tangkap kurang lebih berjumlah 8,1 Â juta orang.
Jika kita asumsikan dalam keluarga nelayan terdapat 5 orang (ayah, ibu, dan 3 anak), maka sekitar dapat ditemukan angka sebesar 40,5 juta jiwa atau sekitar 14,7 % dari total  penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya sehari-hari pada subsektor Perikanan Tangkap. Selain itu berdasarkan data puslitbang Gizi bahwa sekitar 60 % total asupan protein hewani rakyat Indonesia berasal dari ikan dan seafood.Â
Sedangkan  telur, susu, daging sapi, ayam, dan hewan darat lainnya hanya mampu memasok 40 % dari kebutuhan gizi masyarakat. Belum lagi efek lain dari subsektor perikanan tangkap bagi Negara, seperti peran dan kontribusi masyarakat nelayan dalam menjaga kedaulatan laut serta konservasi laut dan masih banyak lagi.Â
Namun Ironisnya, sampai sekarang mayoritas nelayan, terutama ABK (buruh nelayan) bersama petani dan buruh merupakan tiga kantong kemiskinan di Indonesia.
Kondisi ekonomi nasional dan global serta bergulirnya kebijakan non populis seperti kenaikan harga BBM sangat berdampak bagi nelayan, karena nilai pengeluaran untuk BBM adalah nilai mayoritas dari modal yang dikeluarkan nelayan, selain itu kondisi seperti pandemi juga turut berkontribusi terhadap nilai tukar nelayan atau NTN, oleh karena itu kesejahteraan nelayan paling terdampak akibat kebijakan kenaikan BBM dibanding kelompok masyarakat lainnya.
Indonesia memiliki potensi produksi lestari atau MSY (Maximum Sustainable Yield) Sumber Daya Ikan (SDI) laut yang paling besar di dunia, sekitar 12,5 juta ton/tahun, dan pada 2021 baru dimanfaatkan sekitar 6,7 juta ton (53,6 %).
Disisi lain MSY sumberdaya ikan pada perairan darat sebesar 3,3 juta ton/tahun, dan baru dimanfaatkan sekitar 640 ribu ton (20 %). Maka, tentunya peluang untuk mengembangkan ekonomi perikanan tangkap dalam rangka meningkatkan kesejahteraan nelayan secara berkelanjutan (sustainable) masih sangat  terbuka lebar. Dan harusnya sub sektor perikanan tangkap mampu dioptimalkan kontribusinya untuk PDB Nasional.