Pernah beberapa bulan yang lalu ada kesempatan saya duduk-duduk di sebuah kafetaria. Tapi sebenarnya saya tidak ngopi. Saya lebih suka memilih air mineral dalam kemasan untuk sekedar teman bermalas-malasan di kursi kafe sambil menikmati ademnya ruangan dan tentunya fasilitas wifinya. Saya tanpa sengaja bertemu dengan beberapa anak muda yang pada bawa tas dan laptop. Dari bajunya sih kayaknya para aktivis mahasiswa yang mungkin senasib dengan saya mencari fasilitas wifi he he he he....
Saya duduk tepat di samping mereka sambil menikmati hadirnya para tamu. Jadi, apa yang mereka obrolkan secara tidak langsung sampai di telingaku dan mengendap di memori otak.
"Negeri kita benar-benar bobrok. Lihat saja kebobrokan itu di sekeliling kita," salah satu mahasiswa itu mengungkapkan dengan mata nanar, penuh kekesalan walau terkesan putus asa.
"Kita memiliki wakil rakyat yang sangat gemar melakukan praktik KKN, para pemimpin yang selalu memperebutkan jabatan dan kekuasaan. Bangsa yang katanya gemah ripah loh jinawi ini seakan menjadi pengemis dan bersimpuh di kaki kapitalis dan imperialisme Barat! Mereka, para pemegang kekuasaan atas bangsa ini, apa yang mereka lakukan?” Mahasiswa itu berbicara dengan berapi-api.
Semakin serius dia melanjutkan kata-katanya, ”Bangsa ini sangat jauh tertinggal dari negeri Barat! Lihat betapa mereka sangat berkuasa dengan ekonomi kapitalis seakan menyiratkan penjajahan model baru, sedangkan kita tidak berkutik tidak mampu berbuat apa-apa.”
Saya terus menyimak mahasiswa itu membicarakan bangsa ini. Kulirik temannya yang sedari tadi memperhatikan mahasiswa itu ngoceh seakan menjadi pendengar setia. Mungkin telinganya mulai panas dan akhirnya dia bertanya kepada mahasiswa tersebut. "Kira-kira ada nggak yang mereka punya kita tidak? Kalau dipikir-pikir, justru bangsa kita lebih unggul dari mereka. Tanah kita subur, mereka tidak. Lautan kita kaya, mereka tidak. Hutan kita kaya, mereka tidak. Tambang kita juga kaya dibanding mereka,” argumen temannya.
“Tapi coba lihat teknologi mereka yang canggih. Mereka memiliki sistem yang sudah berjalan sangat baik,” bantah mahasiswa tersebut seakan tak mau analisisnya dibantah. Tapi belum selesai dia berucap temannya telah menyela kembali, “Apa mungkin manusianya yang lebih mulia? Saya pikir bukan. Bangsa kita jauh lebih memiliki nilai-nilai luhur daripada mereka.”
"Tunggu dulu. Jika memang bangsa kita bangsa yang luhur, tentunya kita tidak akan kalah sama mereka. Lihat saja sekelilingmu sampah bertebaran, jalanan macet seakan tak pernah tertata rapi, pengangguran di mana-mana, korupsi merajalela di semua lini kehidupan." Mahasiswa itu menguatkan argumennya.
"Setelah saya amati dan saya perhatikan seksama, apa yang dari tadi kaubicarakan dan keluhkan, sebenarnya masalahnya bukan pada teknologi mereka yang canggih, sistem yang tertata, ekspansi kapitalis yang menjajah kita. Bukan mereka sebenarnya masalahnya, tapi ada pada diri kita. Iya masalah ada pada kita sendiri, yang masih saja mengeluhkan masalah-masalah yang ada, membanggakan sistem mereka, mencaci-maki bangsa sendiri tapi kita tak pernah benar benar bersolusi dan berkontribusi. Jika mau berubah, jangan pernah berpikir mereka, tapi kitalah kuncinya," temannya mengakhiri obrolan mereka.
Sering sekali kita mendengar orang-orang mencemooh apa yang dilakukan pemerintah. Pemerintah begini lah, pemerintah begitu lah, jujur kita memang akui bahwa para pemegang kekuasaan negeri ini, baik di tingkat eksekutif, legislatif, maupun yudikatif belum mencapai tingkat kinerja yang ideal. Tapi apakah semua keburukan yang terjadi di negeri ini adalah tanggung jawab dan akibat perbuatan mereka? Sering kali kita banding-bandingkan negeri ini dengan Amerika, Jepang, dan lain sebagainya. Di sana bersih, rapi, di sini amburadul dan sebagainya.
Mari kita pergi ke sebuah negeri di daerah Asia Timur yang bernama Jepang. Apa keunggulan mereka dibanding kita? Jelas kita tertinggal jauh dalam hal teknologi jika dibandingkan dengan mereka. Pertanyaannya adalah mengapa itu bisa terjadi? Jawabannya adalah karena mereka giat bekerja. Mari coba kita renungkan, siapakah sebenarnya yang berkewajiban untuk bekerja, kita (masyarakat/diri kita sendiri) atau mereka (pemerintah)? Tentu tanggung jawab untuk giat bekerja ada pada diri sendiri. Oleh karena itu, sungguh tidak bijak jika kita terus menyalahkan mereka atas tanggung jawab yang tidak kita lakukan. Sudahkah kita bekerja secara giat, sudahkah produktivitas kita sudah sama dengan orang Jepang jika kita selalu menganggap Jepang adalah contoh ideal untuk bangsa kita ikuti?
Kita ambil sebuah contoh lain di mana sebuah kota di Eropa atau negara Barat lainnya dipandang lebih maju daripada kota di negeri ini. Kota itu adalah kota yang teratur, masyarakatnya taat berlalu lintas, bersih, dan nyaman. Coba kita selidiki satu per satu. Apa yang menyebabkan lalu lintasnya teratur? Apakah karena selalu diatur oleh pihak yang berwenang (Polisi)? Oh ternyata tidak, Polisi di sana hanya duduk-duduk di dalam mobil sambil makan kue donat (he he he kebanyakan nonton serial LAPD). Tetapi memang, masyarakatnya menaati rambu lalu lintas, semisal traffic light, tidak parkir sembarangan. Lalu mengapa kota tersebut bisa bersih? Apakah petugas kebersihannya berdedikasi tinggi dan jumlahnya banyak? Ternyata tidak. Di sudut jalan kita melihat seorang warga negara mengantongi bungkus permen yang telah dia makan. Di sudut lain kita lihat orang buang sampah pada tempat?
Kota tersebut terkesan nyaman dan menyenangkan, mengapa? Karena kota tersebut bersih dan teratur. Bagaimana dengan negeri kita yang tampak sebaliknya. Siapakah yang yang menyebabkan kota ini kotor dan tidak teratur? Itu semua adalah kita sendiri, kita yang membuang sampah sembarangan, kita yang menerobos lampu merah, dan sebagainya. Jadi, bagaimana membuat bangsa ini maju? Semuanya dimulai dari kita, bukan mereka.
Kita ambil contoh, ketika kita semua kagum kepada Microsoft buatan Amerika, sebenarnya siapa yang kita kagumi? Presiden Amerika atau Bill Gates? Lalu siapakah Bill Gates? Apakah dia menteri teknologi? Bukan, Bill Gates adalah warga negara biasa yang membuat negaranya bangga. Kebanggaan yang dikumpulkan dari tiap individu itulah yang membuat negara itu tampak besar.
Saya pikir, kalaupun Ahmadinejad ataupun Barrack Obama sekalipun menjadi presiden kita, negeri ini tidak akan berubah kecuali kita sebagai rakyatnya mau berubah. Masalah ada pada kita, bukan mereka maka mulai detik ini kitalah yang harus mewujudkan semua itu bukan mereka. Perubahan tidak datang hanya dengan menghujat, mengeluh, dan saling menuduh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H