Mohon tunggu...
Moh Nur Nawawi
Moh Nur Nawawi Mohon Tunggu... Nelayan - Founder Surenesia

Seorang pecinta dunia maritim / Pelayan dan Pengabdi Masyarakat / suka menulis, bercerita dan berdiskusi / @nawawi_indonesia nawawisurenesia@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Ke Mana Perginya Ikan Lemuru Muncar Banyuwangi?

4 November 2019   20:50 Diperbarui: 4 November 2019   20:49 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rombongan nelayan bersiap untuk menaiki kapal yang akan berlayar hingga ke Selat Bali untuk mencari hasil laut. Ketika melaut diperlukan berbagai persiapan baik fisik, mental, maupun bekal untuk menunjang kegiatan selama berhari-hari melaut. (Hanif Suryo-sumber: goodnewsfromindonesia.id)

Pagi hari saat mentari mulai mengintip di sebuah pasar yang berada di pinggiran laut, Brak orang sini menyebutnya, dimana setiap hari banyak lalu lalang manusia sedang melaksanakan transaksi jual beli ikan dan produk lautnya disini. 

Pagi ini sosok ibu yang sudah tidak muda lagi sebut saja Ibu Marjiyah (bukan nama sebenarnya) dengan usia 51 tahun beliau  terlihat sibuk memasukan ikan ke dalam timbangan depannya di pinggiran jalan arah masuk ke Brak yang berada di Pelabuhan perikanan pantai (PPI) Muncar, Banyuwangi.

Saat itu juga hilir mudik para lelaki-lelaki tua dan muda berkalung sarung menenteng ember berjalan keluar dermaga mereka adalah para suami ibu-ibu pasar ikan ini yang baru pulang dari melaut.

Datang seorang pembeli meghampiri ibu Marjiyah menayakan perihal lemuru, Bu Marjiyah yang sedari kecil sudah tinggal di kota ini, dulu saat beliau masih muda kota ini sangat sibuk dan padat dengan aktifitas jual beli ikan.

Dermaga penuh dengan kapal tertambat berisi muatan ikan yang banyak sekali dan lemuru adalah salah satu ikan andalan kota ini, Bu marjiayh sudah meraakan bagaimana manisnya ikan lemuru itu karena mampu menghjidupi kelaurganya bahkan untuk sekedar sedikit bermewah-mewahan.

"Sekarang lemuru sudah susah tidak seperti dulu lagi" terang Bu Marjiyah pada pembelinya. "Ini tinggal dua kilo, Mau? Tapi maaf harganya Rp 20.000. dan  Jangan ditawar ya " dengan santun Bu Marjiyah menawarkan dagangannya yang tinggal sedikit dan memang dari pagi juga tidak banyak.

"Sekarang mencari ikan lemuru di Muncar sudah seperti mencari emas" BU Marjiayah bercerita dengan kiasannya yang sedikit membuatnya pilu.

Masih menurut cerita beliau bahwa tahun tahun sebelumnya  ikan lemuru melimpah ruah disini seperti banjir setiap kapal menjaring ikan lemuru seperti cendol yang banyak sekali, bahkan tidak sedikit yang dibuang-buang karena sudah tidak mampu lagi menjualnya, pasar sudah penuh, pabrik-pabrik sudah penuh. Semua orang disini bisa kaya raya dengan hasil menangkap dan menjual lemuru saat itu.

Lemuru yang juga banyak diserap oleh pabrik-pabrik ikan dimuncar sebagai bahan baku pengolahan ikan kaleng, orang sini biasa menyebutnya dengan ikan salem, mungkin sebagaian masyarakat sering dengar dengan ikan sarden kaleng, ya itulah lemuru yang diolah menjadi produk bernilai tambah (Value Added Product) banyak brand seperti ABC, GAGA dan brand-brand ekspor yang mengambil bahan baku lemuru dari muncar dan selat bali umumnya. 

Lemuru kini dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir sudah menurun produksinya tidak sedikit perusahaan di Muncar yang gulung tikar terlebih perusahaan-perusahaan cold storage (pembekuan ikan) sekala kecil banyak yang sudah beralih menjadi gudang kosong penuh serangga.

