Meskipun kemerdekaan Indonesia sudah diproklamirkan pada tahun 1945, namun nyatanya Indonesia khususnya kota Solo belum merdeka sepenuhnya. Di monumen ini, kita bisa melihat relief yang menggambarkan bagaimana rakyat Solo memperjuangkan kemerdekaan.
Lanjut ke titik kedua, kami berjalan kaki menuju monumen Mayor Achmadi yang terletak tak jauh dari Monumen 45 Banjarsari, di tengah Jalan Abdul Rachman Saleh.Â
Monumen ini mengabadikan Mayor Achmadi dalam bentuk patung dengan senjata di tangan kanan dan buku di tangan kiri yang menggambarkan sosok Mayor Achmadi sebagai sosok pejuang yang juga mengimbangi tugasnya sebagai seorang pelajar.
Mayor Achmadi juga dikenal sebagai pemimpin tentara pelajar dalam Serangan Umum Empat Hari di Solo. Di seberang monument Mayor Achmadi, terdapat sebuah bangunan rumah kuno yang konon pernah menjadi markas tentara pelajar di Solo.
Melanjutkan perjalanan, bus mengantarkan kami ke titik berikutnya yaitu Monumen Pasar Nongko. Meskipun jalan di sekitar monumen cukup ramai, banyak dilewati orang setiap hari, nyatanya tak banyak orang yang menyadari adanya monumen di sini.Â
Ya, di sebelah timur Pasar Nongko, dibangun sebuah monumen di persimpangan jalan RM Said - Supomo, yang mencatat peristiwa Serangan Empat Hari di Solo.
Monumen Pasar Nongko ini berupa prasasti yang menandai peristiwa dibantainya rakyat sipil oleh tentara Belanda di daerah Pasar Nangka pada rangkaian Serangan Empat Hari di Kota Solo.Â
Dalam prasasti ini tertulis "Lebih Baik Mati Berkalang Tanah Daripada Hidup Dijajah" dengan deretan nama korban pembantaian di bagian belakang. Tragisnya, diantara nama-nama korban, terdapat anak kecil (bayi) yang juga menjadi salah satu korban.