Ketiga, bukan hanya permasalahan ekonomi dan sosial yang perlu jadi perhatian, tetapi faktor degradasi lingkungan seperti sungai, sumber air bersih, wilayah pesisir dan laut akibat laju pengrusakan hutan dan aktifitas pertambangan yang perlu redesain. Pemimpin harus memiliki konsep pembangunan keberlanjutan harus mampu menyeimbangkan pembangunan dari sisi ekonomi dan ekologi.Â
Keempat, masalah sumberdaya manusia juga menjadi tantangan baru diera kencangnya arus informasi, dimana angkatan kerja khususnya generasi milenial harus melek informasi, melek digital, oleh karena itu Pemimpin baru harus mampu menyiapkan kebijakan untuk menumbuhkan dan membangun infrastruktur baik fisik maupun digital sehingga angkatan kerja siap bersaing dan mampu mendukung program pemerintah seperti digitalisasi kebijakan, digitalisasi perijinan, desa digital, smart city dan banyak program lainnya yang diperuntukkan sebagai program menghadapi era revolusi industri 4.0 jadi jangan sampai eranya sudah 4.0 tapi sumberdaya manusianya masih 0.4 tentunya akan menjadi ironi.
Sejumlah faktor pendukung yang  menjadi landasan, motivasi dan penguatan bahwa pertumbuhan ekononi yang tinggi dan berkualitas bisa dicapai oleh daerah dengan tangan dingin pemimpin baru yang terus berinovasi dan bekerja dengan cara cara baru antara lain;Â
Pertama, setiap daerah tentunya memiliki potensi SDA yang bisa dioptimalkan seperti di bidang pangan (ikan, ternak, beras, buah, sayur dan kebun); energi (gas dan minyak); logam dan batuan serta pariwisata disisi lain bidang jasa tentunya setiap daerah harus mampu mengoptimalkan. Segala potensi tersebut harus di inventarisir dan dimaping, sehingga kebijakan yang diambil bisa tepat.
Kedua, kemajuan teknologi yang kian gencar, dimana masyarakat dunia bisa terhubung dengan mudah dalam satu dunia seperti media sosial harus disikapi dengan optimis oleh pemimpin baru, harus benar benar dioptimalkan untuk membantu pengembangan usaha masyarakat, pengembangan industri lokal, menarik informasi strategis dari luar seperti investasi, dan lain sebagainya.
Ketiga, persaingan global yang membuka sekat antar daerah harus bisa disikapi dengan bijak, harus bisa diambil sisi manfaatnya. Pemerintah dengan Pemimpin baru harus memiliki kebijakan yang berfikiran terbuka, menjadikan persaingan tersebut sebagai peluang mengembangkan potensi daerah.
Sejumlah keunggulan komparatif dan kompetetif yang dimiliki daerah ini sebagai nilai lebih,  seyogianya dapat dimanfaatkan secara baik dan berkelanjutan dengan cara cara kerja yang baru. Dan cara cara kerja yang  di maksud adalah:
Pertama, bahwa didalam proses perencanaan menganut filosofi kereta kuda, bukan lagi kereta api. Filosofi ini adalah filosofi kolaborasi bukan lagi pemerintah yang menarik perkembangan komunitas masyarakat,. Misalnya provinsi menjadi sentra pembangunan dan kabupaten mengekor, atau kabupaten menjadi sentra dan desa mengekor tapi dibalik dimana setiap desa desa atau kabupaten menjadi pelopor kemajuan sehingga akumulasi kemajuan setiap komunitas , desa dan daerah akan berkolaborasi untuk kemajuan daerah induknya. Hal tersebut membutuhkan pemimpin dengan cara kerja baru, pemimpin yang mau berkolaborasi baik dengan pemerintah dibawahnya, dengan pihak swasta, dengan komunitas masyarakat dan semua pihak demi kemajuan daerah.
Konsep ini dipandang  ideal, namun harus dimulai dengan satu perubahan dan kemajuan. Jepang misalnya sejak lama telah mengimplementasikan filosofi ini. Di Jepang tidak ada kabupaten, hanya kota, dan perannya adalah menghela  provinsi (perfektur). Kolaborasi pembangunan dijalankan  dan menghilangkan persaingan antar daerah.
Kedua, bahwa dalam menyusun RPJMD selain inline dengan RPJMN juga harus fokus pada tiga cluster program yang telah canangkan oleh pemerintah Pusat yaitu (1) Cluster Wajib terdiri dari bidang Pendidikan,  Kesehatan, Infrastruktur; (2) Cluster Prioritas terdiri dari bidang  Pangan, Tambang (gas, logam ,dan batuan), Pariwisata, dan Lingkungan ; dan (3) Cluster khusus terkait dengan kemiskinan dan ketimpangan, gizi buruk dan stunting, serta upaya membangun kemampuan mitigasi bencana.
Ketiga, kini dunia berada pada era digitalisasi, industri 4.0. Â Proses perencanaan terhadap tiga cluster program tidak bisa ditawar lagi dan harus berbasis integrasi e_Planning dan e_Budgeting. Â Dimulai proses musrembang tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi.