Lalu produksi ikan Lemuru turun drastis pada tahun 2011 yaitu 1.651 ton.Â
Produksi ikan lemuru sempat naik pada tahun 2015 yaitu 10.267 ton namun kembali menurun pada 2016. pada tahun 2017, produksi ikan lemuru di Pelabuhan Muncar hanya 54 Ton
Bahkan seorang nelayan pun bercerita bahwa saat ini untuk mendapatkan ikan lemuru 10 kilo gram saja sudah sulit padahal dulu puluhan ton bisa didapat. Bagi pabrik-pabrik besar untuk terus menjaga produksinya maka akan mendatangkan bahan baku ikan dari luar Muncar, Luar kota, hingga harus impor bahan baku.
Fenomena menurunnya bahkan bisa dikatakan hilangnya lemuru dari selat bali yang sudah berjalan hamper satudasa warsa banyak menjadi perbincangan publik hingga pakar-pakar perikanan pun banyak memberikan argumentasi dengan data-data riset, hingga tidak sedikit masyarakat yang terheran-heran, kenapa ikan lemuru yang dulu seperti cendol dilautan sekarang bisa hilang seperti ditelan bumi.Â
Beragam hasil riset dipaparkan dan tetap saja belum ada yang mampu menjawab semua ini dengan memuaskan hingga tentunya berimbas pada belum adanya upaya yang konkrit mengembalikan ikan-ikan tersebut.Â
Dan pedagang sudah sulit jualan ikan lemuru karena nelayanpun tidak mampu lagi mendapatkan ikan lemuru dengan jaring purse seinenya, pabrik-pabrik ikan pun banyak yang menjadi rumah hantu hanya segelintir pabrik yang masih beroperasi itupun tidak mampu lagi memenuhi kapasitas produksinya.
Keluar dari argument akademis serta hasil riset dari berbagai lembaga ada satu hal yang mungkin bisa kita jadikan bahan renungan, jika kita mau menyempatkan diri untuk berkeliling di daerah perkampungan padat penduduk dan diman banyak berdiri pabrik-pabrik maka kita dengan mata telanjang akan melihat bagaimana limbah memenuhi sungai-sungai, selokan-selokan di kota ikan yang dulu kita kenal ini.Â
Tidak sedikit akan kita saksikan limbah-limbah yang berasal dari pengolahan ikan itu dialirkan ke selokan-selokan dan mengalir ke sungai-sungai yang muaranya adalah laut selat Bali.
Limbah-limbah itu bukanlah hal baru bagi masyarakat muncar Banyuwangi, memang ada sebagaian masyarakat yang memanfaatkannya untuk diolah lagi untuk menghasilkan produk-produk lain, tapi penanganan limbah seperti ini harusnya sudah tidak terjadi lagi apalgi jika melihat standar pengelolaan limbah yang seharusnya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pengolahan ikan.Â
Beberapa tahun silam bahkan beberapa perusahaan telah mendapat tanda hitam (Backlist) dari kementerian lingkungan hidup, tapi juga masih enggan menggunakan IPAL (Instalasi pengolahan air limbah) dalam proses produksinya. Bahkan yang membuat kita mengelus dada pernah suatu waktu dibangun IPAL terpadu oleh pemerintah tapi juga tidak maksimal pemanfaatannya.
Keluar dari area Muncar coba kita membuang jauh pandangan kearah selatan dimana terdapat kegiatan pertambangan di daerah Tumpang pitu orang banyuwangi bilang, ini bukan masalah mengait-ngaitkan hilangnya ikan di Muncar dengan aktifitas tambang di tumpang pitu, tapi sudahkah ada kajian yang mendalam untuk itu dan sudhkan ditarik benang merah mungkinkah ada korelasi dengan fenomena ini.