Berdasarkan pada informasi dari lembaga terkait bahwa lemuru dari selat bali yang didaratkan di Muncar Banyuwangi selalu mengalami penurunan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir data pada tahun 2008 dan 2009 rata-rata produksi ikan lemuru mencapai 27.833 ton. 

Lalu produksi ikan Lemuru turun drastis pada tahun 2011 yaitu 1.651 ton. 

Produksi ikan lemuru sempat naik pada tahun 2015 yaitu 10.267 ton namun kembali menurun pada 2016. pada tahun 2017, produksi ikan lemuru di Pelabuhan Muncar hanya 54 Ton

Bahkan seorang nelayan pun bercerita bahwa saat ini untuk mendapatkan ikan lemuru 10 kilo gram saja sudah sulit padahal dulu puluhan ton bisa didapat. Bagi pabrik-pabrik besar untuk terus menjaga produksinya maka akan mendatangkan bahan baku ikan dari luar Muncar, Luar kota, hingga harus impor bahan baku.

Fenomena menurunnya bahkan bisa dikatakan hilangnya lemuru dari selat bali yang sudah berjalan hamper satudasa warsa banyak menjadi perbincangan publik hingga pakar-pakar perikanan pun banyak memberikan argumentasi dengan data-data riset, hingga tidak sedikit masyarakat yang terheran-heran, kenapa ikan lemuru yang dulu seperti cendol dilautan sekarang bisa hilang seperti ditelan bumi. 

Beragam hasil riset dipaparkan dan tetap saja belum ada yang mampu menjawab semua ini dengan memuaskan hingga tentunya berimbas pada belum adanya upaya yang konkrit mengembalikan ikan-ikan tersebut. 

Dan pedagang sudah sulit jualan ikan lemuru karena nelayanpun tidak mampu lagi mendapatkan ikan lemuru dengan jaring purse seinenya, pabrik-pabrik ikan pun banyak yang menjadi rumah hantu hanya segelintir pabrik yang masih beroperasi itupun tidak mampu lagi memenuhi kapasitas produksinya.

Keluar dari argument akademis serta hasil riset dari berbagai lembaga ada satu hal yang mungkin bisa kita jadikan bahan renungan, jika kita mau menyempatkan diri untuk berkeliling di daerah perkampungan padat penduduk dan diman banyak berdiri pabrik-pabrik maka kita dengan mata telanjang akan melihat bagaimana limbah memenuhi sungai-sungai, selokan-selokan di kota ikan yang dulu kita kenal ini. 

Tidak sedikit akan kita saksikan limbah-limbah yang berasal dari pengolahan ikan itu dialirkan ke selokan-selokan dan mengalir ke sungai-sungai yang muaranya adalah laut selat Bali.

Limbah-limbah itu bukanlah hal baru bagi masyarakat muncar Banyuwangi, memang ada sebagaian masyarakat yang memanfaatkannya untuk diolah lagi untuk menghasilkan produk-produk lain, tapi penanganan limbah seperti ini harusnya sudah tidak terjadi lagi apalgi jika melihat standar pengelolaan limbah yang seharusnya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pengolahan ikan. 

Beberapa tahun silam bahkan beberapa perusahaan telah mendapat tanda hitam (Backlist) dari kementerian lingkungan hidup, tapi juga masih enggan menggunakan IPAL (Instalasi pengolahan air limbah) dalam proses produksinya. Bahkan yang membuat kita mengelus dada pernah suatu waktu dibangun IPAL terpadu oleh pemerintah tapi juga tidak maksimal pemanfaatannya.

Keluar dari area Muncar coba kita membuang jauh pandangan kearah selatan dimana terdapat kegiatan pertambangan di daerah Tumpang pitu orang banyuwangi bilang, ini bukan masalah mengait-ngaitkan hilangnya ikan di Muncar dengan aktifitas tambang di tumpang pitu, tapi sudahkah ada kajian yang mendalam untuk itu dan sudhkan ditarik benang merah mungkinkah ada korelasi dengan fenomena ini.

Sebuah renungan bersama, alam tidak akan pernah mengusik manusia jika manusia ramah dengan alam, alam selalu memberikan yang kita inginkan asal kita menjaganya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun